
Oleh: Rhinto Sustono
BERADA di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, serasa terlupa dengan hingar-bingar ibu kota yang sibuk dengan segala aktivitasnya. Ruang terbuka hijau yang menjadi fasilitas umum dan bisa dinikmati siapa pun, juga bisa dirasakan saat berada di Taman Balaikota, di kawasan Jalan Walikota Mustajab, Surabaya.
Selain diteduhi tumbuhan rindang, berada di Taman Balaikota pada malam hari akan menjadi saat yang menyenangkan. Keindahan taman juga didukung adanya air mancur yang menyembur bergantian.
Aspek arsitektur kota di kedua kota besar Indonesia itu memang selalu menjadi acuan bagi kota-kota lainnya. Terlebih jika dikaitkan dengan lingkungan hidup dan soal kebersihannya. Maka tak heran, jika raihan penghargaan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi langganan kedua kota besar tersebut.
Setidaknya, di Jakara ada delapan taman kota lainnya yang turut memacu keberhasilan raihan Adipura. Seperti Taman Honda Tebet Hijau, Taman Kalijodo seluas 1,4 hektar, Taman Cattleya, Taman Waduk Pluit, Taman Tabebuya, Taman Situ Lembang, Taman Langsat, dan Taman Spathodea di Jalan Kebagusan Raya, Jagakarta, Jakarta Selatan.
Kota Surabaya tak mau ketinggalan, kecuali Taman Balaikota, juga ada Taman Flora, Taman Bungkul, Taman Mundu, Taman Mpu Tantular, Taman Apsari, Taman Monumen Bambu Runcing, Taman Skate Park dan BMX, dan Taman Jayengrono. Lalu bagaimana dengan di Kota Medan?
Ibu Kota Sumut, Medan, sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia tak bernasib sama dengan Jakara dan Surabaya. Bahkan hasil penilaian Adipura 2018, Kota Medan terpuruk dengan prestasi terburuk, sebagai Kota Paling Kotor. Padahal jika dikelola dengan baik, banyak lokasi di tengah Kota Medan yang bisa disulap jadi tempat menarik dan ramah bagi warganya. Sebut saja kawasan Lapangan Merdeka dengan sejumlah bangunan tua dan Stasiun Kereta Api Medan serta Titi Gantung yang pernah sohor mendunia.
Beruntung tiga kota penyangga Medan, Lubuk Pakam (Deli Serdang), Tebingtinggi, dan Binjai menjadi penawar karena mampu meraih Adipura 2018. Bahkan khusus Ibu Kota Deli Serdang, Lubuk Pakam, raihan Adipura 2018 itu merupakan kali ke-15.
Penghargaan Adipura erat kaitannya dengan kajian arsitektur, khususnya dalam menciptakan lingkungan hidup perkotaan yang bersih. Sebuah kota yang nyaman bagi warga dan pendatangnya, tidak cukup hanya aman, tapi juga artistik dan mampu memenuhi kebutuhan relaksasi dan rekreasi.
Dari 21 komponen penilaian Adipura, setidaknya bisa memacu pengambil kebijakan untuk merencanakan, berinovasi, mengelola, dan memberikan fasilitas ruang terbuka hijau bagi khalayak. Terlebih dalam penimbunan dan penggolahan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang menjadi bobot penilaian tertinggi.
Penilaian lainnya, juga menyangkut pasar, terminal, jalan, sungai, taman, sekolah, rumah sakit, dan komponen lainnya. Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) tidak menjadi soal, sepanjang diatur secara rapi dan tertata. Sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman dengan adanya para PKL.
Bahkan kini, penilaian Adipura semakin kompleks. Aspek yang dinilai tidak sebatas lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial, dan pemberdayaan masyarakat yang menekankan tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Performa daerah juga dilihat berdasarkan kemampuan mengintegrasikan aspek pembangunan berkelanjutan.
Kriteria dan indikator utama program Adipura hampir sama setiap tahunnya, yakni pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau oleh pemda serta partisipasi aktif masyarakat. Namun kini konsep rebranding-nya dilihat dari fungsi lingkungan yang meluas. Tidak sebatas nilai administratif secara fungsional dan urban area, tapi juga mencakup good enviromental governance secara menyeluruh.
Pun adanya penambahan beberapa indikator penilaian, di antaranya terkait dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta pengelolaan pertambangan berwawasan lingkungan. Dengan penilian yang semakin ketat ini, ke depan akan melahirkan kota dengan kualitas lingkungan terbaik.
Berseri
Raihan Adipura 2018 untuk kali ke-15 bagi Kota Lubuk Pakam (Deli Serdang) menjadi beban berat yang harus dipikul, terutama untuk mempertahankan dan meningkat lebih baik. Apalagi Pogram Kabupaten Deli Serdang Bersih, Rapi, Sejuk, Rindang, dan Indah (Berseri) yang dicanangkan Bupati Ashari Tambunan mulai menapaki priode kedua.
Meski berkategori kota kecil, prestasi Kota Lubuk Pakam harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan lebih baik. Indikator ini bisa dilihat dengan semakin bertambahnya fasilitas umum yang bernilai monumental dan beraspek manfaat luas bagi masyarakatnya.
Sebut saja Gedung Museum Daerah, Cadika Pramuka, Taman Hutan Kota, Taman Buah, Taman Lansia, kolam renang, alum-alun, bahkan kini proses pembangunan Masjid Al Ikhlas di Kompleks Kantor Bupati yang dalam tahapan penyelesaian. Masjid berwawasan lingkungan yang tanpa daun pintu ini, juga unik dengan bentuk bangunan utamanya yang menyerupai lafal Allah.
Camat Lubuk Pakam, Kurnia Boloni Sinaga saat ditemui Analisa, Jumat (14/6), mengakui mempertahankan Adipura memang menjadi tanggung jawab besar. Namun ia sudah mempunyai pengalaman saat menjadi perangkat kelurahan yang memenangkan Lubuk Pakam meraih Adipura di era 90-an.
Pria berkacamata yang akrab disapa Boy itu juga menyebut, berbagai upaya untuk kembali meraih Adipura dilakukan secara serius. Wabup Yusuf Siregar yang dulunya pernah menjabat Sekcam Lubuk Pakam ketika tahun-tahun awal meraih Adipura, kini bahkan langsung mengkoordinir.
Sejumlah lokasi menjadi konsentrasi untuk terus dibenahi. Lihat saja kawasan Lapangan Tengku Raja Muda (Lapangan Segitiga) yang kini semakin tertata asri. Begitu juga sejumlah persimpangan yang berhias tugu, khususnya dekat Tugu Adipura di lintasan Jalan Negara. “Memang masih ada betor di sana, tapi hanya beberapa saja yang kita izinkan mangkal,” katanya.
Termasuk Taman Buah yang kini bisa dijadikan tempat rekreasi kapan saja, pun di kawasan Taman Hutan Kota Lubuk Pakam di seputaran Stadion Baharudin dan Lapangan KB. Selain tersedia sejumlah fasilitas untuk bersantai, lokasi itu juga kini semakin sejuk untuk dinikmati. Termasuk di seputaran kantor bupati yang ditumbuhi pohon rindang.
Tidak kalah penting, Boy menyebut, penataan PKL yang ada di lokasi Taman Buah, Taman Hutan Kota Lubuk Pakam, alun-alun, dan lainnya dibatasi jumlahnya. Sehingga tidak hanya memberikan kesan nyaman, namun juga berefek pada peningkatan ekonomi masyarakat. Kesadaran para PKL dan masyarakat pengunjung juga terus diarahkan agar tidak membuang sampah di sembarang tempat.
Boy berkesimpulan, arsitektur kota yang dilengkapi fasilitas representatif tidak sekadar menyediakan sarana, yang lebih penting yakni memberikan manfaat besar bagi kenyamanan warganya. Dengan tujuan akhir bersama, demi terciptanya pembangunan lingkungan hidup perkotaan yang berkesinambungan.
Foto-foto: Analisa/rhinto sustono