NKRI Diobok-obok Pemberontak PRRI/Permesta

nkri-diobok-obok-pemberontak-prri-permesta
Oleh: Maulana Syamsuri. Prof.Dr.M.Habib Mustopo dalam buku sejarah mencatat, bahwa di Indonesia bagian Timur, tanggal 2 Maret 1957 telah terjadi pergolakan. Panglima TT VII Letkol Vientje Samual memproklamasikan Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta). Piagam tersebut ditandatangani oleh 51 orang tokoh. Gerakan ini meliputi kawasan Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Untuk memperlancar gerakannya, Letkol Vintje Sumual menyatakan, bahwa daerah Indonesia bagian timur dalam keadaan bahaya. Seluruh pemerintahan daerah-daerah diambil alih oleh militer pemberoatak. 

Di tahun 1956 Kabinet Ali Sastoamijojo II harus menghadapi kesulitan dengan adanya pergolakan di daerah-daerah. Hal itu disebabkan oleh adanya ketidakpuasan beberapa daerah di Sumatera dan Sulewesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat. 

Ketidak puasan itu didukung oleh beberaapa panglima militer. Selanjutnya mereka membentuk dewan-dewan militer daerah, diamtatanya:

1. Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Achmad Husein., Komandan Resimen Infantri .

2. Dewan Gajah di Medan dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon, Panglima Tentera dan Teritorium I (TTI) pada tanggal 22 Deember 1956.

3. Dewan Garuda di Sumtera Selatan dipimpin oleh Letkol.Barlian.

4. Dewan Manguni di Manado dipimpin oleh Letkol.Vientje Sumual pada tanggal 18 Febarari 1957 

Demikian catatan Prof. Dr.M.Habib Mustopo dalam buku sejarah terbitan Yudhistira Jakarta.

Letnan Kolonel Achmad Husein selaku ketua Dewan Banteng mengambil alih pemerintah daerah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo pada tanngal 20 September 1956 di Kantor Gubenur Padang. Tindakan tersebut dilakukan dengan alasaan Gubernur yang ditunjuk oleh Pemerintah pusat dianggap kurang berhasil membangun Sumatera Tengah. Aspirasi rakyat Sumatera Tengah mengenai otonomi daerah yang disalurkan lewat Dewan Banteng dapat dipahami oleh pemerintah pusat. Akan tetapi tindakan Achmad Husein mengambil alih pemerintah Sumatera Tengah dianggap menyalahi hukum. 

Mengenai alasan pembentukan Dewan Gajah di Sumatera Utara, Kolonel Maludin Simbolon mengatakan , bahwa kondisi saat itu sangat kritis, bangsa dan negara dalam keadaan kacau. Padahal tindakan Kolonel Simbolon pada saat itu justru menambah kekacauan. 

Sikap Kolonel Simbolon telah menimlbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Di satu pihak ia tetap menyatakan taat kepada kepala negara, tetapi dilain pihak ia menguasi beberapa instansi-instansi dan objek vital di kota Medan. Akibatnya tindakan tersebut mendapat tantangan dari Kepala Staf TT-I Letkol Djamin Ginting dan Letkol Wahab Mahkmur serta beberapa pejabat di Sumatera Utara. karena melanggar hukum.

 Kabinet Ali Sastroamidjojo II segera memecat Kolonel Simbolon sebagai TT-I. Selanjutnya sejak 27 Desember 1956, Letkol Djamin Ginting menjabat sebagai Panglima TT-I. Bersama dengan pasukan yang masih setia kepada Pemoerintah RI, Letkol Djamin Ginting dan Letkol Wahab Makmur berhasil menyingkirkan pasuakan Kolonel Simbolon dari kota Medan, 

Pembentukan Dewan Garuda di Sulawesi Selatan dilanjutkan dengan dicetuskannya tuntutan kepada Pemerintah Pusat agar Sumatera Selatan diberikan otonomi seluas-luasanya. Mereka juga menuntut agar Dwitunggal Soekarno-Hatta disatukan kembali untuk mengendalikan Pemerintahan RI. 

Selanjutnya dengan dalih untuk kepentingan keamaman, Letkol. Barlian selaku Pejabat Panglima TT II mengeluarkan keputusan , bahwa Sumatera Selatan dalam keadan bahaya. Gubernur Sumatera Selatan diminta untuk menyerahkan kekuasaan dalam rangka memperlancar pembangunan di Sumatera Selatan. 

Untuk meredakan pergolakan di daerah-daerah pada tanggal 14 September 1957 dilaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) yang dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional dari pusat maupun daerah. 

Pada waktu itu hadir pula mantan Wakil Presiden Moh.Hatta. Dalam musyawarah itu dibicarakan masalah-masalah pemerintahan, masalah daerah, ekonomi, keuangan angkatan perang, kepartaian serta masalah yang menyangkut dwitunggal Soekarno-Hatta. 

Untuk membantu mengatasi persoalan di lingkungan Angkatan Darat dibentuk panitia yang disebut Panitia Tujuh. Pamitia terdiri dari Panglima Tertinggi Presiden Soekarno , Drs.Moh.Hatta, Perdana Menteri Djuanda, Waikl Perdana Menteri Dr.Leimena, Menteri Kesehatan Kolonel dr.Aziz Saleh, Sultan Hamengkubuwono dan KASAD Mayor Jenderal A.H. Naution. 

Akan tetapi sebelum Panitia Tujuh ini mengumumkan hasil pekerjaannya, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pada tanggal 30 November 1957 yang dikenal sebagai Peristiwa Cikini. 

Peristiwa Cikini smakin memperburuk keadaan di Indonesia. Daerah-daerah yang bergejolak semakin menunjukkan jati diirinya sebagai gerakan melepaskan diri dari pemerintah pusat. 

Pada 9 Januari 1958 diselenggarakan pertemuan di Sumatera Barat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh sipil dan militer daerah, seperti Letkol.Achmad Husein, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis,

Selanjutnya pada 10 Februari 1958 diselenggarakan rapat raksasa di Padang. Dalam pidatonya Ketua Dewan Banteng, Achmad Husein menyaampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat yang isinya sebagai berikut”:

1. Dalam waktu 5 x 24 jam Kabinet Djuanda harus menyerahklan mandat kepada presidien.

2. Presiden menugaskan kepada Moh.Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk Zaken Kabninet.

3. Meminta presiden kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional . 

Menanggapi ultimatum tersebut Sidang Dewan Menteri memutuskan menolak dan memecat dengan tidak hormat perwira-perwira TNI-AD yang duduk dalam pimpinan gerakan separatisme, yaitu Letkol.Achmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis ,Kolonel Dahlan Djambek, Dan Kolonel Simbolon. 

Pada 12 Februari 1958 KASAD A.H.Natuoion mengeluarkan keputusuan, membekukan Kodim Sumatera Tengah dan selanjutnya dikomando langsung oleh KASAD. Pada 15 Februari 1958 Achmad Husein memproklamasikan berdirinyya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Syarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.

Proklamasi PRRI mendapat sambutan positif dari kawasan Indonesia bagian Timur. Dalam rapat raksasa di daerah Komndo Daerah Militer Sulaaesi Utara dan Tengah. Kolonel D.J.Somba mengeluarkan pernyataan , bahwa sejak tangal 17 Februari 1958 Kodim Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan putus hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI.

Untuk memulihkan kembali keamaman negara, pemerintah bersama KASAD memutuskan untuk melakukan operasi militer, Segera dilakukan opersi gabungan AD,AL, AU terhadap PRRI . Operasi militer ini diberi nama Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel A.Yani.

 Operasi ini pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk mengamankan sumber-sumber minyak dan objek-objek vital lainnya. Tanggal 14 Maret 1958 Pekanbaru berhasil dikuasai oleh pasukan pemerintah. Operasi militer kemudian dikembangkan ke Pusat Pertahanan PRRI. Tanggal 14 Maret 1958 tercatat dalam sejarah sebagai suksesnya menindak pemberontak.

Pada 14 Maret 1958 Bukittinggi berhasil dikuasai kembali. Selanjutnya pasukan TNI membersihkan daerah-deerah bekas kekuasaan PRRI. Pertahanan Permesta/PRRI digempur habis.

KASAD sebagai penguasa perang pusat memecat Kolonel Somba dan Mayor Runturambi. Batalion yang berada di bawah KDMSUT diserahkan kepada Komando Antar Daerah Indonesia. Selanjutnya untuk menumpas aksi Permesta, pemerintah melancarkan operasi gabungan yang disebut Operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraninatrat pada bulan April 1958.

Pada 29 Mei 1961 Axhnad Husein menyerahkan dari yang diikuti oleh tokoh-tokoh Permesta /PRRI lainnya, 

Masih menurut catatan Prof.Dr.M.Habib Mustopo dalam buku sejarah, bahwa pada tanggal 9 Mret 1960 seorang perwira AURI, Letnam Dua Danioel Alexander Maukar melakukan penembakan dari udara dengan pesawat Mig 17 ke Istana Merdeka, Istana Bogor dan Kompleks BPM. Tanjung Priiok. Pesawatnya jatuh di kawasan Bogor 

Maukar akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Padal 14 Maret 1958 diperingati sebagai hari sukses yang diraih Operasi Gabungan AD,AL, AU dalam menumpas pertahanan dan persembunyian PRRI/Permesta . 

Penulis adalah sastrawan/novelis

()

Baca Juga

Rekomendasi