
KHALID Muhammad Khalid, Sejarawan dari Mesir, dan banyak tulisannya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sempat memuji sahabat Rasulullah saw. yang satu ini. Ia menulis, “Tidakkah anda perhatikan sinar memancar di sekeliling keningnya? Dan tidakkah anda mencium aroma yang semerbak dari arah dia? Itulah cahaya hikmah dan harumnya iman. Sesungguhnya iman dan hikmah telah bertemu pada laki-laki yang rindu pada Allah ini. Suatu pertemuan yang bahagia tiada tara.”
Siapa yang diberikan apresiasi oleh Khalid Muhammad Khalid? Dialah Abu Darda yang bernama lengkap Uwaimir bin Zaid bin Qais, seorang sahabat perawi hadist dari Anshar, dari kabilah Khajraj, ia hapal al-Quran dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
Bagaimana Islamnya Abu Darda? Ketika Islam telah menyebar di Madinah, banyak penduduk Madinah yang memeluk agama Islam. Namun, Abu Darda tidak tertarik untuk menjadi pengikut Rasulullah saw. Abu Darda sangat meyakini berhala sebagai Tuhannya. Ia menyembah berhala dengan penuh ketaatan dan keyakinan.
Abu Darda bersahabat dengan Abdullah bin Rawahah sejak zaman jahiliyah. Abdullah bin Rawahah telah memeluk agama Islam pada awal ajaran Rasulullah saw, ini menyebar di Madinah. Sementara itu, hingga Perang Badar terjadi, Abu Darda belum memeluk agama Islam.
Suatu pagi, Abu Darda bangun dan langsung pergi ke ruangan berhala. Di sana, ia menyembah dan memohon kepada berhalanya. Abdullah berkeinginan kuat agar sahabatnya itu segera memeluk agama Islam.
Setelah itu, Abu Darda bersiap diri untuk pergi ke tokonya yang besar. Di tengah perjalanan. Abu Darda berpapasan dengan banyak orang. Orang-orang itu adalah tentara muslim yang baru saja kembali dari medan perang Badar.
Saat Abu Darda berada ditokonya, Abdullah bin Rawahah berkunjung ke rumah Abu Darda. Di sana, Abdullah menemui istri Abu Darda. Ia berpura-pura bertanya tentang keberadaan Abu Darda. Ummu Darda tidak curiga sedikit pun dan berkata, ”Abu Darda sedang berdagang. Tidak lama lagi dia akan pulang.” Abdullah meminta izin masuk ke rumah Abu Darda, Ummu Darda yang sama sekali tidak curiga mempersilakan Abdullah untuk masuk.
Kemudian, Ummu Darda sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anaknya. Hal itu dimanfaatkan Abdullah untuk masuk ke ruangan berhala. Ia mengeluarkan kapak yang telah dipersiapkannya, sambil mengutuk berhala itu Abdullah melayangkan kapaknya ke arah berhala Abu Darda. Berhala pun hancur berkeping-keping.
Ummu Darda mendengar suara yang mencurigakan dari ruangan berhala. Ia segera mendekatinya. Alangkah terkejutnya Ummu Darda melihat berhala telah hancur berkeping-keping. Sementara itu, Abdullah bin Rawahah segera meninggalkan rumah Abu Darda.
Ketika Abu Darda pulang ke rumahnya, ia melihat istrinya menangis di depan pintu ruangan berhala. Abu Darda pun terkejut bukan main melihat berhalanya telah hancur. Ia menjadi marah dan berkata, “Siapakah yang berani melakukan hal itu ?” Abdullah sahabatmu yang telah menghancurkan berhala ini,” Jawab Ummu Darda. Mendengar jawaban Ummu Darda. Abu Darda hendak menemui Abdullah untuk membuat perhitungan. Namun, tiba-tiba Abu Darda terdiam. Ia berpikir, “Kalau memang berhala ini adalah Tuhan, mengapa ia tidak membela diri?”. Perlahan-lahan, kemarahannya mereda. Ia jadi mengerti bahwa berhala itu pastilah bukan Tuhan. “Melindungi dirinya sendiri saja ia tidak bisa, apalagi melindungi diriku dan keluargaku.” Pikir Abu Darda.
Abu Darda segera menemui Abdullah bin Rawahah. Kemudian, ia dan Abdullah pergi menemui Rasulullah. Di hadapan Rasulullah, Abu Darda menyatakan keislamannya. Abu Darda menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh keikhlasan.
***
Abu Darda, adalah saudagar Madinah yang terkenal jujur. Masuk Islam karena nilai kejujurannya, banyak orang yang lebih suka berdagang dengannya ketimbang dengan pedagang lain. Sebagai pedagang ia tidak pernah menipu.
Suatu hari Abu Darda ra. didatangi Umar bin Khattab ra.ketika menjadi hakim di Damaskus Keadaan rumahnya gelap gulita. Tidak ada lampu yang menerangi ruang tamunnya. Umarpun mengetuk pintu. “Assalamualaikum warahmatullahhi wabarakatuh,” ucap Umar ra. Empunya rumahpun menjawab sambil mempersilahan masuk ke rumah,” Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh wahai Amirul Mukminin.” Umarpun masuk pelan dan meraba-raba sekelilingnya, karena keadaan sangat gelap. Ia tidak bisa melihat tuan rumahnya, karena ruang tamunya sangat gelap. Keduanya kemudian duduk.
Mulailah pembicaraan penting antara kedua sahabat Rasul itu. Karena penasaran, Umarpun kemudian meraba-raba keadaan sekelilingnya. Mulailah meraba bantal tempat duduk Abu Darda. Dirabanya kasur tempat tidurnya. Ternyata hanya sebuah kasru yang berisi pasir. Kemudian selimutnya yang hanya pakaian tipis yang cukup untuk mengahngatkan badan di musim dingin.
“Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya wahai Abu Darda. Maukah Anda saya bantu maukah Anda saya kirimkan sesuatu untuk melapangkan hidup Anda?” AbU Darda terdiam dan kemudian menjawab,” Ingatkan wahai Amirul Mukminin sebuah hadis yang disampaikan Rasulullah saw. kepada kita.” Mendengar jawaban tersebut, Umar terkesiap dan bertanya,” Hadis apakah gerangan?”
“Hendaklah harta seseorang di dunia itu seperti perbekalan seorang musafir (secukupnya dan seadanya),” ucap Abu Darda. Khalifah Umar mengiyakan apa yang di katakan sahabatanya itu. Sejenak kemudian Abu darda berkata lagi,” Nah apa yang kita telah perbuat sepeninggal beliau, wahai Umar?” Akhirnya Amirul Mukmininpun menangis. Abu Darda juga meneteskan air mata. Keduanya menangis hingga subuh.
Inilah kisah para sahabat yang patut kita ambil hikmahnya, mudah-mudahan lewat kisah ini kita mendapatkan pelajaran yang berharga dalam menjalani hidup di dunia ini. Dunia adalah ladang amal kita untuk menuju akhirat, karena itu jangan jadikan dunia sebagai tujuan hidup, tapi jadikan dunia untuk ‘bekal’ di akhirat nanti. Wallahu ‘alam