Idi, (Analisa). Ratusan awak kapal/nelayan di Kabupaten Aceh Timur mengikuti bimbingan teknis (bimtek) Surat Keterangan Kecakapan (SKK) 60 Mil. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, 18-19 Oktober 2019, di Aula Gedung Serbaguna Aceh Timur, Jumat (18/10) dan dibuka oleh Asisten Keistimewaan Aceh, Ekonomi Pembanguna Setdakab Aceh Timur, Usman A. Rachman.
"Aceh Timur merupakan salah satu sentra produksi perikanan tangkap khususnya di wilayah timur Provinsi Aceh, selain itu Aceh Timur juga salah satu wilayah yang memiliki luas laut di Aceh," kata Usman.
Ia menjelaskan, pada 2018 diperkirakan jumlah produksi perikanan di Aceh Timur berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 28.775 ton dengan berbagai jenis ikan yang ditangkap.
Adapun jenis ikan, yang ditangkap oleh nelayan Aceh Timur yakni ikan layang, kembung, selar, tongkol, cakalang, biji nangka dan sejumlah jenis ikan lainnya.
"Pada 2018 tercatat jumlah nelayan di Aceh Timur sebanyak 20.040 orang dengan dukungan armada penangkapan sebanyak 3.138 unit perahu penangkapan terdiri atas 533 unit perahu tanpa motor, 1.001 unit perahu motor tempel dan 1.604 perahu motor," terangnya.
Pihak Pemkab Aceh Timur menyambut baik terselenggaranya pelatihan SKK 60 Mil bagi nelayan Aceh Timur dan sekitarnya, dengan harapan ke depan risiko kecelakaan laut bagi nelayan dapat terus ditekan.
Sebelumnya, instruktur dari Politeknik Pelayaran Malahayati Husmiadi dalam laporannya menyampaikan beberapa hal terkait pelaksanaan kegiatan pelatihan SKK 60 Mil ini.
“Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Politeknik Malahayati dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, sumber anggaran dari Kementerian Perhubungan,” kata Husmiadi.
Ia mengatakan, laut merupakan salah satu sumber ekonomi masyarakat, oleh karena itu para pemeran yang bergerak di dunia kelautan, dalam hal ini nelayan harus memahami peraturan hukum yang berlaku dan peraturan keselamatan tentunya.
“SKK 60 Mil ini sangat bermanfaat untuk pelaut, agar mereka memahami dan mengerti tentang keselamatan jiwa dan pelayaran. Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan mutlak dan tanggung jawab bersama baik regulator, operator dan juga pengguna jasa,” tutur Husmiadi.
Indikator dari penyelenggaraan transportasi yang berbasis keselamatan, katanya, adalah jika angka kecelakaan dapat ditekan serendah mungkin. Peristiwa kecelakaan transportasi laut dapat setiap saat terjadi, oleh karena itu semua pihak harus melaksanakan dan memastikan telah memenuhi standar dan prosedur keselamatan yang berlaku.
Untuk itu diperlukan komitmen bersama, baik regulator, operator maupun pengguna jasa untuk menjadikan keselamatan sebagai budaya sehingga pemahaman aturan tentang keselamatan kapal, kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang andal menjadi tidak lagi untuk sekadar pemenuhan tanggung jawab dan kewajiban melainkan sudah menjadi kebutuhan.
Pelaksanaan SKK 60 ini diikuti 200 peserta dari kawasan Idi Rayeuk dan sekitarnya. "Supaya kita semua dapat memastikan kapal dapat terkendarai dengan baik, sehingga tidak perlu kita dengar lagi adanya kecelakaan di laut ataupun sungai,” harap Husmiadi. (bsr)