Lemparan Ala Mawas Batangtoru

lemparan-ala-mawas-batangtoru

Oleh: Hairul Iman Hasibuan

ORANG UTAN atau biasa disebut "Mawas" oleh masyarakat yang bermukim di kaki hutan Batangtoru, merupakan hewan yang cukup sensitif terhadap gangguan.

Tidak jarang, ketika petani kebun beru­paya mengusirnya dari pohon, Mawas itu bereaksi dengan mematahkan ranting dan memetik buah pohon yang ditongkronginya.

Ranting patah dan buah itu, dijadikan alat bagi si Mawas untuk melempar petani yang dirasa menganggu aktivitas pemenuhan isi perutnya.

Menurut penuturan warga sekitaran Hutan Batangtoru, sejak dulu, Mawas sering terlihat nangkring diberbagai jenis pohon diperke­bunan milik warga.

Di kebun warga yang lokasinya merupa­kan bagian hutan Batangtoru itu, Mawas melahap berbagai jenis komoditi seperti Manggis, Durian dan lainnya.

"Begitu sampai dikebun, kita biasa melihat Mawas sedang menyantap buah manggis atau durian diatas pohon, bila dili­hatin atau coba diusik, Orang Utan itu akan melempar apa aja yang ada ditangan­nya, bisa ranting atau buah yang sedang ia makan sekalipun," ungkap Kepala Dusun Sitanding Desa Bulu Mario Sampe Tua Hutasuhut (50) kepada Analisa saat berkun­jung ke perkam­pungan yang berbatasan langsung dengan Hutan Batangtoru tersebut baru-baru ini.

Sampe mengungkapkan, bila si Mawas sudah melempar, warga biasa mengalah dan menjauh dari tempat itu, karena selain lem­parannya cukup kuat, juga saling menghargai dan menjaga kearifan lokal yang ditanamkan leluhur sejak dulu.

"Jika merasa terganggu, Mawas itu biasa melempar kita, lemparannya cukup kuat, kalau tidak menghindar bisa-bisa kepala bocor minimal bejol, dan sudah kebiasaan dari leluhur untuk memilih mengalah dan menghindar dari lemparan Mawas," katanya.

Diungkapkannya, Orang Utan tidak per­nah datang secara "bergerombol" sehing­ga tidak terlalu menggangu dan merugikan petani.

Biasa, hanya satu atau dua ekor Orang Utan saja nampak nangkring di pepohonan, sembari menyantap buah yang ada dipohon tersebut. "Jumlah Orang Utan di hutan Ba­tang­toru ini kemungkinan memang tidak banyak, terlihat dari penampakan mereka di pepohonan yang rata-rata hanya satu hingga dua ekor," katanya.

Tokoh Adat Desa Tanjung Dolok Keca­matan Marancar Musyour Pasaribu (65) yang mengatakan, kelestarian hutan Batang­toru sudah dilakukan secara turun temurun. "Kelestarian hutan Batangtoru yang terjaga hingga kini, merupakan warisan leluhur kami yang terus dipertahankan anak cucunya hingga sekarang," tuturnya.

Salah satu kearifan lokal yang terjaga hingga kini adalah, menjaga hak hidup Orang Utan di Hutan Batangtoru. "Sejak dulu, Orang Utan di kawasan Hutan Batangtoru ini, tidak pernah diburu ataupun dibunuh, mereka hidup nyaman berdampingan dengan para petani kebun di kawasan ini," ungkap­nya.

Menurutnya, Mawas Batangtoru agak berbeda dengan Mawas dari daerah lain, selain warna yang lebih cerah, juga sifatnya yang tidak menjauh jika melihat manusia. "Di daerah lain kabarnya, Mawas itu relatif pemalu, tapi yang di Hutan Batangtoru rada galak dan takkan kabur jika bertemu manusia, malah manusianya yang duluan kabur jika tidak biasa melihatnya,"ujarnya.

Untuk diketahui, akhir-akhir ini, isu Orang Utan menjadi sesuatu yang sensitif dibicarakan para penggiat lingkungan di tingkat nasional dan internasional, seiring dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berdaya 510 MW dengan konsep energi terbarukan dikawasan Area Penggu­naan Lain (APL) hutan Batangtoru.

Sebagai, salah satu hewan yang dilindungi di dunia, isu Orang Utan yang dikemas sedemikian rupa ini, mampu menyedot perhatian para jurnalis lokal, nasional bahkan internasional.

Entah ada atau tidak kepentingan di bela­kangnya, namun para pihak yang merasa peduli lingkungan dan komoditas di dalam­nya, terkesan tidak memiliki data valid, contoh sederhananya tentang jumlah atau populasi Orang Utan di Hutan Batangtoru, dimana jika mengikuti cerita dan data orang kampung sekitaran hutan Batangtoru, jumlahnya tidak banyak dari dulu.

Data ini, jauh berbeda dengan para pe­merhati lingkungan yang menyebut jumlah orang Utan di kawasan itu mencapai kisaran 800 ekor.

Dua data ini tentu, memiliki perbedaan yang mencolok, karena mungkin adanya pola hitung yang berbeda, memakai istilah peng­hitungan pemilu "quick count" atau "exit poll".

Namun pastinya, Orang kampung sekita­ran hutan Batangtoru yang tiap hari hidir - mudik masuk keluar hutan, menyebut de­ngan pasti, kalau dari dulu jumlah Mawas tidaklah banyak di kawasan itu.

Tapi biarlah, terpenting kita tahu, satu info dari orang kampung, kalau Orang Utan Ba­tangtoru ini, selain doyan makan buah, juga punya cara mengusir pengusik dengan teknik lemparan ala Mawas Batangtoru.

()

Baca Juga

Rekomendasi