
KERAJINAN tangan merupakan kegiatan seni yang menitikberatkan pada keterampilan tangan dan fungsi untuk mengolah bahan baku yang sering ditemukan di lingkungan menjadi benda-benda yang tidak hanya bernilai pakai, tetapi juga bernilai estetis.
Dengan keahlian yang diturunkan dari generasi ke generasi, seni kerajinan Thailand telah lama menjadi cermin kreativitas dan kecerdasan rakyat Thailand.
Detail yang rumit dan metode teliti jadi pertunjukan dari penemuan seni, dan desain yang rumit jadi bukti adanya ketekunan. Selain itu, banyaknya bahan alami seperti rotan, daun palem, dan kelapa memungkinkan pengrajin Thailand untuk memproduksi kerajinan yang cantik dan murah.
Selama beberapa tahun terakhir, jumlah pengrajin terus menurun, tetapi dengan dukungan luar biasa dari Yang Mulia Putri Maha Chakri Sirindhorn, sekolah kerajinan Royal Craftmen College, yang terletak di Grand Palace, didirikan untuk mengajar mereka yang tertarik mempelajari ilmu kerajinan yang tengah terancam ini, dan untuk mempertahankannya sebagai bagian dari warisan budaya negara.
Kini hasil kerajinan tangan warga Thailand, yang menjadi tuan rumah penyelenggaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-35 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dipamerkan. Pameran berbagai jenis kerajinan tangan turut memeriahkan KTT tersebut di IMPACT Arena, Nonthaburi, Thailand, Sabtu (2/11).
Bertajuk Green Café: Thailand Going Green for Sustainable ASEAN 2019, pameran tadi menampilkan karya kerajinan seperti tas dan dompet berbahan dasar pelepah pisang, rotan, serta kain tradisional Thailand.
Selain itu, disediakan pula stan lokakarya agar para pengunjung di Media Center IMPACT Arena dapat mempraktikkan cara pembuatan mainan tradisional dari janur kelapa.
Pembangunan berkelanjutan
Orang tua biasa mengajarkan teknik membuat mainan tradisional ini kepada anak-anak mereka, ujar Saranya Ruangjariyasilp, staf yang bertanggung jawab mengelola Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Central Group kepada Antara.
Central Group adalah salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah Thailand untuk menyediakan stan-stan kerajinan tangan di lokasi penyelenggaraan KTT ASEAN.
Keberadaan stan-stan kerajinan tangan tersebut sesuai dengan tema keketuaan Thailand untuk ASEAN tahun ini yakni “Memajukan Kemitraan untuk Keberlanjutan”.
Di bawah tema tersebut, Thailand ingin membangun keberlanjutan di semua dimensi, termasuk keamanan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang meliputi ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Aspek inklusivitas juga ditunjukkan melalui pameran kerajinan yang digagas Thailand, dengan melibatkan para penyandang disabilitas. Pakjitpakjai, salah satunya, adalah merek karya kerajinan yang bertujuan memberdayakan tunanetra.
Didirikan Thailand Association of the Blind pada 2018 di Chiang Mai, lokakarya ini menghasilkan produk karya seni seperti tas, syal, dan dompet dari kain katun yang disulam mengikuti metode Jepang yakni Sashiko.
Kami ingin menciptakan peluang kerja bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan penglihatan yang mengandalkan indera sentuhan mereka, jelas Wandee Suntivumetee, pengelola lokakarya yang saat ini telah memberdayakan hingga 32 orang tunanetra. (ant/tst/es)