Seribu Jalan Menuju Kotak Suara

seribu-jalan-menuju-kotak-suara
Oleh: Suadi. Kotak suara kini tampil bagaikan hakim. Ia jadi penentu siapa pemenang dalam pemilihan demokratis. Ia diperlakukan dengan takzim, dikawal ketat tentara dan polisi, diawasi petugas, disorot kamera awak media dan menjadi magnet bagi semua orang. 

Ada seribu jalan menuju ke kotak suara. Masing-masing jalan berbeda. Ada yang terjal, berliku, berduri, licin, lurus, mulus dan adapula zig-zag tak terduga. Ribuan jalan menuju ke kotak suara adalah rangkaian prosesi demokrasi dan mencapai klimaks ketika suara-suara rakyat dititipkan ke dalam kotak suara tersebut. 

Kotak suara menjaga ketat rahasia hak suara pemilih. Tak ada yang tahu si anu pilih siapa. Hebatnya, siapapun takkan tahu siapa akan menang mutlak dan siapa bakalan kalah telak, hingga sampai tiba momen di mana kotak suara dibuka, semua kertas suara di kotak itu dihitung dan disaksikan jutaan pasang mata.

Kotak suara menjadi saksi bisu perubahan dalam peradaban manusia. Kotak suara menyambut aspirasi pemilih untuk perubahan dalam lima tahun ke depan. 

Apakah itu merubah era represi ke era reformasi. Merubah pesimis menjadi optimis. Mengganti pemimpin tirani dengan sosok adil berbudi. Mengubah kebangkrutan resesi menjadi kebangkitan ekonomi. Mengubah ketergantungan menuju kemandirian. Semua perubahan itu berawal dari jumlah suara mayoritas yang terkumpul di kotak suara: suara rasa madu atau racun. 

Kotak Suara Menjadi Saksi Bisu 

Satu suara mungkin dianggap tidak seberapa. Namun satu suara adalah bagian penting dari jutaan suara raksasa yang terkumpul. Tanpa satu suara, maka tidak tercipta satu juta, dua juta sampai puluhan ratusan juta suara. Kotak suara menjadi saksi bisu sejarah yang tercipta dari kejutan hasil pesta demokrasi.

Di antaranya Amerika Serikat di tahun 2016 silam. Kotak suara membuat kejutan besar di mana Hillary Clinton yang unggul di berbagai survey tumbang oleh Donald Trump. Di Malaysia, Najib Razak kalah telak oleh politisi gaek berusia 92 tahun yaitu Mahathir Mohammad. Padahal jelang pemilu Malaysia 2018, berbagai lembaga survey menempatkan Najib Razak unggul.

Inggris juga membuat kejutan dari hasil dari kotak suara. Tepat pada tanggal 23 Juni 2016 silam, Inggris mengadakan referendum untuk pisah dari Uni Eropa yang terkenal dengan sebutan ‘Brexit’ (Britain Exit). Pemilih yang pro Brexit menang tipis yaitu 17,4 juta pemilih berbanding kontra 16,1 juta suara. Angka golput mencapai 12,9 juta pemilih. Dunia terkejut dan akhirnya Inggris resmi pisah dari Uni Eropa, berdiri sendiri dan tragisnya kini malah terombang-ambing dalam proses pisahnya. 

Parlemen Inggris dan Pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Theresa May bolak-balik gagal mencapai kata sepakat soal Brexit. Ratusan perusahaan asing mulai angkat kaki cari selamat pindah keluar wilayah Inggris. Pertumbuhan ekonomi ikut turun. Kaum golput menyesal karena sebagian besar lebih suka Inggris gabung Uni Eropa. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur.

Skotlandia, wilayah utara Inggris Raya, pada tahun 2014 silam juga hampir merdeka lewat pemilu referendum. Itu kejutan hebat mengingat ada bagian wilayah di negeri sehebat Inggris mau minta pisah merdeka. Tapi pemerintah Inggris menanggapi dengan kalem dan demokratis dengan mempersilahkan rakyat Skotlandia mengadakan referendum untuk memilih mau merdeka atau tetap ikut Inggris.

Hasil dari kotak suara menahbiskan Skotlandia tetap bergabung dengan Inggris. Andaikan dulu jumlah pro merdeka mencapai 50 persen plus satu, tamatlah Inggris karena kehilangan wilayah penting sebelah utaranya yang digambarkan hampir mirip wilayah the North tempat asal suku Wildings, Night King dan White Walkers dalam serial film Netflix Game Of Thrones. 

Kotak suara juga menjadi saksi kejutan di tanah air di mana PDIP yang dinakhodai Megawati Sukarnoputri menang besar meraih suara 34 persen di pemilu 1999. Padahal partai PDIP saat itu masih seumur jagung. Kotak suara juga menjadi saksi ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menang telak di Pilpres 2004 meskipun ketika itu berasal dari partai gurem yang punya suara 7,45 persen.

Sistem demokrasi membuat kemungkinan-kemungkinan yang suit ditebak. Hasil survey, kharisma, kekuatan partai politik dan derasnya modal uang, tidak akan dapat membendung aspirasi dan suara hati yang secara bebas namun rahasia dititipkan di kotak suara. Kotak suara benar-benar menjadi algojo sekaligus saksi bisu sejarah.

Seribu Jalan Kebaikan

Kotak suara menjadi terminal pertama ke mana nasib suatu negara akan dibawa selama lima tahun mendatang. Terminal-terminal selanjutnya ditentukan oleh suara mayoritas yang dihitung dari surat suara yang terkumpul di kotak suara. Ke mana suara mayoritas di kotak suara, ke situ nasib dibawa berlayar.

Begitu banyak jalan menuju kotak suara. Kontestan baik legislatif (DPR/DPD) maupun eksekutif (presiden, gubernur, walikota, bupati) menempuh jalan panjang untuk memenangkan hasil kotak suara. Seribu jalan ditempuh. Mulai dari jalan lurus dan legal, sampai jalan berkelok, sesat dan curang.

Kita berharap, seribu jalan menuju kotak suara adalah jalan-jalan yang positif dan penuh ajakan kebaikan. Bukan jalan suram bertabur hoaks, fitnah, black campaign, dan money politics. Karena cara-cara itu sedikit banyak turut memengaruhi suara mayoritas dalam kotak suara dan memiliki efek domino untuk lima tahun mendatang.***

Penulis alumnus UMSU S1 & UNNES S2. Dosen STAIN Mandailing Natal.

()

Baca Juga

Rekomendasi