Kasus Lalat ke PN Kualasimpang

kasus-lalat-ke-pn-kualasimpang

Kualasimpang, (Analisa). Tiga warga Sapta Jaya, Kecamatan Rantau, Aceh Tamiang digugat Rp1 miliar oleh salah satu pengusaha ternak ayam ras di wilayah itu.

Ketiga warga tergugat itu adalah, Juparto (tergugat I) se­laku Datok Penghulu/Kades Jamur Jelatang, Sunarwan (tergugat II) warga Dusun Bangun Sari, Desa Jamur Jelatang dan Rusman (tergugat III) warga Dusun Tegal Sari, Desa Jamur Labu, Sapta Jaya.

Mereka dituduh melakukan pengru­sakan dan penjarahan peralatan kandang ayam milik penggugat yang terjadi pada 7 Januari 2019 lalu. Kasus perdata ini diketahui saat keti­ganya akan menjalani sidang perdana gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Kualasimpang, baru-baru ini.

Pemantauan Analisa, puluhan warga dari sejumlah desa di Sapta Jaya tampak mendatangi PN setempat untuk meng­awal jalannya sidang. Hal ini sebagai bentuk dukungan moril kepada tiga rekannya tersebut.

 Namun sidang perdata yang diajukan Sutriono sebagai penggugat terpaksa ditunda oleh hakim lantaran terdapat kesalahan penulisan alamat tergugat III Rusman, tidak leng­kap.

 “Sidangnya tak jadi, ditunda sampai Selasa depan,” kata Datok Penghulu Desa Suka Rahmat, Daya Winata yang ikut solidaritas menghadiri sidang gugatan itu.

Menurut Daya, kehadiran puluhan orang termasuk warganya ke PN Kualasimpang tidak ada dimobilisasi oleh pihak mana pun, melainkan inisiatif warga masing-masing.

“Gugatan ini terkait kasus wabah lalat yang menyerbu permukiman di Sapta Jaya. Puluhan warga yang datang ke­mari bukan dari satu desa, tapi dari 7 desa yang ada di Pagu­yuban Sapta Jaya,” jelasnya.

Salah satu tergugat, Juparto yang juga Datok Penghulu Desa Jamur Jelatang kepada Analisa mengatakan, gugatan yang dialamatkan kepada dirinya dianggap tidak masuk akal. Sebab, waktu itu dia berada di lokasi kejadian untuk mene­nangkan massa tidak ada memprovokasi.

“Saya heran saja, kok saya malah digugat. Saya ada di si­tu sebagai datok untuk me­nenangkan warga saya,” katanya.

Siap menghadapi gugatan

Namun demikian, Juparto dkk mengaku siap menghada­pai sidang gugatan dari pemilik kandang ayam tersebut de­ngan menyewa dua pengacara. Menurut Juparto, para ter­gugat dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp1 miliar de­ngan rincian denda pengembalian ayam Rp10 juta, pembu­atan kandang Rp430 juta, dan biaya operasional sebanyak lima kali Rp225 juta.

“Kami juga disuruh mengganti peralatan kadang ayam yang hilang, seperti bola lampu, kabel, pakan, pokoknya totalnya Rp1 miliar,” urainya.

Secara terpisah, Sutriono saat dihubungi mengungkapkan, sebelumnya massa me­nu­duh peternakan ayam potong milik­nya itu telah menyebabkan hama lalat dan menyer­bu permu­kiman warga.

“Tiba-tiba mereka datang demo ke rumah saya. Kerah baju saya ditarik-tarik, ayam saya dibakar hidup-hidup,” ung­kap­nya.

Dia memaparkan, aksi massa waktu itu juga menjarah se­jumlah barang pribadinya, seperti timbangan, setrika, cang­kul, bola lampu hingga ayam. Saat aksi ini berlang­sung kata dia, sempat disaksikan unsur Forkopincam Rantau dan termasuk Datuk Penghulu Jamur Jelatang, Juparto.

“Mereka memaksa saya menutup peter­na­kan ayam yang merupakan tempat saya mencari nafkah,” ulasnya.

Ketua Asosiasi Peternak Ayam Forum Usaha Maju Bangkit Bersama, Elfian Raden berharap kasus ini tidak ber­larut dan bisa berakhir damai. Sebelum kasus ini digugat ke Pengadilan, sejak awal pihaknya sudah mencoba memediasi masalah ini.

“Perlu dicatat, gugatan itu atas nama pribadi. Bukan meng­atas­namakan peternak di Sapta Jaya. Dalam gugatan ini kami dari asosiasi peternak ayam tidak berada dipihak mana pun,” ujarnya.

Elfian justru mempertanyakan peran pemerintah daerah dalam memberi solusi, agar peternak dan warga bisa hidup ber­dampingan. (dhs)

()

Baca Juga

Rekomendasi