Pemberelajaran Cinta Lingkungan di Sekolah

CINTA lingkungan wajib diterapkan sejak usia dini, Kecintaan pada lingkungan ini dalam pendidikan harus ditanamkan kepada anak-anak, khususnya anak usia pendidikan dasar. Konsep cinta lingkungan sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ber­bagai macam kegiatan diada­kan guna membangun dan men­ciptakan lingkungan yang bersih, aman dan nya­man.

Oleh: Ali Munir

Pendidikan lingkungan hi­dup adalah upaya meng­ubah perilaku dan sikap dari berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu masa­lah lingkungan. Pada akhir­nya, ini diharap dapat mengge­rak­kan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan da­tang.

Masalah kebersihan ling­kungan tentu tidak terlepas dari peran masyarakat di sua­tu lingkungan, tidak terke­cua­li di lingkungan sekolah. Kebersihan lingkungan perlu dijaga demi terwujudnya sua­sana belajar yang nyaman dan kondusif. Sangat tepat imbauan yang mengatakan, penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat merupakan kewajiban dan tanggung ja­wab semua pihak.

Lingkungan yang bersih dan asri adalah dambaan setiap orang. Dengan ling­kungan yang asri, tercipta sua­sana nyaman dan menye­nangkan. Namun, dapat dili­hat di sekitar kita, masih ter­dapat wilayah atau lingkung­an yang tidak diperhatikan kebersihan dan keindahan­nya.

Sasaran pendidikan ling­kungan hidup adalah terlak­sananya pendidikan ling­kungan hidup sehingga dapat tercipta kepedulian dan ko­mitmen masyarakat dalam tu­rut melindungi, melesta­ri­kan, dan meningkatkan kua­litas lingkungan hidup, serta tercakupnya seluruh kelom­pok masyarakat, baik di pe­desaan dan perkotaan, tua dan muda, serta laki-laki dan perempuan di seluruh wila­yah Indonesia. Jadi, tujuan pendidikan lingkungan hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud.

Lingkungan yang bersih dan sehat tentunya menjadi dambaan setiap institusi pen­didikan, kapan pun dan di mana pun. Lingkungan seko­lah yang bersih dan sehat juga mencerminkan keberadaan warga yang ada, mulai siswa, guru, staf, karyawan, unsur pemimpin sekolah, sampai orang tua siswa.

Bagi sekolah, hal ini di­buktikan melalui kerja sama yang terprogram dengan baik antara pihak sekolah, orang tua, serta instansi ter­kait. Pembelajarannya dila­kukan secara active learning dan joyfull learning di luar ke­las. Dengan kegiatan di luar kelas, siswa diharap me­miliki kualitas keimanan yang meningkat, akhlak mu­lia, dan kesadaran lingkungan yang terwujud melalui peri­laku ramah lingkungan untuk meningkatkan kualitas hi­dup.

Nilai-nilai cinta lingkung­an ini diharapkan terbentuk melalui pembelajaran pendi­dikan lingkungan hidup yang terintegrasi ke semua mata pelajaraan. Pendidikan ini me­rupakan sistem pembela­jaran yang menjadikan alam dan lingkungan sekitarnya sebagai media dan tema.

Kini, sekolah berwawasan lingkungan (SBL) dijadikan salah satu program guna mendukung terciptanya ling­kungan sekolah yang bersih, nyaman, dan asri. SBL ada­lah model sekolah yang men­jadikan lingkungan sebagai basis dalam menciptakan dan mengembangkan lingkungan yang berkualitas dengan melibatkan partisipasi warga sekolah.

Dengan menjadikan ling­kungan sekolah sebagai basis pembelajaran, guru dapat menanamkan sikap cinta ter­hadap lingkungan. Ini yang akan menumbuh­kem­bangkan budaya mengelola, memeli­hara, dan melestarikan ling­kungan hidup.

Di lingkungan sekolah, gurulah yang berperan da­lam menanamkan dan mem­bentuk karakter peserta didik terhadap lingkungan sekolah. Guru dapat berperan sebagai pemrakarsa, perencana, pe­ngelola, dan pelaksana SBL. Dalam hal ini, tugas sebagai pemrakarsa, perencana, dan pelaksana SBL diamanatkan kepada guru mata pelajaran Geografi dan Biologi.

Guru sebagai pemrakarsa SBL berperan menyampai­kan ide dan gagasan kepada pemimpin sekolah, memper­hatikan dan mempelajari kon­disi lingkungan sekolah, menentukan peruntukan la­han sekolah, serta pengum­pulan data dan informasi yang diperlukan untuk me­nyusun rencana dalam pelak­sanaan. Untuk mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan, diharapkan tena­ga pendidik dan tenaga ke­pendidikan berperan aktif me­wujudkan SBL.

Selain itu, warga sekolah, seperti sispala (siswa pecinta alam), OSIS (organisasi sis­wa intra sekolah), pramuka, siswa, dan tenaga adminis­tra­si sekolah harus berperan ak­tif untuk mewujudkan ter­cip­tanya lingkungan sekolah yang berkualitas, yaitu seko­lah yang sejuk, nyaman, in­dah, bersih, dan sehat.

Ke­nya­taannya, masih ba­nyak dijumpai lingkungan se­kolah yang gersang, tidak tertata dengan baik sehingga me­nye­babkan pemandangan tidak indah. Lingkungannya tidak sehat, sampah berserak­an, tidak tersedianya air ber­sih yang cukup, dan fasilitas toilet di lingkungan sekolah pun belum memadai.

Kondisi ini akan berpe­ngaruh terhadap situasi seko­lah sehingga menjadi tidak kondusif dalam melakukan berbagai aktivitas di sekolah. Karakteristik SBL adalah ba­ngunan sekolah tertata rapi, peruntukan pemanfaatan lahan jelas, pohon pelindung hijau, taman sekolah indah, tidak dijumpai air tergenang, tidak ada sampah yang berse­rakan, ada kantin sehat, serta suasana sekolah bersih dan sejuk.

Kondisi sekolah yang de­mikian akan mampu mencip­takan budaya bersih, sehat, dan cinta lingkungan kepada peserta didik. Hak dan kewa­jiban masyarakat tertuang dalam UU No 32/2009 ten­tang Perlindungan dan Pe­ngelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Hak masyarakat dalam PPLH itu, yakni ling­kungan yang baik dan sehat adalah bagian hak asasi ma­nusia, pendidikan lingkung­an hidup, akses informasi, serta partisipasi dan keadilan (Pasal 65 UU PPLH).

Sementara itu, kewajiban masyarakat dalam PPLH ha­rus dilakukan dengan bebe­ra­pa hal. Pertama, memeli­ha­ra kelestarian fungsi ling­kungan hidup serta mengen­dalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Kedua, setiap orang yang me­lakukan usaha/kegiatan berkewajiban memberikan informasi terkait PPLH seca­ra benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu. Ketiga, menjaga keberlanjutan fungsi ling­kungan hidup. Keempat, me­naati ketentuan baku mutu lingkungan hidup atau krite­ria baku kerusakan lingkung­an hidup (Pasal 67 dan 68 UU PPLH).

Pembelajaran yang meng­in­tegrasikan tema lingkung­an merupakan proses yang disengaja dan berkesinam­bungan dalam mengem­bang­kan fitrah dan fungsi manusia dengan pendekatan guru se­bagai contoh yang baik. Jadi, salah satu pendekatan yang digunakan adalah memberi­kan pengajaran learning by doing yang mengondisikan siswa kepada alam kehidup­an nyata, dengan suasana menyenangkan untuk me­ngembangkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecer­das­an spiritual (SQ) guna mempersiapkan anak menjadi manusia yang cinta lingkung­an.

Untuk menyelamatkan ling­kungan alam, dunia pen­didikan harus menjawab per­masalahan dengan meng­ajar­kan kepada anak-anak ten­tang pentingnya mencintai dan merawat lingkungan hidup. Tentu tidak hanya se­kedar mentransfer ilmu atau teori saja tetapi melakukan aksi nyata, seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak menyisahkan makanan, mengelompokkan sampah organik dan anorganik, dan melakukan aksi kampanye lingkungan hidup kepada masyarakat.

Tujuannya agar masyara­kat sekitar melek terhadap persoalan lingkungan hidup dan melakukan aksi sederhana di lingkungan rumah ataupun sekitarnya. Tidak dapat di­pungkiri bahwa pendidikan formal di sekolah merupakan salah satu tempat yang baik untuk menerapkan betapa pen­tingnya menjaga dan merawat lingkungan.

()

Baca Juga

Rekomendasi