
Oleh: Sam Edy Yuswanto
PADA hakikatnya, tak ada masalah yang tak bisa diatasi. Pasti ada solusi atau jalan keluarnya. Arti “jalan keluar” di sini tentu bukan “asal” jalan keluar. Bukan “jalan keluar” sembarangan tanpa pertimbangan matang. Namun, jalan keluar terbaik, sesuai petunjuk atau tak bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Ketika suatu hari terjebak persoalan hidup, biasanya hal pertama kali yang dilakukan oleh seseorang adalah mengeluh. Ya, mengeluh memang termasuk sifat yang dimiliki setiap manusia. Ini artinya, mengeluh adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi. Namun, bila mengeluhnya sampai berkelanjutan tanpa ada upaya untuk mencari jalan keluar terbaik, maka mengeluh yang semacam ini tentu tidak ada gunanya, bahkan tidak diperkenankan dalam ajaran agama.
Hal terpenting yang harus diperhatikan, saat sedang mengeluh atas persoalan yang tengah menghimpit hidup kita, bersegeralah memohon ampunan kepada Tuhan sekaligus memohon agar segera dibukakan jalan keluar terbaik. Jangan sampai ‘mengeluh’ malah menjadi sebuah kebiasaan yang berlarut-larut. Jangan pula kita lantas membeberkan segala keluh kesah kita kepada orang-orang di sekitar kita. Boleh kita menyampaikan keluhan kepada orang lain, tapi tentu bukan sembarang orang, melainkan ia yang dipercaya bisa menjaga rahasia kita, sekaligus kita jadikan wasilah atau perantara untuk meminta pertimbangan dan jalan keluar terbaik. Misalnya, menyampaikan keluhan kepada sahabat, saudara terdekat, atau kepada sosok bijak seperti kiai atau ulama yang dapat memahami sekaligus memberikan nasihat bijak yang sangat bermanfaat untuk kita.
Jangan Suka Mengumbar Keluhan
Mungkin di tengah masyarakat, kita pernah menjumpai orang yang gemar mengumbar keluhan. Setiap bertemu dengan orang lain ia selalu mengeluh dan mengeluh. Mengeluhkan tentang beragam persoalan dalam hidupnya. Sikap semacam ini tentu tak diajarkan dalam Islam. Orang yang gemar mengeluh menandakan ia enggan mensyukuri karunia kenikmatan Tuhan dan enggan berusaha mencari jalan keluarnya.
Muhammad Ishom, dalam tulisannya (NU Online, 03/10/2017) menjabarkan tentang orang yang gemar menceritakan kesulitan hidup kepada orang lain. Menurutnya, suka mengadukan kesulitan-kesulitan hidup kepada sesama manusia sama artinya dengan tidak rela dengan apa yang sedang dikehendaki Allah subhanahu wata’ala pada diri seorang hamba. Mengeluh dan meratapi nasib yang diderita sama artinya dengan merasa tidak puas akan pemberian Allah.
Untuk memperkuat keterangannya, Muhammad Ishom melandasinya dengan uraian Syekh Ahmad bin Muhammad Abdillah, dalam kitab Riyadhu Akhlaqis Shalihin, halaman 32, “Barang siapa suka mengadukan kesulitannya kepada sesama manusia, maka seolah-olah ia mengadukan Tuhannya (kepada manusia tersebut). Dan barang siapa merasa sedih dengan kondisi duniawinya, maka dia menjadi orang yang membenci Allah”.
Namun berbeda persoalannya bila menyampaikan keluhan tersebut kepada orang lain dengan tujuan untuk meminta pertimbangan dan solusi terbaik. Tentu saja, sebagaimana saya katakan di awal, tidak asal kepada sembarang orang. Misalnya, mengeluhkan persoalan kepada sahabat terdekat dengan harapan dia dapat memberikan pencerahan dan jalan keluar terbaik. Hal yang perlu dipahami, sebelum kita menyampaikan persoalan kepada sahabat, pastikan dulu bahwa itu satu-satunya alternatif yang bisa kita ambil. Artinya, ketika sudah tak mampu lagi menghadapi dan menemukan jalan keluar atas persoalan hidup, barulah kita meminta pertimbangan dari orang lain.
Mendekatkan Diri Kepada-Nya
Saya selalu berusaha menanamkan keyakinan dalam hati, bahwa setiap orang sejatinya dapat mengatasi persoalannya sendiri. Artinya, ketika kita sedang berhadapan dengan sebuah masalah, bila kita berusaha berpikir jernih, maka jalan keluar terbaik akan tampak di depan mata. Terlebih bila kita langsung introspeksi diri dan berusaha semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, saya yakin hati kita akan menjadi lebih tenang. Ketika hati telah merasa tenang, maka jalan keluar terbaik pun akan tampak benderang.
Menghadapi sebuah persoalan memang dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan. Ikhlas terhadap takdir yang telah ditetapkan Tuhan kepada kita. Badiatul Muchlisin Asti, dalam buku Menempuh Jalan ke Surga (Quanta, 2014) menjelaskan, seorang mukmin akan senantiasa tegar, sabar, penuh spirit, binar optimistis, dan memiliki keyakinan yang kokoh akan datangnya pertolongan Allah di saat persoalan hidup tengah mengimpitnya. Kita harus meyakini, cepat atau lambat Allah akan memberikan jalan keluar terbaik untuk kita. Jangan lupa, jadikan sikap sabar dan shalat sebagai sarana terbaik dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan. Hal ini sebagaimana telah diterangkan dalam Alquran, Surat Al-Baqarah ayat 153; “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Mengubah Nasib agar Lebih Baik
Orang yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt., insya Allah hidupnya akan selalu diliputi ketenangan dan kedamaian. Apa pun persoalan yang datang menderanya, asalkan ia selalu berusaha sabar, ikhlas, dan tak mengabaikan perintah-Nya, maka ia akan mampu menemukan jalan terbaik atas persoalan-persoalan hidupnya.
Orang yang tak pernah abai dengan perintah-Nya dan selalu menjauhi hal-hal yang dilarang oleh-Nya, biasanya mampu mengubah kehidupannya menjadi lebih baik dari kemarin. Sebagaimana kita ketahui bersama, di antara tanda-tanda orang yang beruntung adalah ia yang mampu menjalani kehidupan ini lebih baik dari hari kemarin.
Ada sebuah ulasan menarik dari Ustaz Yazid al-Busthomi, Lc. dalam buku Buat Nasib Menuruti Kehendakmu (Najah, 2012), bila kita ingin mengubah nasib sesuai dengan apa yang kita inginkan, maka perbaikilah diri dan jalin kedekatan dengan-Nya. Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam rangka menjalin kedekatan dengan Allah, antara lain; meningkatkan ibadah dari yang sebelumnya hanya rutin, merutinkan ibadah yang dari sebelumnya masih jarang-jarang, lebih mengikhlaskan hati untuk meningkatkan dan merutinkan ibadah, serta lebih mementingkan urusan dengan-Nya daripada urusan yang lainnya.
Apa yang disampaikan Ustaz Yazid bila direnungi memang bersifat solutif. Sangat bagus bila selalu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih saat jiwa kita tengah dilanda kesedihan atas berbagai persoalan yang tengah mengimpit kehidupan kita.***
Penulis alumnus STAINU Fak. Tarbiyah, Kebumen