UTBK-SBMPTN dan Kompetensi Literasi

utbk-sbmptn-dan-kompetensi-literasi
Oleh: Tri Putra Rajagukguk. Pelaksanaan UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) sebagai rangkaian SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) baru saja digelar untuk tahap pertama. Berdasarkan informasi dari laman LTMPT (https://www.ltmpt.ac.id) bahwa tanggal 13 April hingga 04 Mei 2019 merupakan sesi gelombang ke-1 tes dilakukan dan dilanjutkan gelombang ke-2 pada 11 hingga 26 Mei 2019. UTBK-SBMPTN adalah salah satu jenis seleksi yang digunakan untuk masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri), di samping ada jalur SNMPTN dan Mandiri. Namun, kuota kelulusan untuk jalur UTBK-SBMPTN pada tahun ini terbilang lebih tinggi daripada jalur tes lain. Besar kemungkinan hal ini diberlakukan untuk menunjukkan bahwa dominasi yang berpeluang lulus PTN adalah mereka yang siap secara pengetahuan (kognisi) dan keterampilan (psikomotorik) melalui hasil tes tertulis, bukan keberhasilan di sekolah. Salah satu yang dimungkinkan adalah parameter kemampuan berliterasi yang baik.

Animo Ber-UTBK

Perihal UTBK-SBMPTN, animo masyarakat terbilang sangat tinggi, hal ini terjadi seiring dengan pola baru yang dibuat oleh LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi). Pola baru ini dinilai sebagai langkah revolusi di dalam sistem penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi. Terdapat sejumlah kebijakan strategis yang disusun oleh lembaga permanen dibawah koordinasi Kemenristekdikti tersebut. Pertama, model tes berbasis komputer, yaitu penyelenggaraan tes tidak lagi menggunakan kertas cetak (paper base test), tapi menggunakan desktop/komputer (computer base test). Menurut Menristekdikti (Nasir, 2018) hal ini dilakukan untuk menjawab perkembangan era digital dengan tujuan menjamin penyeleksian dengan prinsip keadilan, transparansi, fleksibilitas, efisiensi, dan akuntabilitas. Lebih lanjut, tes berbasis Android juga sedang dikembangkan. Langkah ini tentu sangat positif sebagai era baru perbaikan sistem penerimaan mahasiswa baru di Indonesia, ditengah maraknya kasus-kasus pidana “Jalur Gelap Masuk PTN” seperti praktik perjokian. Paling tidak pemberlakuan model tes ini diharapkan dapat menghapus praktik-praktik ilegal tersebut sehingga tercipta sistem yang kredibel dan kepercayaan dari masyarakat.

Kedua, kebijakan kuota UTBK-SBMPTN lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Kuota jalur UTBK-SBMPTN tahun 2019 berjumlah minimal 40%, SNMPTN maksimal 30% dan Mandiri maksimal 30% dari skala nasional, sementara pada tahun-tahun sebelumnya cendrung lebih sedikit, misalnya, tahun 2017 dan 2018 jalur SBMPTN hanya berjumlah minimal 30%, SNMPTN minimal 30%, dan Mandiri maksimal 30%. Hal ini dapat dikatakan bahwa adanya upaya pemerintah dalam mengatur standardisasi kualitas calon mahasiswa dengan memperbanyak kuota pada jalur UTBK-SBMPTN. Meskipun demikian, hal ini juga menuai pro dan kontra, baik dari masyarakat maupun pihak sekolah. Pasalnya, kuota maksimal 30% pada jalur undangan (SNMPTN) ini tampaknya signifikan mengurangi jatah jumlah siswa yang lulus PTN. Sebab, kelulusan tertinggi biasanya berasal dari jalur undangan (SNMPTN). Bagaimanapun juga kebijakan baru LTMPT ini patut diapresiasi sebagai langkah strategis perbaikan sistem penyeleksian calon mahasiswa berkualitas dan unggul di negeri ini. Melalui riset-riset ilmiah dan kultur pendidikan di Indonesia, LTMPT diharapkan menjadi wajah baru-sistem jalur masuk perguruan tinggi di Indonesia.

Ketiga, komponen UTBK, yakni Tes Potensial Skolastik (TPS) dan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Tes ini disusun untuk mengukur pengetahuan materi yang diajarkan di sekolah dan yang diperlukan untuk berhasil di pendidikan tinggi, dengan soal High Order Thinking Skill (HOTS). Dalam TPS, peserta akan diukur kemampuan kognitif, penalaran, pengetahuan umum, sekaligus kompetensi literasinya (pemahaman bacaan dan menulis), sementara TKA untuk kompetensi Saintek dan atau Soshum yang menekankan daya tahan, kecepatan dan kualitas berpikir tinggi. Hal yang jadi menarik sekaligus menjadi perhatian khusus di sini adalah komposisi soal kompetensi literasi yang cukup banyak. Di tengah masalah literasi Nasional yang sangat kompleks, konsep UTBK-SBMPTN ini diharapkan menjadi loncatan perbaikan kompetensi literasi di Indonesia.

UTBK dan LITERASI

Berbicara literasi, negara Indonesia masih ketinggalan jauh dari negara-negara lain, termasuk negara tetangganya, seperti Vietnam dan Malaysia. Menurut skor program penilaian belajar internasional, PISA (Jurnal.com, 2018), menempatkan Indonesia pada urutan ke-63 dari 72 negara peserta. Bahkan, hasil survei terbaru OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development (dalam penelitian Pritchett, 2017), melaporkan bahwa yang berpendidikan tinggi di Indonesia masih jauh di belakang standar global dalam hal kompotensi literasi. Maka, masalah literasi anak bangsa, terutama dalam pendidikan tinggi harus segera diatasi, salah satunya yang dapat dilakukan yakni concern terhadap kompetensi literasi melalui persiapan masuk perguruan tinggi UTBK-SBMPTN.

Melihat jumlah soal UTBK yang terbilang cukup banyak pada komposisi soal bacaan dan tulisan (literasi), baiknya peserta tes harus fokus pada peningkatan kompetensi literasinya. Dari total 180 soal UTBK-SBMPTN, ada enam puluh soal yang concern terhadap pemahaman ba-caan (teks), seperti komposisi soal penalaran umum dengan dua bacaan sebanyak (20 soal), pemahaman bacaan dan menulis dengan tiga bacaan sebanyak (20 soal), serta pengetahuan dan pemahaman umum dengan lima bacaan (bahasa Indonesia dan Inggris) sebanyak (20 soal). Kompetensi literasi ini dapat dilatih memperbanyak latihan membaca melalui jurnal, koran, majalah, atau pun melalui media digital.

Dalam hal lain, seperti dikutip di The Collage Board atau dewan perguruan tinggi di Amerika Serikat (2019), permodelan soal tes UTBK-SBMPTN di Indonesia dengan di Amerika Serikat dapat dikatakan sama. Melalui institusi semacam LTMPT tersebut-sejak 1926-negeri Paman Sam itu sudah menggunakan metode “Scholastic Assessment Test” atau TPS di Indonesia, yang juga fokus terhadap pemahaman bacaan dan menulis, serta bidang lain seperti Science. Menurut hemat saya, model tes ini diadaptasi di Indonesia untuk tujuan memperkuat daya saing kompetensi anak bangsa dalam kancah global, salah satunya  melalui kompetensi literasi. 

Penutup

Minat baca dan tulis di Indonesia, khususnya era digital ini perlu ditingkatkan karena literasi sangat penting untuk menavigasi kehidupan sehari-hari, mengakses pekerjaan dan layanan, berpartisipasi dalam proses politik, pengayaan hobi yang dapat dihasilkan dari membaca, utamanya persiapan masuk lulus PTN melalui UTBK-SBMPTN yang sarat dengan kompetensi literasi. Mereka yang punya peluang untuk lulus PTN adalah mereka yang memiliki kompetensi literasi yang baik. Oleh karena itu, fokus terhadap kompetensi literasi menjadi perhatian sekaligus tantangan buat mereka yang bertarung memperebutkan kursi PTN pada jalur UTBK-SBMPTN.***

Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung; dan Staft Manajemen di Lembaga Konsultasi, Persiapan, dan Pemantapan Masuk PTN (Prosus Inten, Bandung)

()

Baca Juga

Rekomendasi