
Oleh: Dr. Agus Priyatno, M.Sn.
Profesi pelukis telah ada sejak ribuan tahun lalu. Pelukis mencari nafkah dengan menciptakan lukisan dari zaman kerajaan kuno, hingga masyarakat modern. Profesi pelukis selalu eksis dari zaman ke zaman. Kini mereka di simpang jalan. Apakah profesi pelukis akan tetap eksis atau harus bermetamorfosa.
Mereka tetap menjalani profesi sebagai pelukis secara konvensional, atau menjadi pelukis yang harus mengikuti perubahan zaman. Perkembangan teknologi dan mesin cerdas artifisial telah mampu menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia yang bersifat teknis. Ide-ide atau gagasan seorang pelukis bisa divisualkan dengan bantuan teknologi canggih.
Kini kita berada di zaman yang berubah dengan cepat. Perubahan tidak lagi dalam hitungan ribuan tahun atau ratusan tahun, tapi puluhan tahun atau bahkan dalam hitungan bulan. Masyarakat zaman batu bertransisi menjadi masyarakat tradisional agraris perlu ribuan tahun.
Masyarakat agraris bertransisi menjadi masyarakat industri mesin perlu ratusan tahun. Masyarakat industri mesin bertransisi ke industri berbasis teknologi elektrik dan komputasi juga perlu beberapa ratus tahun. Perubahan dari masyarakat industri komputasi ke masyarakat industri berbasis jaringan dan kecerdasan buatan memerlukan waktu lebih singkat, hanya beberapa puluh tahun saja. Ke depan, perubahan akan semakin cepat lagi, dalam hitungan bulan atau hari, banyak hal bisa berubah.
Profesi pelukis dihadapkan pada tentangan zaman yang berubah dengan cepat. Gaya hidup masyarakat sedang berubah. Kemajuan teknologi mempermudah kehidupan manusia zaman sekarang. Manusia bisa mengakses segala macam kebutuhannya hanya dengan memencet tombol pada telpon genggam.
Kebutuhan pada pendidikan, hiburan, sandang, pangan, transportasi, bisa diakses melalui cara tersebut. Batasan-batasan fisik telah runtuh, batasan-batasan waktu bisa ditembus. Orang bisa mengerjakan pekerjaan dimana saja dan kapan saja. Manusia menjadi lebih bebas dan tetap produktif dalam bekerja.
Pelukis zaman dahulu menyimpan karyanya dalam galeri besar. Biaya perawatan juga mahal. Kini lukisan bisa disimpan dalam bentuk data visual dan disimpan dalam ruang penyimpan komputer. Ukuran kotak penyimpan data tidak lebih besar dari kotak korek api.
Zaman telah berubah, perpustakaan konvensional menyimpan ribuan atau jutaan judul buku, diperlukan gedung besar dan biaya mahal untuk perawatannya. Kini dengan teknologi digital, perpustakaan hanya dalam bentuk sebuah kotak CD Room atau Flashdisk yang tidak lebih besar dari kuku jari. Kita bisa memindahkan perpustakaan-perpustakaan berisi ribuan atau bahkan jutaan judul buku dalam saku baju kita.
Pelukis bisa menyimpan karyanya secara digital. Orang bisa melihat-lihat lukisan, gambar atau membaca buku digital melalui tayangan layar komputer atau layar televisi berukuran besar. Kualitas gambar bisa jauh lebih baik dari tayangan dalam realitas sesungguhnya.
Pelukis tidak perlu studio besar untuk berkarya. Cukup sebuah ruangan kecil seukuran kamar tidur sudah bisa digunakan untuk menciptakan lukisan. Karena karya bisa diciptakan melalui komputer. Semua pekerjaan bisa dilakukan dengan teknologi ini. Pelukis tidak dihadapkan pada persoalan teknis visualisas, cukup pada persoalan ide-ide kreatif yang bermutu dan diinginkan orang banyak.
Pelukis tidak membutuhkan cat, minyak pengencer, kuas, kanvas, dan berbagai peralatan lainnya untuk berkarya. Mesin cetak sudah bisa memvisualkan semua ide-ide kreatif pelukis yang sudah tersimpan di komputer. Ukuran lukisan bisa dicetak sesuai kebutuhan. Bisa berukuran kecil, bisa juga berukuran besar. Sebuah karya tidak perlu dicetak, cukup dilihat melalui layar komputer atau layar lebar sebesar dinding kamar.
Masyarakat sedang berubah, banyak pekerjaan sudah bisa dilakukan oleh mesin cerdas. Pekerjaan pelukis juga sebagian besar akan dilakukan oleh mesin cerdas di masa datang. Bagaimana pelukis menyikapi perubahan yang sangat cepat ini? Sebagian pelukis akan bertahan dengan cara-cara konvensional, sebagian lagi mungkin akan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Bagaimana dunia pendidikan seni bersikap dalam menghadapi perubahan zaman ini? Apakah kurikulumnya tetap dipertahankan untuk mencetak pelukis profesional yang konvensional. Akankah menyiapkan generasi pelukis profesional yang melek teknologi (literasi teknologi). Sehingga tetap eksis di zaman yang sama sekali akan berbeda dengan zaman sekarang. Siapa peduli?
Penulis: dosen Jurusan Seni Rupa FBS Unimed dan Pengelola Pusat Dokumentasi Seni Rupa Sumatera Utara.