Tabuh suara gendang Jawa, jidor, harmonuim (alat musik khas melayu) dan alat musik modren seperti drum, ‘keyboard’ memecah konsentrasi para mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di USU yang mengalun bercirikhas Jawa. Sementara para pelakon yang terdiri dari Jumadi (65), Suwarsono (54), Jumirin (57), Tamino (53), Mistik (48), Waris (65), andre (21), Hartono (40), dan Sunardi (65) sibuk berdandan hingga mempersiapkan busana yang akan dibawakan.
Sore itu sekitar pukul 16:00 Wib pada tanggal 20 Februari lalu, acara pagelaran ketoprak pun digelar di Pendopo FIB-USU . Kali ini lakon yang dibawakan berjudul ‘Berjanji di Tepi Sungai Deli’ yang dibawakan oleh grup Ketoprak Dor dari Langen Setio Budi Lestari. Dimana grup ini juga tergabung dalam Komunitas Jawa Deli atau lebih dikenal JeDe.
Tidak seperti di tempat asalnya, dimana ketoprak dibawakan dalam bahasa jawa. Kali in bahasa yang digunakan dalam membawa lakon ini adalah bahasa Indonesia yang diramu dengan dialek-dialek Medan yang kocak. Hal ini untuk mempermudah para penonton agar lebih paham dan mengerti lakon yang dibawakan.
Lakon berjudul ‘Berjanji di Tepi Sungai Deli’ ini menceritakan seorang wanita yang setia menanti pasangannya yang tak kunjung kembali dari perantauan. Hingga sang ayah melakukan sayembara bagi kaum adam yang mampu memikat sang putrinya.
Penggagas Komunitas JeDe Mas Yono atau lebih dikenal Yono USU menjelaskan, para pemain hanya dikasih arahan dan inti dari cerita serta dimana letak konfliknya. Agar cerita dilakonkan semenarik mungkin dan kocak. Selebihnya mereka melakukan improvisasi dengan atraksi perkelahian dan dialek-dialek yang membuat para penonton terhibur.
Pagelaran Ketoprak Dor ini merupakan kerjasama Teater O USU, Sempurna Community, Komunitas JeDe, dan Rumah Cemara. Sekaligus memperkenalkan berkesian ketoprak dikalangan mahasiswa.
Sebenarnya apa itu Ketoprak Dor? Ketoprak Dor adalah seni pertunjukan rakyat dengan gaya opera dan merupakan warisan tradisi hiburan orang-orang Jawa Deli di Sumatera bagian Timur. Seni pertunjukan ini lahir di tengah-tengah situasi perbudakan terburuk dalam sejarah di Asia Tenggara dan menjadi bagian sejarah kuli kontrak di Tanah Deli pada masa penjajahan Belanda.
Ketoprak Dor merupakan produk asimilasi kesenian dengan kemasan yang tidak lagi seratus persen Jawa. Didalamnya ada campuran budaya Melayu, India, Tionghoa, dan Jawa dalam berkesenian. Ciri khas pertunjukan ini yaitu bahasa, lakon, dan musik. Lakon-lakon yang dibawakan tidak selalu tentang kisah kepahlawanan, satria dari Jawa. Tetapi hikayat dari Tanah Deli dan cerita keseharian masyarakatnya yang disampaikan secara humor. Gelaran ketoprak ini tak lain untuk melepas kerinduan mereka akan Tanah Jawa. (ferdy)