
Oleh: dr Andry Lukandy
SALAH satu penyebab mata merah dan paling banyak dikeluhkan khususnya pada lansia adalah sindroma mata kering (Dry Eye). Sebelum membahas Sindroma mata kering, perlu diketahui fungsi fisiologis air mata itu.
Air mata berfungsi untuk lubrikasi, mengeluarkan atau membilas benda asing di mata, mengurangi resiko infeksi pada permukaan bola mata. Air mata merupakan cairan netral atau sedikit sedikit alkalis (pH 7). Tirai air mata yang sehat bergantung pada fungsi unit lakrimal (air mata) yang optimal dan terdiri atas lapisan permukaan mata (kornea, konjungtiva, kelenjar lakrimal asesorius dan kelenjar meibom), kelenjar lakrimal utama dan invervasi interkoneksi. Disfungsi komponen ini dapat menyebabkan mata kering.
Sindroma mata kering menurut Dry Eye Workshops (DEWS) merupakan penyakit air mata dan lapisan permukaan mata (ocular surface) yang bersifat multifaktoral, dengan gejala klinis berupa rasa tidak nyaman, gangguan penglihatan serta ketidakstabilan tear film (tirai air mata) yang berpotensi merusak lapisan permukaan mata. Kondisi ini disertai dengan peningkatan osmolaritas tirai air mata dan peradangan lapisan permukaan mata. Mata kering merupakan penyakit mata yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sindrom mata kering meningkatkan beban yang signifikan terhadap suatu individu termasuk fungsi sosial, pekerjaan dan menurunkan kualitas hidup.
Prevalensi mata kering meningkat seiring dengan usia, 15 persen berusia di atas 65 tahun. Mata kering lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita pascamenopause. The Women’s Health Study Questionnaire (WHSQ) mengungkapkan bahwa prevalensi bervariasi sekitar 4,3 persen pada pria Amerika hingga 21,6 persen pada wanita Asia. Komite DEWS juga menunjukkan bahwa pada Asia Tenggara prevalensinya setinggi 20,0-52,4 persen. Penelitian yang dilakukan di Sumatera menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya sindroma mata kering sekitar 27,5 persen.
Mayoritas dari hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi sindrom mata kering pada wanita sekitar 1,33 hingga 1,74 kali lebih tinggi daripada pada pria. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa individu yang berusia di atas 40 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi daripada individu yang berusia lebih muda. Walaupun terdapat heterogenitas di antara studi ini, jelas bahwa gejala mata kering lebih sering dijumpai pada wanita, usia tua, dan populasi Asia.
Faktor resiko terjadinya mata kering dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu 1) Terbukti memiliki resiko terhadap mata kering: usia tua, wanita, terapi estrogen pasca menopause, asupan asam lemak omega 3 yang rendah, obat Antihistamin, Connective-tissue disease, Pembedahan LASIK dan refractive excimer laser, terapi radiasi, transplantasi hematopoetik sel punca, defisiensi vitamin A, infeksi hepatitis C serta defisiensi androgen. 2) Diduga memiliki faktor resiko terhadap sindroma mata kering: etnis Asia, obat-obatan (antidepresan trisiklik, selective serotonin reuptake inhibitor, diuretik, beta-blocker), diabetes melitus, infeksi HIV, kemoterapi, luka insisi luas pada mata, ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) dan penetrating keratoplasty, isotretinoin, lingkungan dengan kelembaban rendah serta sarkoidosis. 3) Belum jelas memiliki resiko terhadap sindroma mata kering: perokok, etnis Hispanik, Obat-obatan (antikolinergik, anxiolitik, antipsikotik), konsumsi alkohol, menopause, injeksi botulinum toksin, jerawat, kontrasepsi oral dan kehamilan.
Mata kering merupakan hasil dari kombinasi dari beberapa faktor, seperti obat topikal dan sistemik, lensa kontak, operasi mata dan prosedur non-bedah. Lensa kontak dan cairan perawatannya dapat menginduksi sindrom ini. Bahkan, operasi katarak bersama dengan obat topikal pasca-prosedur, dapat menyebabkan sindrom mata kering.
Mata kering diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu yang didasarkan pada peningkatan penguapan air mata serta pada penurunan produksi air mata. Peningkatan penguapan air mata paling banyak disebabkan oleh blefaritis posterior (peradangan kelopak mata bagian dalam dalam) yang menyebabkan disfungsi kelenjar meibom. Pada kondisi ini, terjadi disfungsi kelenjar lakrimal yang berfungsi untuk memproduksi lapisan lemak pada tirai air mata. Penyebab lainnya adalah berkurangnya frekuensi berkedip atau abnormalitas struktur posisi palpebra. Penurunan jumlah air mata menyebabkan hiperosmolaritas tirai air mata dan lapisan permukaan mata yang menyebabkan inflamasi.
Gejala klinis
Gejala klinis sindroma mata kering dapat berupa iritasi ringan sampai rasa terbakar, mata terasa kering seperti ada pasir serta fotofobia (silau). Gejala tersebut cenderung memburuk menjelang sore hari setelah mata terpapar sinar dalam jangka waktu lama atau ketika mata terpapar pada lingkungan yang kurang kondusif yaitu pada kondisi kelembaban rendah dan pada ruangan ber-AC. Pada stadium lanjut, kornea akan mengalami kalsifikasi terutama apabila berkaitan dengan pengobatan topikal seperti antiglaukoma dan keratinisasi kornea dan konjungtiva.
Keluhan pasien mata kering bervariasi dan umumnya berupa rasa tidak nyaman, kering, gatal, rasa mengganjal, rasa seperti terbakar, silau, nyeri, buram atau rasa tidak nyaman kepada pemakaian lensa kontak. Pada kasus yang berat, mata kering dapat menyebabkan gangguan tajam penglihatan menetap.
Tanda klinis mata kering juga bervariasi, bergantung pada penyebab spesifiknya serta pada seberapa berat penurunan stabilitas tirai air mata yang dinilai dengan tear break-up time (TBUT).
Dua keluhan yang menjadi petunjuk penting bahwa pasien menderita mata kering yaitu eksaserbasi iritasi oleh stres lingkungan dan eksaserbasi iritasi oleh aktivitas yang membutuhkan penglihatan dalam waktu yang lama.
Selain itu juga tersedia sejumlah kuesioner untuk mengevaluasi gejala mata kering, termasuk derajat, pengaruh pada aktivitas harian serta kualitas hidup.
Pendekatan klinis terbaik melibatkan penggunaan kuesioner dan analisis faktor resiko sebagai bagian dari riwayat penyakit pasien, pemeriksaan mata anterior dan diagnosis banding berdasarkan jawaban pasien.
Berdasarkan derajat klinis, sindroma mata kering dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Derajat 1 (ringan). Pasien dengan keluhan mata kering pada kondisi lingkungan normal tetapi tanpa disertai tanda klinis pada pemeriksaan lampu celah. Pemeriksaan invasif elektrofisiologik seperti hiperosmolaritas, hipolisozim atau sitokin inflamasi dapat positif.
2) Derajat 2 (sedang). Selain mengeluhkan gejala mata kering, juga disertai tanda klinis berupa erosi epitel, keratopati punktata, keratitis filamentosa, TBUT (tear berak-up) memendek.
3) Derajat 3 (berat). Pasien mengalami keluhan mata kering, disertai gambaran klinis seperti ulkus kornea, kekeruhannya kornea, neovaskularisasi kornea, atau metaplasia epitel skuamosa. Tanda-tanda ini umumnya terlihat pada pasien yang tidak diobati.
Pasien dengan gejala mata kering sering memiliki faktor penyerta, sehingga penting untuk mengatasi faktor penyebab sesungguhnya. Penggunaan substitusi air mata (tear replacement) sebagai tatalaksana utama umumnya tidak akan berhasil jika faktor penyebab belum diterapi. Dokter harus mengedukasi pasien mengenai penyebab dan kronisitas mata kering. Harapan yang realistik untuk target terapi harus ditentukan dan didiskusikan dengan pasien. Edukasi pasien merupakan hal yang penting untuk keberhasilan tatalaksana kondisi ini.
Terapi pengobatan
Pasien dengan gejala mata kering tanpa disertai tanda-tanda klinis sebaiknya diberikan terapi percobaan dengan air mata buatan, dengan terlebih dahulu menyingkirkan penyebab yang berpotensi mengiritasi permukaan bola mata. Pada pasien dengan diagnosis sindroma mata kering ringan, faktor eksogen harus diperbaiki. Merokok berkaitan dengan mata kering karena efeknya terhadap lapisan lemak dan protein tirai air mata. Melembabkan udara dan menghindari pajanan angin menggunakan pelindung serta mengubah karakteristik aliran udara di tempat kerja, rumah dan mobil juga dapat dilakukan.
Bila banyak melakukan aktivitas di depan komputer atau membaca, menurunkan posisi layar komputer di bawah garis mata untuk mengurangi besar bukaan/fisura palpebra, istirahat teratur dan meningkatkan refleks berkedip akan memperbaiki kondisi ini.
Pasien juga diedukasi tidak boleh menggunakan cairan hasil rebusan tumbuh-tumbuhan untuk mengobati keluhan, karena tingkat keasaman (pH) tidak sesuai dengan pH normal yang terdapat pada permukaan mata. Hal ini dapat menyebabkan perubahan tingkat keasaman pada permukaan mata terutama pada epitel kornea dan konjungtiva sehingga dapat berujung pada kerusakaan permukaan mata seperti luka pada kornea yang meningkatan resiko infeksi pada mata.
Pemulihan homeostasis film air mata merupakan tujuan utama dalam pengobatan sindrom mata kering. Dengan mengetahui penyebab utama sindrom mata kering oleh karena defisiensi air mata, evaporasi atau keduanya penting dalam memilih strategi manajemen yang paling tepat.
Penatalaksaan sindrom mata kering sangat tergantung dari tingkat keparahan.
Pada kasus derajat ringan, hanya diperlukan air mata buatan tanpa pengawet diberikan sebanyak 4 kali sehari, namun tetes mata dengan pengawet cukup untuk pasien mata kering derajat ringan dan lapisan permukaan mata yang sehat. Selain itu kompres hangat, pijat kelopak mata dan pemakaian salep pelumas saat tidur juga membantu mengatasi mata kering yang ringan. Pada kasus derajat sedang, air mata buatan diberikan mulai 4 kali sehari hingga tiap jam. Selain penggunaan salep pelumas saat tidur dianjurkan untuk menutup saluran pembuangan air mata sebelah bawah dengan penutup yang dapat dilepas.
Kasus derajat berat diberikan terapi seperti pada kasus ringan dan sedang ditambah dengan tarsorapi dan pengaturan kelembaban ruangan, sampai penggunaan imunosupresan seperti siklosporin A. Penyakit mata penyerta seperti blefaritis atau meibomianitis, trikiasis dan malposisi kelopak mata harus diobati.