Teruslah Membuat Rakyat Tertawa

MANA adegan yang paling ditunggu-tunggu penonton saat menyaksikan pertunjukan ketoprak dor? Rizaldi Siagian, etnomu­si­kolog asal Binjai, dalam sebuah akun sosial media menulis,  "Masa kanak-kanak saya diwarnai oleh seni pertunjukan ketoprak dor di Binjai. Ada struktur yang menurut saya kabur, hilang dalam per­mainan mereka saat saya tonton 3 tahun yang lalu di Tanjung Mulia, yaitu adegan yang mewakili peran antagonis – yang diwakili adegan 'jin' – yang sangat liar dan meng­gu­nakan properti yang berani, misalnya semburan api sebagai penanda kemunculan mereka.”

Pengamatan  Rizaldi Siagian tidak salah. Yono USU mengakui dramaturgi dalam ketoprak dor dewasa ini banyak dihilangkan se­hingga dramatisasi adegan  'di­kor­bankan'. Semua itu  karena faktor waktu pentas sesuai pesananan penanggap. Padahal pakem waktu pertunjukan ketoprak dor sebe­lumnya sampai malam hari.

"Tak hanya adegan jin dengan segala propertinya yang dihilang­kan, untuk menggambarkan adegan perang pun pemain  harus bisa memainkan  kungfu benaran," katanya.

Soal adegan dagelan, ia juga mengakui sebagai salah satu yang ditunggu-tunggu penonton. Dalam pentas Joko Bodo di Merdeka Walk, Minggu (22/7) lalu misalnya, penonton banyak dibuat terpingkal-pingkal oleh tingkah polah dan materi lawakan Sunardi dan Waris. Duet suami-isteri ini bisa dibilang 'sedang naik daun lagi' dalam tiap pementasan ketoprak dor.

Sebagai pelawak, jam terbang mereka memang sudah cukup tinggi. Sunardi misalnya sudah sejak 1987 ikut keyboard Karo pimpinan Jaka Tarigan. Keyboard Karo yang bisa dua hari berturut menghibur tamu undangan pada pesta-pesta pernikahan orang Karo di jambur,  tak hanya diisi tembang-tebang para penyanyi. Keluarga pegantin dan tamu undangan juga mendapat suguhan lawak. Di si­nilah peran  Sunardi muncul.

Waris sendiri adalah puteri tung­gal pasangan pelawak lege­n­daris Medan: Damsyik dan Tom­blok alias Supari. Orangtua Waris adalah pentolan grup lawak Trio Kodya Medan yang pada1980-an laris manis, ditanggap orang pada pesta-pesta pernikahan dan acara lain. Grup lawak ini juga beberapa kali tampil di TVRI Medan. Selain Damsyik dan Tomblok, anggota lainnya adalah Cungkring dan Karjo.

Menurut Rizaldi Siagian, seba­gai pelawak, Damsyik terkenal karena  caranya menyebut tokoh punakawan dengan logat Batak, petruk misalnya dia sebut 'pituruk' yang membuat para Jadel sakit perut.

Sementara Tomblok dikenal karena tubuhnya yang subur, mirip pelawak Ratmi B-29 dengan pipi­nya yang montok. Gerak-gerik tubuh Tomblok sendiri sudah kerap mengundang tawa.

Sunardi dan Waris sudah 15 tahun lebih main di ketoprak dor, juga di grup-grup lain yang menun­tut adegan lawak. Mula pertama ikut bermain ketoprak dor, Waris mengaku grogi. Di panggung ia bahkan sempat tak bisa tertawa, berkebalikan dengan pembawaan sehari-hari ibu 2 anak, yang telah dikaruniai 8 cucu dan 3 cicit itu. 

Usai main, seniornya bertanya. Nada suaranya, ditelinga Waris terdengar  mengejek, "Kenapa kau tadi tak bisa tertawa?"

"Grogi dilihat orang banyak, tapi kalau di kamar sendirian bisa tertawa."

"Ya, sudah, main saja di kamar."

Sejak itu Waris bersumpah harus bisa melawak di depan orang banyak. Tak sia-sia sumpahnya. Sebagai pelawak ia kerap dipuji penonton. Tak jarang usai pertun­jukan ada penonton yang mengajak foto bersama. Kadang bahkan ada yang menyelipkan angpao ke ta­ngan­nya.

Tawaran main juga cukup lan­car. Usai main di Merdeka Walk, dua hari kemudian bersama suami­nya mereka manggung lagi di KelurahanTanah Seribu,  Binjai. Sebagai pelawak, pasangan suami-isteri itu kini mengaku berstatus sebagai  'pemain panggilan.'

Menurut Yono USU, hal seperti ini juga dialami seniman ketoprak dor. Berkurangnya tawaran pentas, membuat banyak grup ketoprak dor berguguran. Karena itu saat ada tawaran, para seniman rakyat itu tampil atas nama grup baru, misal­nya Langen Jede Rahayu. Grup yang pemainnya  berasal dari Medan, Binjai dan Langkat.

Bukan hal mudah untuk menya­tukan mereka. Ada ego di antara pemain. Yono USU yang sejak 1992 menjadi relawan untuk meru­wat ketoprak dor, mengakui hal itu. Namun kerja kerasnya  sudah membawa hasil.

Komunikasi dan sinergi antar­seniman ketoprak dor yang ada di wilayah Medan, Binjai, dan Lang­kat makin intens. Mereka mulai saling bersinergi dan saling mendu­kung melengkapi kekurangan pemain yang ada.

Penonton Bisa Tertawa

Menjadi seniman adalah satu hal, sedang menafkahi keluarga adalah kewajiban. Sehari-hari  untuk menjamin agar asap dapur tetap mengepul, Sunardi membawa becak mesin. Tempat mangkalnya di depan RS Elisabeth Binjai, Kampung Manggis, Paya Geli, Deli Serdang.

Sedang Waris sehari-hari dike­nal sebagai bidan di desa Li Mami­ri, Kecamatan Hamparan Perak. Ia mengaku telah membantu ribuan orang melahirkan.

Menjadi pemain ketoprak, khu­susnya pelawak, menurut Waris seberapa pun honor yang mereka te­rima harus disyukuri. Ia me­nyebut kisaran angka  Rp 300 ribu sekali main. Bagi mereka, honor bukan semata yang dikejar. Ada satu kepuasan saat melawak di panggung.

"Yang jelas nggak bikin hidup jadi stres, gembira terus, penonton juga tertawa," ujar Waris terbahak.

Pasangan suami-isteri mengam­bil bahan lawakan dari kehidupan sehari-hari yang mereka gumuli di bawah. Kisah orang-orang kecil dalam begulat dengan kehidupan, menurut mereka tidak akan habis untuk dieksploitasi sebagai sumber kelucuan. Walau kadang  juga sedikit "nyerempet-nyerempet” saru.

"Rumusnya jangan porno, sebab ada juga anak-anak yang menonton ketoprak dor," ujar Sunardi.

()

Baca Juga

Rekomendasi