Musik Keras, Pengalaman Asyik Beresiko

musik-keras-pengalaman-asyik-beresiko

HATI-HATI, boleh jadi musik telah mengisi seluruh ruang emosi manusia. Nada-nada yang menyusupi gendang telinga bak mengantarkan pesan pada relung-relung pikiran, hingga akhirnya menetap di dalam jiwa pendengarnya. Namun pada saat yang sama mendengarkan musik berisiko kehilangan pendengaran.

Oleh: Adelina Savitri Lubis. Akuilah, apa pun genrenya musik telah diakui sebagai salah satu sumber kebahagiaan manusia. Asalkan musik yang didengar tak melampui ambang batas suara di gendang telinga. Setidaknya PBB memperingatkan bahwa lebih dari 1 miliar orang usia 12 hingga 35 tahun berisiko kehilangan pendengaran karena mendengarkan musik keras di perangkat audio mereka.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Persatuan Teleko­munikasi International (ITU), bahkan telah meluncurkan standar interna­sional baru untuk membuat ponsel pintar dan perangkat lain lebih aman untuk didengarkan.

Mendengarkan musik melalui sambungan earphone pada ponsel merupakan pengalaman menga­sikkan. Persis teman pendamping sepanjang perjalanan, juga pada fungsinya mengobati sepi saat membunuh waktu. Begitupun mendengarkan musik keras sangat tidak aman, dan bisa menyebabkan kerusakan pendengaran permanen.

Peringatan yang dikeluarkan WHO ini, angka 1,1 miliar orang beresiko mengalamai masalah pendengaran berdasarkan studi yang dilakukan empat tahun lalu. Hal itu diungkapkan oleh pejabat teknis WHO untuk pencegahan ketulian dan gangguan pendengaran, Shelly Chadha. Studi itu, menurutnya berfokus pada kebiasaan anak muda dan volume suara yang umumnya mereka dengarkan.

“Jadi, upaya kami melalui standar ini sebenarnya memberdayakan pengguna untuk membuat pilihan dan keputusan mendengarkan yang tepat dan baik, untuk mendengarkan dengan aman atau berisiko terkena gangguan pendengaran dan tinnitus kelak” kata Shelly Chadha, persis yang Analisa lansir dari berbagai sumber.

Faktanya WHO dan ITU mela­porkan 466 juta orang mengalami cacat pendengaran. Sebagian besar di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan jumlahnya akan mening­kat menjadi lebih dari 900 juta orang pada 2050 mendatang. Badan-badan tersebut mengatakan separuh dari semua kasus gangguan pendengaran bisa dicegah melalui langkah-langkah kesehatan masya­rakat.

Usulan mengenai perangkat lunak pada perangkat audio pribadi yang mengukur berapa lama dan seberapa keras pengguna mendengarkan musik menjadi catatan atas studi itu. Terma­suk juga imbauan sistem pengu­rangan volume otomatis pada ponsel cerdas dan perangkat lain, bahkan kontrol volume yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

Sisi lain, seorang peneliti musik, Chris­topher Small, me­nga­takan, hanya mu­sik yang mampu menge­tahui bagaimana diri seseorang, bagaimana hubungannya dengan dunia luar, dan orang di sekitarnya. Seperti ruang nyaman, musik mem­be­rikan itu bagi pen­dengarnya.

Barangkali, itu sebab ketika seseorang dilanda kesedihan, musik yang didengarkan sesuai dengan yang dirasa. Pun sebaliknya ketika gem­bira, dengan harapan bisa melupakan kesedihan, lagu-lagu gembira pun mendominasi perasaan.

Semua tergantung dari bagaimana orang itu ingin bersikap atas perasaan sedih yang dirasakan. Tak dipungkiri pastinya orang itu sudah terhubung dengan emosi sedihnya. Bagaimana kemudian dia bersikap atas yang dirasakan menjadi pekerjaan rumah otak selanjutnya. Bahkan sejak lampau, musik telah dikenal sebagai media terapi dalam ilmu kesehatan.

Terapi musik adalah sebuah proses interpersonal di mana terapi meng­gunakan musik dan semua aspeknya untuk membantu meningkatkan, mengembalikan atau memperta­hankan kesehatan seseorang. Biasa­nya penggunaan terapi musik digu­nakan untuk mencari tahu kebutuhan fisik, emosional, kognitif, dan sosial seseorang.

Ancaman ketulian secara perma­nen ini memang mengejutkan. Namun setidaknya pemerintah dan produsen dapat melaksankan standar yang disarankan WHO, apalagi disimpulkan secara dini gangguan pendengaran yang melumpuhkan akan meningkat secara signifikan di tahun-tahun mendatang.

()

Baca Juga

Rekomendasi