Mengenal Iyomante

Ritual Pengorbanan Beruang Suku Ainu

ritual-pengorbanan-beruang-suku-ainu

JAUH sebelum Jepang men­ja­di negara super maju, ternyata di ujung utara Jepang tepatnya di Hokkaido terdapat suku Ainu yang masih hidup de­ngan cara lama dalam bebe­rapa kelompok. Suku Ainu Je­pang yang disebut-sebut seba­gai cikal bakal etnis pribumi Jepang ini pun menyimpan ber­bagai fakta mena­rik yang tak ba­nyak diketa­hui orang-orang masa kini.

Suku Ainu tinggal di Kepulauan Kuril (dekat dengan Russia) dan sebagian besar berada di Sakhalin (pulau di utara Jepang yang ter­masuk wilayah Russia). Suku Ainu sangatlah jauh berbeda dengan orang Jepang kebanyakan secara ras, bahasa dan kebu­dayaannya.

Ainu berarti manusia dalam bahasa Ainu sendiri. Asal usul suku Ainu masih belum jelas, namun mereka sering dianggap penduduk Jepang yang berasal dari jaman Jomon (jaman dimu­lainya peradaban Jepang). Ke­ba­nyakan orang suku Ainu ber­upaya untuk menyem­bunyikan identitas asli mereka karena kha­watir akan mengalami perlakuan diskriminasi.

Orang Ainu mempunyai ba­hasanya sendiri namun me­reka tetap menggunakan bahasa Je­pang untuk ber­komunikasi dengan masyarakat Jepang pada umum­nya.

Ainu merupakan suku di Jepang yang hidup dalam pe­rsem­bunyian. Mereka hidup sebagai orang asing di Jepang hingga pemerintah akhirnya mengakui keberadaan suku Ainu sebagai penduduk asli negara tersebut pada 2008.

Penduduk suku Ainu dikenal sangat menghormati beruang. Mereka menganggap beruang sebagai bentuk pe­nyamaran dewa gunung di Bumi. Beruang juga dianggap dapat memberikan banyak manfaat seperti da­ging­nya bisa dimakan, bulu untuk pakaian, dan tulang untuk mem­buat peralatan rumah. Setiap musim semi, suku Ainu akan melakukan ritual pengor­banan beruang yang disebut Iyo­mante.

Seperti darah dagingnya sendiri

Untuk mendapatkan be­ruang, mereka akan memburu­nya. Meski begitu, beruang yang dikorbankan tidak boleh sem­barang. Itu harus berupa anak beruang beserta induknya. Induk betina akan dikorbankan terlebih dahulu di mana rohnya akan dikirim ke dewa-dewa dalam upacara khusus.

Sedangkan anak beruang, dirawat dan dibesarkan suku Ainu selama dua tahun sebelum dikor­bankan. Penduduk Ainu akan mem­perlakukan anak beruang seperti darah dagingnya sendiri. Bahkan lebih baik, karena anak beruang dianggap sebagai dewa.

Jika anak beruang masih sa­ngat kecil dan belum memiliki gigi untuk mengunyah, maka wanita suku Ainu akan menyusui­nya.

Saat beranjak dewasa, be­ruang tersebut akan dikem­balikan kepada dewa dengan ritual yang sama seperti yang dilakukan ke­pada sang induk. Beruang akan dibunuh dengan panah bambu yang telah dilumuri racun dari se­buah bunga dengan nama Aco­nitum yezoense dan dicekik dengan dua batang kayu.

Sebelum racun dioleskan pada panah bambu, pemburu akan me­nguji racun tersebut dengan menempelkan pada lidahnya. Bila menimbulkan efek terbakar, berarti racun tersebut cukup kuat untuk membunuh sang beruang. Beruang yang telah mati akan dikuliti dan ditempatkan di depan altar.

Dalam upacara Iyomante, para anggota suku Ainu akan menggenakan pakaian terbaik. Mereka akan berdoa, menari dan berpesta. Upacara ini akan ber­langsung selama tiga hari tiga malam untuk mengembalikan roh beruang ke rumahnya.

Upacara akan berakhir ketika kepala beruang ditem­patkan di altar dan panah ditembakan ke arah timur su­paya rohnya dapat kembali ke gunung.

Berakhirnya upacara ini diha­rapkan dapat mengem­balikan jiwa beruang kepada dewa gunung sebagai 'utusan desa' yang terbaik dan terhormat.

Tradisi yang sudah ada sejak abad ke-20 ini dilarang Peme­rintah Jepang pada awal tahun 1960-an. Meski begitu, suku Ainu tetap memuja dan menyembah beruang, meski tanpa ritual membunuh beruang. (ngi/wkp/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi