Medan, (Analisa). Perayaan ulang tahun Dewa Chang Thian She, harus dijadikan momen umat penganut Taoisme untuk merenungkan diri. Apakah selama ini mereka sudah menjadikan darma atau ajaran jalan kebenaran sebagai pedoman dalam kehidupan mereka atau belum. Dalam berbisnis misalnya, apakah umat telah menjalankan usaha secara bersih atau masih ada unsur tipu-tipu. Juga dalam memperoleh keuntungan, apakah dilakukan lewat cara wajar atau menipu konsumen.
"Lewat perayaan ulang tahun Chang Thian Se, kita juga diajar untuk selalu berbakti kepada orangtua, kepada masyarakat dan bangsa," ujar Kepala Vihara Setia Buddha Jalan Tirtosari, Medan Tembung, Berry CWT, Minggu (1/7). Umat juga diimbau agar dalam membangun relasi sosial, mereka tidak pilih kasih karena faktor kesamaan etnis atau kesukuan.
"Sebab semua makhluk adalah ciptaan Tuhan," ujar Berry CWT di sela kesibukannya menyambut dan melayani umat yang datang untuk bersembahyang dan merayakan ulang tahun Dewa Chang Thian She di Vihara Setia Buddha.
Chang Thian She dianggap sebagai pendiri dari Taoisme. Keahliannya membuat obat-obat panjang umur yang didapat dari buku kuno, dan menciptakan berbagai jimat untuk menolak berbagai macam penyakit dan bala, telah menempatkan Chang Thian She tinggi sekali dimata pengikutnya.
Dewa Chang Thian She sering dilukiskan tengah mengenakan jubah yang indah, membawa pedang di tangan kanan, tangan kirinya membawa mangkok berisi ramuan panjang umur dan menunggang harimau. Satu kaki depan harimau itu mencengkeram medali wasiat dan kaki lainnya menginjak lima binatang berbisa, seperti kadal, ular, laba-laba, kodok dan belalang.
Vakum 26 tahun
Perayaan ulang tahun Dewa Chang Thian She di Vihara Setia Buddha dihadiri umat sejak pagi. Mereka silih berganti datang sejak pagi sampai sore hari. Menurut Berry CWT, perayaan ulang tahun Chang Thian She sengaja dirayakan secara sederhana. Tak ada undangan secara resmi. Hanya umat yang tahu saja yang hadir.
Mereka yang hadir, bukan hanya umat vihara Setia Buddha saja, tapi warga yang pernah terkena penyakit misterius dan secara medis sudah divonis tak bisa disembuhkan lagi.
Perayaaan ulang tahun Dewa Chang Thian She sendiri sempat vakum sekitar 26 tahun di Vihara Setia Buddha, Medan Tembung. Sejak diresmikan pada 11 September 1986, Vihara Setia Buddha memang baru sekali direnovasi, yakni pada 2014. Sebelum itu, kondisi bangunan vihara dalam keadaan sangat memprihatinkan. Banyak bagian bangunan yang mengalami keusakan dan terkesan tak terawat.
"Sejak 2014, bangunan bagian atas vihara memang sudah direnovasi," tutur Berry CWT. Namun sekalipun sudah direnovasi, sejak dulu ada satu problem mendasar yang belum terpecahkan.
Saat hujan lebat turun mengguyur Medan, Jalan Tirtosari akan dilanda banjir. Halaman vihara pun terkena dampaknya. Banjir akan menggenang halaman vihara. Saat curah hujan ekstrim, Jalan Tirtosari bisa tergenang sampai ketinggian 50 centimeter. Akibatnya air banjir masuk ke dalam vihara.
Perhatian Pemko Medan
"Sepanjang Jalan Tirtosari memang tidak ada parit, ditambah lagi kanan kiri vihara ada bangunan yang lebih tinggi," tambah Berry CWT yang juga salah seorang pendiri Sahabat Center Medan itu. Ia berharap Pemko Medan melihat keadaan tersebut dan segera membangun parit kanan-kiri sepanjang Jalan Tirtosari. "Ini untuk menjamin kenyamanan umat yang hendak bersembahyang, termasuk kenyamanan warga sepanjang Jalan Tirtosari," katanya.
Ulang tahun Dewa Chang Thian She dirayakan secara sederhana. Selesai umat melakukan sembahyang, mereka disuguhi lontong sayur dan aneka jajanan pasar serta rujak Aceh. Acara perayaan ulang tahun Chang Thian She juga sekaligus menandai peresmian pagoda yang dibangun di lingkungan vihara. (ja)