
Medan, (Analisa). “Perhatian mereka terhadap guru sangat tulus. Meski sudah empat puluh tahun meninggalkan bangku sekolah, mereka tetap ingat kepada kami, para gurunya”. Ungkapan ini disampaikan J Ester (76) mantan guru Perguruan Hang Kesturi Medan pada “Ruby Reunion SMA Hang Kesturi ‘79” di Hotel Emerald Garden Jalan KL Yos Sudarso, Medan, Jumat (29/3) malam.
J Ester yang mengajar bahasa Mandarin di Perguruan Hang Kesturi dalam kurun waktu 1963-1976 tersebut merasa terharu dengan perhatian diberikan murid-muridnya.
“Angkatan mereka ini termasuk kompak dan banyak yang berhasil,” ujar Ester yang saat ini mengajar bahasa Mandarin dan bahasa Inggris di Perguruan Sutomo, Medan.
J Ester merupakan salah satu dari 13 guru yang hadir pada acara reuni tersebut. Sementera alumni SMA Hang Kesturi ‘79 sendiri yang hadir sedikitnya 150 orang.
Kisah yang agak ‘aneh’ di sampaikan Matius Yusuf. Meski disebut guru namun usia Matius sebaya dengan muridnya. Bahkan tidak sedikit yang lebih tua darinya. Salah satu murid yang lebih tua misalnya, Ketua Panitia Darwo Lim. Matius berusia 58 tahun. Sedangkan Darwo 59 tahun.
Kok bisa murid lebih tua dari gurunya? Matius yang saat ini merupakan Direktur Pemasaran Podomoro Land menceritakan, saat itu atau pada 1978 begitu tamat dari SMA Methodist Hang Tuah ia mengajar matematika di Perguruan Hang Kesturi. Namun ia mengajar di kelas 2. Tapi ketika guru matematika kelas 3 berhalangan, ia yang menggantikannya.
Grogi
“Agak grogi mengajar murid yang lebih tua dari saya. Apalagi saat itu merupakan pertama kali saya mengajar. Ini merupakan kenangan yang tak terlupakan,” ujarnya.
Matius yang pertama kali mengajar pada usia sekitar 17 tahun itu merasa senang dan bangga atas apresiasi yang diberikan para muridnya tersebut. “Tidak mudah lho mengumpulkan orang setelah berpisah 40 tahun lamanya, apalagi mereka yang saya dengar tersebar di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Taiwan, Hongkong, Singapura, Jepang dan tentunya berbagai daerah di Indonesia,” ungkapnya.
Pengalaman lain disampaikan MG Simbolon (83). MG Simbolon yang mulai mengajar di Perguruan Hang Kesturi pada 1968 ini lulusan sarjana fisika. “Tapi tahu saya mengajar apa? Saya mengajar seni suara dan seni lukis. Tak ada yang mengajar mata pelajaran tersebut ketika itu,” ungkapnya.
Sementara guru yang mulai mengajar pada 1974 dan masih aktif hingga saat ini adalah W Tinambunan. Guru kesenian yang saat ini menjabat Wakil Kepala Sekolah (WKS) 3 Perguruan Hang Kesturi mengaku ‘keluarga Peguruan Hang Kesturi’. Bagaimana tidak, empat anak dan dua adiknya semua bersekolah di sini. “Tiga cucu saya sekarang juga sekolah di Hang Kesturi,” ungkapnya.
Malam reuni itu sendiri berlangsung meriah. Begitu memasuki ruangan acara, sudah ada langsung berpelukan. Ada yang setelah 40 tahun baru kali ini ketemu. “Begitu tamat pada 1979 sudah ada yang langsung ke meninggalkan Kota Medan untuk menempuh pendidikan atau mencari penghidupan di daerah dan negara lain,” ujar Darwo Lim.
Pada acara bertema, “A Moment to Remember” ini, para alumni memberikan bingkisan kepada para guru. “Karena bagaimanapun keberhasilan kami semua tidak terlepas dari peran guru dan sekolah,” kata Darwo.
Reuni juga akan diisi dengan sesi “In Memoriam”. Sesi ini berisi renungan untuk rekan alumni yang sudah tiada. Sejumlah rekan mereka yang sudah terlebih dahulu meninggalkan mereka tampilkan fotonya. Acara yang awalnya sangat riuh kemudian menjadi hening ketika memasuki sesi ini. Doa dipanjatkan melalui hening cipta kepada rekan-rekan yang terlebih dahulu berpulang.
Acara kembali meriah saat drama musikal. Para alumni yang rerata berusia menjelang 60 dan 60 tahun ke atas tersebut, tampil menggenakan pakaian seragam SMA. Mereka memparodikan suasana saat mereka bersekolah dulu. Ada yang pacaran dan berboncengan sepeda ke sekolah kemudian dihadang ‘preman’ sekolah. Reuni di akhiri dengan lagu Kemesraan dan Kapan-kapan. (rrs)