Film berbahasa Mandarin mayoritas diproduksi perfilman Hong Kong dan Tiongkok. Meski produksi film sudah dimulai sejak 1900-an awal, tetapi film-film berbahasa Mandarin mulai dikenal di era 1970-an dengan banyaknya film-film silat produksi Shaw Brothers dan Golden Harvest yang diminati publik.
Selain itu, juga dibantu hadirnya ikon kung fu Bruce Lee yang mampu menembus perfilman Hollywood. Sejak itu, banyak sineas Hong Kong dan Tiongkok terinspirasi perfilman Eropa dan memiliki visi lebih modern sehingga memperkaya khasanah perfilman Hong Kong dan Tiongkok.
Para sineas yang dianggap membawa gelombang baru, antara lain Tsui Hark dan John Woo, mampu menghadirkan film-film action bermutu tinggi yang mengharumkan nama perfilman Hong Kong di dunia.
Berikut 10 film Mandarin terbaik produksi Hong Kong dan Tiongkok yang juga dikenal moviegoers seluruh dunia berkat kualitasnya yang di atas rata-rata dan dibesut para sineas kenamaan dan bintang film populer.
1. Raise the Red Lantern (1991)
Film karya Zhang Yimou yang dibintangi Gong Li ini merupakan adaptasi dari novel ‘Wives and Concubines karya Su Tong’ yang terbit di 1990. Film ini bercerita tentang gadis muda yang menjadi istri keempat dari saudagar kaya namun memiliki banyak aturan sehingga menimbulkan ketegangan di dalam rumah tangganya.
Film ini kemudian diadaptasi menjadi drama ballet yang juga disutradarai Zhang Yimou. Masuk sebagai salah satu nominasi Oscar di kategori ‘Best Foreign Language Film’, film ini tidak lulus sensor untuk ditampilkan di bioskop-bioskop di Tiongkook karena kandungan kritik kepada pemerintah di masanya.
2. Hard Boiled (1992)
Film Hong Kong terakhir dari sutradara John Woo sebelum hijrah ke Hollywood ini meneruskan tren film-film gangsters garapannya. Tensi action di film yang dibintangi Chow Yun-Fat ini lebih ditingkatkan daripada ‘A Better Tomorrow’ yang dirilis pada 1986 dan ‘The Killer pada 1989 yang menuai pujian juga cibiran akibat tampilan gangsters yang sadis sekaligus glamour.
Meski di Hong Kong dan Tiongkok film ini mendapat ulasan berimbang, lain halnya dengan kritikus film Eropa dan Amerika yang justru memuji film yang adegan klimaksnya terjadi di rumah sakit dan melibatkan seorang bayi ini. Rangkaian adegan tersebut dianggap sebagai salah satu adegan action terbaik yang pernah dibuat.
3. Farewell My Concubine (1993)
Karya Chen Kaige ini selalu dianggap sebagai film terpenting dalam pergerakan ‘Fifth Movement’ yang memperkenalkan para sineas Tiongkok ke dunia internasional. Diadaptasi dari novel karya Lilian Lee yang diterbitkan pada 1985, film ini mengeksplorasi efek dari kekacauan politik Tiongkok pada pertengahan abad ke-20.
Kehidupan penduduknya, baik secara individu, keluarga dan kelompok, ditampilkan dalam jalinan kisah cinta segitiga antara dua aktor teater opera Peking dan seorang wanita yang masuk dalam kehidupan mereka berdua. Ketiga pemeran utamanya, yaitu Leslie Cheung, Zhang Fengyi dan Gong Li, tampil sangat baik sehingga film ini meraih penghargaan di Cannes Film Festival.
4. Chungking Express (1994)
Film unik karya Wong Kar-Wai ini menampilkan dua kisah dalam satu film yang memiliki benang merah, yaitu kisah polisi dan hubungan mereka dengan kekasihnya. Pemeran utamanya adalah Takeshi Kaneshiro dan Tony Leung. Judul aslinya dalam bahasa Mandarin berarti ‘Chungking Forest/Jungle’ yang merupakan metafora dari kota besar yang dianggap sebagai hutan beton.
Kisah pertama menceritakan seorang polisi yang masih terobsesi dengan mantan kekasihnya bernama May dan pertemuannya dengan seorang wanita penyelundup obat-obat terlarang. Kisah kedua menceritakan seorang polisi yang masih sedih karena ditinggal kekasihnya dan perhatiannya yang tercuri oleh karyawan snack bar yang diam-diam mencintainya.
5. The Road Home (1999)
Film debut aktris Zhang Ziyi ini ditulis naskahnya oleh Bao Shi yang merupakan adaptasi dari novelnya sendiri berjudul ‘Remembrance’. Zhang Yimou saat itu merupakan salah satu sutradara terkenal langsung menggarap film ini setelah selesai dengan produksi film sebelumnya, ‘Not One Less’ pada 1999 sehingga bisa dirilis di tahun yang sama.
Film dengan cinematography indah ini adalah kisah cinta sederhana seorang gadis desa dan guru muda yang menyentuh dengan lembut ke dalam hati. Lewat film ini, karier Zhang Ziyi terangkat dan film ini menuai kesuksesan besar pada pemutarannya di beberapa festival film internasional.
6. In the Mood for Love (2000)
Film karya Wong Kar-Wai ini mengambil judulnya dari lagu ‘I’m in the Mood for Love’ yang merupakan lagu jazz terkenal di Amerika. Awalnya, Wong Kar-Wai ingin film ini diberi judul ‘Secrets’, tetapi dia berubah pikiran setelah mendengar lagu tersebut. Tony Leung sebagai aktor utamanya berhasil meraih predikat ‘Best Actor’ dari Cannes Film Festival.
Sebenarnya film ini merupakan bagian kedua dari sebuah trilogy yang diawali ‘Days of Being Wild’ pada 1990 dan ditutup ‘2046’ yang dirilis pada 2004 dan seluruhnya dibintangi Tony Leung. Cerita film yang ditampilkan dengan balutan gambar indah ini mampu membuat terbuai.
7. Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000
Film yang kisahnya berdasarkan novel keempat dari pentalogi silat ‘Crane Iron’ karya Wang Dulu ini adalah film asing tersukses di Amerika dan menjadi inspirasi bagi banyak film asing lain dalam upaya menembus pasar Amerika. Ang Lee menggarap film ini dengan segala keahliannya mengatur ritme, cinematography dan adegan aksi hasil koreografi dari Yuen Wo Ping.
Hebatnya, dalam ajang Academy Awards, film ini masuk sebagai nominasi ‘Best Picture’ dan berhasil meraih Oscar di kategori ‘Best Foreign Language Film’, ‘Best Art Direction’, ‘Best Original Score’ dan ‘Best Cinematography’. Sebuah pencapaian luar biasa bagi sebuah film berbahasa asing di Amerika.
Sayangnya, lanjutannya berjudul ‘Crouching Tiger, Hidden Dragon: Sword of Destiny’ pada 2016 tidak berhasil menyamai pencapaian film pertamanya. Zhang Ziyi yang saat itu aktris muda berbakat, tampil sangat baik dan menjiwai karakternya.
Begitu pula dengan aktor senior Chow Yun-Fat nan kharismatik dan Michelle Yeoh yang masih tetap lincah meski sudah tidak muda lagi. Adegan martial arts yang ditampilkan di film ini banyak menginspirasi film-film silat serupa setelahnya.
8. Infernal Affairs (2002)
Salah satu film Hong Kong paling berpengaruh ini digarap Andrew Lau dan Alan Mak dengan deretan bintang ternama seperti Andy Lau, Tony Leung, Anthony Wong, Eric Tsang, Kelly Chen dan Sammi Cheng.
Kisahnya yang orisinil, pemaparan cerita menghanyutkan, dan ketegangan mencekam adalah faktor utama kesuksesan film ini.
Tidak butuh waktu lama memunculkan lanjutannya, ‘Infernal Affairs II’ pada 2003 dan ditutup ‘Infernal Affairs III’ di tahun yang sama, masih dengan deretan pemeran yang sama pula. Karena kesuksesan ini, sineas papan atas Martin Scorsese kemudian membuat adaptasi Hollywood-nya lewat ‘The Departed’ di 2006 yang sukses luar biasa, terutama di ajang Academy Awards.
9. Hero (2002)
Salah satu film silat terbaik yang menampilkan Jet Li, Donnie Yen, Tony Leung, dan Zhang Ziyi ini menggunakan “Rashomon Effect” yang menampilkan kisah dari beberapa perspektif dan penonton digiring menebak yang manakah kisah sebenarnya. Jika bingung, perhatikan warna pakaian di setiap adegannya. Itulah yang membedakan dari siapakah kisah itu diawali.
Adegan martial arts yang disajikan sekelas dengan yang ditampilkan pada ‘Crouching Tiger, Hidden Dragon’ di 2000, bahkan dibuat lebih puitis dengan banyak gerakan slow-motion indah dan detil. Bahkan, tetes air bisa ditangkap dengan baik oleh kamera. Dengan bangga, Quentin Tarantino mempresentasikan film ini ke pasar Amerika dan cukup menuai kesuksesan.
10. Ip Man (2008)
Film biografi guru Wing Chun dari Bruce Lee ini diperankan dengan sangat baik oleh Donnie Yen sebagai Yip Man. Meski banyak perbedaan dengan kisah aslinya, tetapi banyak fakta diungkap dalam film ini mengisahkan perjuangan sang master pada masa penjajahan Jepang terhadap Tiongkok. Adegan silatnya diarahkan langsung oleh putra Yip Man, Ip Chun.
Sebelum film ini dirilis, produser Raymond Wong sudah merencanakan sebuah sequel, ‘Ip Man 2’ di 2010 dan ‘Ip Man 3; pada 2015 yang meneruskan petualangan sang master di Hong Kong untuk perjuangannya membela kebenaran dan mewariskan ilmu Wing Chun miliknya. Di ‘Ip Man 3’, petinju legendaris Mike Tyson dihadirkan sebagai salah satu lawan tanding sang master.
Dengan semakin majunya industri perfilman Hong Kong dan Tiongkok yang mayoritas menggunakan bahasa Mandarin, semakin besar kemungkinan lahirnya film-film berkualitas baik di masa depan. Apalagi banyaknya aktor-aktris yang juga sudah dikenal di dunia internasional dan bermain di film-film produksi Hollywood.
Faktor utama yang merupakan daya tarik film Hong Kong dan Tiongkok adalah adegan martial arts yang diperagakan para aktor-aktrisnya yang kebanyakan memang memiliki dasar ilmu silat yang baik, seperti Jackie Chan, Jet Li, Donnie Yen, dan lainnya. Selain itu, ketika memunculkan sisi drama, mereka memiliki referensi banyak pada novel dan literatur klasik yang sangat puitis. (btc)