
Medan (Analisa). Rapat itu digambarkan berlangsung ricuh. Beberapa peserta sudah bangkit dari kursi masing-masing. Mereka saling tuding. Kukuh memertahankan pendapat mereka. Ada yang menginginkan dasar negara berdasar syariat Islam, ada kelompok yang menolak.
Di tengah kericuhan itu, seorang laki-laki berperawakan tinggi besar, tiba-tiba bangkit dan berjalan ke arah podium. Laki-laki itu mengenakan peci hitam, celana panjang dan baju putih. Ia lalu mengangkat tangan kanannya, menenangkan peserta rapat. Seperti tersihir, seluruh peserta rapat langsung duduk terdiam. Saat laki-laki muda itu mulai berpidato, lamat-lamat mulailah mengalun instrumentalia lagu Indonesia Pusaka.
'Izinkanlah saya menjawab pertanyaan saudaraku. Apa dasar negara kita? Ada lima azas. Satu rasa nasionalisme yang bisa menjamin seluruh warga bangsa. Negeri ini terdiri dari pulau-pulau. Suku-suku dan banyak bahasa. Hanya rasa kebangsaan yang bisa menyatukan itu semua. Rasa kebangsaan yang tidak sempit. Rasa kebangsaan untuk sebagian suku saja. Jadi saudara, saya seorang nasionalis, tapi nasionalisme saya yang mengunggulkan persaudaraan.
Jangan sampai kita mengembangkan nasionalisme yang mengisolasikan diri, tapi nasionalisme yang kukuhkan persaudaraan. Itulah yang saya sebut perikemanusiaan, butir kedua. Butir ketiga, setiap perselisihan yang ditimbulkan pergesekan suku atau agama diselesaikan secara musyawarah. Butir keempat, kesejahteraan sosial bagi se_luruh rakyat Indonesia. Butir kelima, bertakwah kepada Tuhan Yang Maha Esa."
Gedung bioskop pertama di sekolah
Kutipan dialog di atas diucapkan tokoh Bung Karno, yang diperankan aktor Ario Bayu dalam Film Soekarno garapan sutradara kondang, Hanung Bramantyo. Pemutaran perdana film Soekarno, Selasa (9/4) pagi menandai acara soft opening Auditorium Bung Karno dan Kolam Renang Sultan Iskandar Muda di Kompleks Perguruan Sultan Iskandar Muda, Medan Sunggal.
Acara itu dihadiri kurang lebih 200 orangtua siswa yang ikut acara nonton bersama Film Soekarno. Sejumlah tokoh masyarakat Tionghoa, yang menjadi donatur hadir seperti Rudy Kiswanto, Peter Suhendra, Suhendra dan Johny Ang hadir dan ikut nonton bersama.
Mewarisi semangat Bung Karno
Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, dr. Sofyan Tan saat memberikan sambutan dalam acara itu menyebutkan keberadaan bioskop itu merupakan yang pertama ada di lingkungan sekolah di Sumatera Utara, bahkan mungkin di Indonesia.
Pemilihan nama Bung Karno, Presiden pertama RI sekaligus salah satu tokoh proklamator RI atau bapak bangsa itu mengandung maksud agar siswa di Perguruan Sultan Iskandar Muda dapat meneruskan warisan nilai Bung Karno. Terutama kecintaan Bung Karno terhadap persatuan bangsa yang terbentuk atas beragam suku bangsa.
Bung Karno bukan sekadar penggali dan perumus Pancasila tapi juga mampu menyatukan suku-suku yang berbeda itu. Seratus, bahkan seribu tahun ke depan nama Bungka Karno akan tetap dikenal sebagai tokoh pemersatu bangsa Indonesia.
Sofyan Tan juga menyebutkan keberagaman bangsa Indonesia adalah sebuah fakta, sebuah sejarah yang tak bisa ditolak. Bangsa Indonesia terdiri atas 714 suku, dan memiliki lebih dari 1.200 bahasa daerah.
"Semua kekayaan itu harus kita pelihara, lewat pemutaran film-film yan mendidik, kita akan mewariskan semangat nasionalisme Bung Karno kepada generasi muda," katanya. Film sebagai media audio visual menurutnya memiliki kemampuan lebih untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada penontonnya.
"Kehadiran bioskop ini di sisi lain juga untuk mengurangi beban stres siswa karena padatnya jadwal pelajaran," ujar dr. Sofyan Tan. (ja)