Buruh Bongkar Muat Mengadu ke Dewan

Bireuen, (Analisa). Puluhan warga yang merupakan buruh bongkar muat kelapa sawit di PT Syaukath Sejahtera di Kecamatan Gandapura, Bireuen, mengadu ke DP­RK Bireuen karena tidak diperbolehkan lagi mencari naf­kah di perusahaan itu, Kamis (20/9).

Kedatangan mereka untuk minta perlindungan itu diterima Yusriadi SH anggota Komisi A dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) didampingi Ha­sa­nuddin, angota Komisi D yang juga dari PKS, di ruang rapat ruangan Ke­tua DPRK Bireuen.

Para buruh harian lepas itu me­nyam­paikan mereka tidak diizinkan lagi bekerja bongkar muat kelapa sa­wit di perusa­haan itu, karena berga­bung dengan Federasi Serikat Pekerja Transportasi Seluruh Indonesia (FSP­TSI).

“Saat dikumpulkan, perusahaan memberi pilihan berga­bung dengan serikat pekerja yang ada di perusahaan dan mun­dur dari serikat pekerja lain, atau tidak boleh lagi bekerja bong­kar muat di perusahaan itu,” kata seorang buruh..

Mereka juga mengeluh dengan upah bongkar setiap ton kelapa sawit yang sangat rendah dibanding di per­usahaan pe­ngolah kelapa sawit yang lain. Para buruh juga mengeluh de­ngan waktu kerja yang bahkan hingga larut malam.

Akan diadvokasi

Anggota Komisi A DPRK Bireuen, Yusriadi mengatakan aduan para buruh akan diadvokasi dengan me­mang­gil dinas terkait dan manajemen perusahaan. “Jika tidak ada solusi ma­ka akan ditindaklanjuti sesuai aturan,” katanya.

Penghubung manajemen PT Syau­kath Sejahtera, Yusnaidi yang dikon­firmasi membenarkan bagi buruh yang me­nolak ber­gabung dengan serikat pekerja di perusahaan tidak diizin­kan lagi bekerja sebagai buruh bongkar muat.

“Kita ada serikat pekerja sendiri di per­usahaan, mengapa mereka memi­lih bergabung dengan serikat pekerja lain di luar perusahaan, jika mereka me­ngundurkan diri dari serikat peker­ja di luar perusahaan, silakan bekerja lagi,” katanya.

Tentang upah atau ongkos bongkar muat yang disebutkan rendah diban­ding di tempat lain. Yusnaidi enggan menjelas­kan. Ia membenarkan ada ka­la­nya bongkar muat dilakukan terka­dang tengah malam atau sampai dini hari.

“Truk pengangkut sawit tibanya ma­lam, kami hubungi koor­dinator buruh untuk mengajak anggotanya. Bagi yang tidak mau tidak ada pak­sa­an, bila kerja malam juga dihitung upah yang sesuai selayaknya lembur,” jelas Yusnaidi.

Dia menyebutkan, sebenarnya para buruh itu tidak ada ika­tan apa pun dengan perusahaan. Mereka warga desa sekitar pabrik kelapa sawit hanya pekerja lepas yang bekerja ketika ada bongkar muatan kelapa sawit. (mur)

()

Baca Juga

Rekomendasi