
SEJUMLAH ilmuwan lontarkan gagasan membuat kuburan satelit yang sudah mati di orbiter luar angkasa. Dengan itu diharapkan risiko ancaman bagi Bumi dari tabrakan sampah antariksa bisa diminimalkan.
Inilah sebuah kuburan sunyi jauh di atas orbit Bumi. Gagasan terbaru para ilmuwan untuk mengatasai masalah sampah antariksa yang makin gawat adalah membuat "tempat sampah permanen" di luar angkasa.
Saat ini, ditaksir lebih 750.000 obyek buatan manusia berukuran lebih satu sentimeter, mengorbit Bumi. Sampah antariksa itu menjadi risiko terjadinya tabrakan dengan satelit yang masih aktif atau ancaman jatuh ke Bumi.
Sejauh ini belum ada resep atau cara ampuh dan murah untuk membersihkan sampah di orbiter dekat Bumi ini. Banyak gagasan untuk itu. Salah satunya adalah membangun kuburan satelit mati di orbiter jauh di luar angkasa pada ketinggian 35.000 km dari permukaan Bumi. Gagasan yang dilontarkan Hempsel Austronautics dan Guest Associates Europe itu dirangkum dalam proyek Necropolis.
Gagasannya, jika semua satelit yang sudah mati dihimpun di satu lokasi yang jauh di atas Bumi, risiko terjadinya tabrakan dengan satelit yang masih aktif, atau bahkan jatuh ke Bumi ditekan sampai minimal. Demikian diungkapkan Roger Longstaff konsultan dari Guest Associates Europe.
Longstaff menambahkan, orbit geostasioner dekat Bumi memiliki nilai ekonomi trilyunan Dolar. "Jika sebuah satelit tertabrak pecahan sampah di orbiter ini, biasanya terjadi reaksi berantai, yang sulit dihentikan, karena di sana tidak ada tahanan udara. Jadi relatif lebih murah jika melontarkan sampah ini ke orbiter jauh lebih tinggi lagi" ujar konsultan teknologi luar angkasa ini.
Teknologi satelit modern, biasanya dilengkapi mekanisme de-orbiting setelah tugas operasionalnya berakhir. Jika ini dihidupkan, untuk melontarkannya ke orbit lebih tinggi, ongkosnya jauh lebih murah dibanding metode pembersihan sampah antariksa lainnya. Di Necropolis, nantinya terbentuk kuburan satelit, dan jika penuh konsisnya akan mirip seperti "death star" dalam film Star Wars.
Walaupun idenya kelihatan cemerlang, namun pakar antariksa dari University of Cape Town, Wei-yu Feng menentangnya. Feng yang bekerja untuk proyek Medusa, yang merencanakan "menangkap" sampah dan membawanya kembali ke Bumi, mengajukan argumen, ketimbang menambah risiko bahaya di luar angkasa, adalah lebih baik mengembalikan satelit mati ke orbit bumi, agar terbakar habis saat memasuki atmosfir.
Tewas
Pada tanggal 21 Juli 1969, ketika kru Apollo 11 dijadwalkan untuk meninggalkan permukaan bulan setelah kunjungan selama 22 jam, dua pernyataan di tinggalkan di meja Presiden Richard Nixon. Pernyataan itu berisi keinginan mereka yang telah pergi ke bulan untuk menjelajah permukaannya lebih luas hingga akhir hayat di sana.
Sudah ada kejadian kematian tercatat di luar angkasa, sebagian besar memang merupakan astronot NASA. Sepanjang sejarah, manusia telah kehilangan 18 orang di luar angkasa, termasuk astronot NASA sejak manusia pertama kali mengenal roket. Jumlah tersebut tergolong sedikit mengingat sejarah manusia mengirim orang ke ruang angkasa itu tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Ketika terjadi hal fatal, seluruh kru akan tewas, tidak meninggalkan seorang pun untuk bisa diselamatkan.
Namun seiring semakin dekatnya misi manusia ke Mars, ada besar kemungkinan bahwa orang-orang tersebut akan tewas, entah itu karena masalah di tengah perjalanan, tidak kuat dengan lingkungannya atau alasan lainnya. Semua masalah yang terjadi di Mars, masalah teknis ataupun kekurangan makanan, misalnya akan membuat seluruh kru dan koloni terdampar dan berusaha menghidupi diri mereka sendiri.
Tentang memindahkan manusia ke Mars, itu tidak dibicarakan sama sekali oleh NASA, rencana yang pasti adalah kunjungan manusia pertama kali ke Mars.
Tidak ada rencana pemukiman yang didiskusikan oleh NASA, tapi misi yang sudah ditentukan krunya telah mempersiapkan diri dan bisa menyentuh Mars setidaknya tahun 2040. "Journey to Mars" dari NASA menyembutkan perjalanan sejauh 3 tahun, menyertakan apa saja kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
Pertanyaan menarik dari ahli bioetika Emory University, Paul Wolpe, adalah apa yang akan terjadi di misi ke Mars ataupun stasiun bulan jika sampai ada kematian? Apa yang akan terjadi jika dibutuhkan berbulan-bulan sampai beberapa tahun hingga sebuah tubuh bisa kembali ke bumi atau sangat tidak memungkinkan untuk membawa tubuh tersebut kembali?
Astronot diketahui berangkat dalam kondisi yang prima dan sangat fit, sehingga kematian dari kru International Space Station (ISS) besar kemungkinan disebabkan karena kecelakaan selama menjelajahi luar angkasa. Menurut Chris Hadfield, astronot Kanada dan mantan komandan ISS, dalam skenario terburuk, banyak hal bisa terjadi selama menjelajahi ruang angkasa, misalnya: dihantam langsung oleh meteorit mikro, adanya sobek di baju astronotmu yang dalam hitungan detik bisa membuatmu lumpuh dan masih banyak lagi.
Astronot yang mengalami ekspos langsung terhadap "udara" luar angkasa hanya akan bertahan selama 15 detik sebelum tidak sadar diri. Sebelum tubuh mereka membeku, mereka akan tewas karena sesak nafas dan dekompresi.
Ekspos 10 detik terhadap kedap udara dari luar angkasa akan memaksa air di kulit mereka untuk menguap, sementara tubuh mereka akan mengembang keluar seperti balon yang sedang diisi udara. Paru-paru mereka akan bocor atau mengempis, kemudian setelah 30 detik mereka akan lumpuh kalau belum meninggal. (idntc/bdw/ar)