Air untuk Kehidupan yang Lebih Baik

air-untuk-kehidupan-yang-lebih-baik

Oleh: Eko Afriani Banjarnahor. Pada debat kedua capres Indonesia (17/02/2019), kandidat capres Prabowo Subianto sempat menying­gung swasembada air. Prabowo berpendapat bahwa Indonesia dapat berhasil jika dapat me­menuhi pangan untuk rakyat, energi, dan air tanpa impor. Impor air menjadi topik yang ramai dibicarakan, terutama di media sosial. Peran air yang begitu kru­sial memang harus mendapat perha­tian apabila suatu negara ingin berhasil.

Setiap 22 Maret, kita merayakan Hari Air Sedunia (World Water Day). PBB se­bagai organisasi internasional yang mem­prakarsai perayaan terse­but menya­dari perlu mendorong kesadaran dan kepedulian masya­rakat dalam upaya ber­sama meman­faatkan dan melestarikan sum­­ber daya air secara berkesinam­bu­ngan.

Air merupakan kebutuhan hidup pokok manusia. Kebutuhan air meningkat seiring meningkatnya kebutuhan manu­sia. Sebagai kebu­tuhan pokok, kelang­kaan air bersih tentu dapat menimbulkan konflik antarmanusia. Forum Ekonomi Dunia (WEF) melaporkan bahwa krisis air bersih merupakan peringkat kelima (top 5) bahaya global dalam hal dam­paknya terhadap masyarakat. Bahkan para ilmuwan berpendapat bahwa perang akibat perebutan air bersih mungkin dapat terjadi di masa depan.

Fakta di Lapangan

Permukaan bumi terdiri atas 71% perairan dan 29% daratan. Meskipun per­mukaan bumi terdiri atas 71% perairan, ha­nya 2,5% termasuk air tawar, sisanya me­rupakan air asin (lautan). Menurut The United States Geological Survey Water Science School, sekitar 68,7% air tawar dunia berada di kutub (baik sebagai es maupun gletser), 30,1% berada di da­lam tanah, dan 1,2% merupakan air per­mukaan, yang me­me­nu­hi sebagian besar kebutuhan mahkluk hidup.

Menurut Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 40% populasi dunia mengalami krisis air bersih, terkhusus negara-negara berkem­bang seperti India, Somalia, Pakistan, Bangladesh dan negara lainnya, termasuk Indonesia. Sebanyak 844 juta penduduk dunia hidup tanpa akses air bersih. Setiap tahun, lebih dua juta manusia, khususnya anak-anak meninggal akibat kekurangan air bersih.

Di Indonesia, sekitar 27 juta penduduk ke­kurangan air bersih, dan 51 juta pen­duduk kekurangan akses untuk me­n­da­patkan fasilitas sanitasi yang baik. Bah­kan Jakarta sebagai ibukota negara Indone­sia termasuk 10 kota di dunia yang te­rancam akan kelangkaan sumber air bersih.

Penyebab Krisis Air Bersih

Ketersediaan air bersih yang terbatas disusul meningkatnya populasi penduduk dunia menye­babkan kelangkaan air bersih. Kesadaran peduli lingkungan ma­syarakat yang rendah turut menyum­bang kri­sis ini. Pembukaan lahan (hutan) baik un­tuk tempat tinggal, gedung-gedung me­wah, pertanian, maupun industri me­ngu­­rangi daerah resapan air hujan. Aki­batnya, air hujan tidak terserap dengan baik, malah mengakibatkan banjir yang dapat mencemari ketersediaan air bersih di permukaan.

Pencemaran air tanah dan air permu­kaan umumnya disebabkan oleh limbah industri, pertanian, dan rumah tangga. Lim­bah-limbah tersebut mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang me­resep ke tanah dan mencemari air ta­nah. Selain itu, limbah industri dan rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai dan danau dapat mencemari air permu­kaan.

Pemanasan global dan perubahan iklim telah mengganggu siklus hidrologi. Padahal siklus hidrologi sangat penting dalam upaya mem­peroleh air bersih. Di beberapa negara terjadi kekeringan ber­ke­pan­jangan, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2012, beberapa negara di Afrika Timur mengalami kemarau pan­jang yang mengakibatkan gagal panen dan kelangkaan sumber air bersih.

Dalam kurun tiga tahun terakhir, be­berapa wilayah Indonesia meng­alami musim kemarau panjang. Sumur-sumur warga mengering, air bersih pun menjadi barang mahal. Buruknya manajemen pengelolaan air dan infrastruktur yang tidak memadai semakin memperparah kondisi ini.

Upaya Mengatasi

Krisis air bersih merupakan ancaman bagi kehidupan kita bersama dan generasi kita. Upaya mengatasi krisis ini harus dimulai dari sekarang. Upaya mengatasi krisis ini juga harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah, lembaga swasta, maupun masya­rakat umum. Beberapa teori dan upaya mengatasi krisis ini sudah lama didengungkan, hanya saja kita tidak se­rius menanggapinya. Pemerin­tah se­bagai motor penggerak dalam berne­ga­ra harus aktif dan serius mengam­pe­nyakan isu ini. Regulasi-regulasi terkait tata ruang, pembukaan lahan baru, dan pem­­bua­ngan limbah pada kegiatan in­dustri dan rumah tangga harus diterapkan dan menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pelanggaran. Pembangunan in­fra­struktur pengelolaan air untuk wi­layah-wilayah yang jauh dari sumber air harus terus diupayakan, agar pusat sum­ber air bersih tidak terfokus hanya pada satu titik saja.

Masyarakat harus menyadari bahaya global ini. Setetes air sangat berharga bagi kehidupan. Kesadaran ini harus ada pada setiap pribadi, bahkan kesadaran ini perlu ditanamkan sejak dini. Anak-anak diajarkan peran penting air dan ketersediaannya yang terbatas.

Para orang tua menjadi role model dalam menghemat air di rumah, seperti mematikan keran air pada saat tidak dipakai, tidak mandi berlama-lama, dan memanfaatkan sisa air bersih untuk keperluan lain, misalnya untuk menyiram bunga. Sekolah pun bisa turut aktif untuk save water ini. Para siswa diingatkan untuk menjaga alam melalui materi pela­jaran dan kegiatan sekolah.

Semoga dengan melibatkan para ge­nerasi muda ini, kita dapat meng­an­tisipasi ma­salah air bersih di masa depan.

Selamat hari air sedunia .…

Setetes air sangat berharga

Penulis pemerhari lingkungan/Alumnus Universitas Negeri Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi