Rasdhoo Sisi Sederhana di Balik Mewahnya Maldives

rasdhoo-sisi-sederhana-di-balik-mewahnya-maldives

Oleh: Pearl Rein

BAGI pecinta laut dan pantai, Maldives adalah tujuan wisata favorit. Negara yang terletak di Samudera Hindia ini terdiri dari ribuan pulau yang terbagi ke 1200 atoll dan setiap pulau – pulau ini memiliki banyak sekali resort mewah dan mahal.

Gugusan pantai dengan air yang jernih dan pasir putih terhampar luas menjadi daya tarik yang kuat bagi para wisatawan untuk terbang menikmati surga duniawi. Namun saya ingin tahu apakah penduduk asli Maldives juga hidup penuh kemewahan seperti para turis. Pada perjalanan kali ini, saya berkesempatan untuk mengun­jungi salah satu kepulauan di Maldives dan berbaur dengan penduduk asli mereka.

Kami sampai di Bandara Velana saat hari sudah malam. Kami menuju ke daerah Hulhumale yang berdekatan dengan airport untuk menginap. Hulhumale terletak di sekitar utara bandara, kota yang rapi dan bersih, namun sangat sepi. Untuk menuju ke daerah ibukota Male yang terletak di pulau yang terpisah, beberapa tahun sebelumnya harus menggunakan speed boat yang pada malam hari sudah tidak beroperasi jadi kami memilih untuk menginap di Hulhumale karena bisa ditempuh dengan jalan darat.

Seiring waktu, pemerintah Maldives sudah mem­bangun jembatan untuk menghubungkan bandara dengan Pulau Male, sehingga sekarang sudah bisa diakses langsung via darat.

Warga di Hulhumale terdiri dari warga asli Maldives dan imigran dari India, Bangladesh, Sri Langka dan beberapa bagian Asia Timur lainnya. Mereka sangat ramah dan melayani kami sepenuh hati, baik dari hotel maupun toko – toko sekitar. Tidak banyak yang berjualan dan suasana kota tergolong cukup gelap karena lampu jalan terletak berjauhan.

Saya tinggal di hotel yang bersebelahan dengan pantai Hulhumale. Air di pantai ini cukup jernih dan terlihat sangat luas tanpa ada pulau-pulau. Di sekitar pantai terdapat berbagai hiasan bunga-bunga yang terbuat dari botol-botol plastik bekas. Penduduk setempat sangat mendukung gerakan kebersihan dan Go-Green. Pe­makaian plastik sangat diminimalisir. Air minum di hotel juga disajikan dengan botol kaca dan tidak menggunakan air mineral kemasan plastik.

Keesokan harinya kami kembali ke Bandara Velana untuk menumpang speed boat. Tujuan kami adalah Pulau Rasdhoo yang terletak di Alifu Alifu atoll. Perjalanan ke Rasdhoo kami tempuh dalam waktu 1 jam perjalanan melewati laut berair biru gelap dan arus yang cukup kuat. Untuk yang berencana ke resort khusus yang lebih jauh, bisa menumpang Sea Plane yang berangkat juga dari bandara Velana. Biasanya harga kamar resort sudah termasuk biaya Sea Place.

Kami memilih Pulau Rasdhoo karena merupakan tempat favorit untuk menyelam. Pulau ini sangat kecil. Dalam satu pulau hanya terdapat sekitar 6 keluarga saja sehingga mereka semua saling mengenal dan membantu satu sama yang lain. Dari ujung ke ujung pulau bisa ditempuh dengan berjalan kaki, hanya beberapa saja yang naik kereta maupun atau sepeda. Perkampungan ini sangat rapi dan bersih.

Dengan kondisi tanah berpasir, rata-rata rumah penduduk dan penginapan hanya ada dua lantai saja. Setiap ujung jalan selalu terlihat pantai dan laut. Pantai yang paling banyak dikunjungi adalah Bikini Beach, karena lokasinya yang tidak terhantam arus saat air pasang. Lepas pantai di Bikini Beach, terdapat banyak rerumputan di dalam laut. Airnya tidak terlalu jernih akibat arus bawaan, namun jarak pandang masih jelas. Ada ribuan ikan berenang di sekitaran jadi banyak sekali turis yang suka snorkeling sembari bermain dengan ikan-ikan tersebut.

Pantai lainnya dipergunakan sebagai dermaga kapal besar dan boat-boat kecil untuk pariwisata. Sayang sekali di pesisir pantai yang lain, kebersihannya tidak terjaga. Bisa ditemukan botol-botol plastik hingga pecahan botol kaca di sekitar pantai. Air lautnya keruh saat pasang namun akan jernih kembali di pagi hari.

Daya tarik utama dari Pulau Rasdhoo adalah terdapat banyak hiu martil. Ikan-ikan favorit lain yang bisa ditemukan adalah ikan hiu bersirip putih, pare bintik, pare tanduk, penyu laut, barracuda dan lumba-lumba.

Harga sekali diving di sana ditawarkan $50 per orang per dive.  Harga ini cukup mahal namun kami dipandu oleh dive master dan harga ini memang sangat pantas setelah saya menyelam ke berbagai titik di sekitar Pulau Rasdhoo. Ikan hiu seharusnya berada di sekitar ke dalaman 30 meter namun saya sudah menjumpai cukup banyak di sekitar kedalaman 18 meter. Penyu laut terlihat di sekitar kedalaman 15 mtr, terkadang mereka bisa berenang di sekitar permukaan laut atau di lokasi tertentu yang bisa dilihat hanya dengan snorkeling tanpa harus menyelam ke laut.

Di titik lain, kami menyelam untuk melihat ikan pari. Sayang sekali kami hanya melihat beberapa ekor karena saat itu hujan turun sangat deras. Biasanya ikan-ikan besar ini akan berpindah ke laut lepas yang tidak sedang hujan untuk menghindari petir.

Kami mulai turun saat hujan sudah berhenti. Lokasi tersebut seakan terbagi dua. Satu sisi merupakan dinding penuh dengan ikan dan terumbu karang. Di balik tebing terumbu karang, ada sebagian lokasi yang datar dan berpasir, seperti sebuah lapangan. Di tempat seperti ini kadang ada ikan hiu yang berenang berkeliling atau ikan pari yang mencoba bersembunyi di pasir. Di sisi terumbu karang terdapat jenis ikannya bervariasi dengan jumlah yang sangat banyak. Beberapa jenis ikan bahkan tidak takut untuk mendekati kami, mereka hanya pergi saat terlalu banyak mengenai gelembung dari oksigen kami. Di sisi lain merupakan laut tanpa dasar. Kami diingatkan agar kamera senantiasa dipegang erat karena tidak akan bisa diambil lagi jika terjatuh.

Bioluminescent Plankton

Ada fenomena alam yang unik, yaitu plankton yang bersinar /bioluminescent plankton. Fenomena ini hanya akan terjadi di tengah laut maupun pantai dengan kondisi air sangat tenang saat langit cerah. Jika hujan di pagi hari, plankton tidak akan muncul di malam hari.  Selama enam hari saya di sana, hanya ada sehari saja dimana plankton ini bermunculan. Dengan warna biru keunguan. mereka akan memenuhi laut dan pesisir pantai dengan cahaya yang seperti lampu.

Bulan April bukan musim plankton, saya jadi tidak berani memegangnya karena takut mereka akan menghilang padahal plankton ini tidak berbahaya. Jika kita pegang juga mereka hanya akan melekat di tangan kita sebelum nanti mereka melompat balik ke laut dan tidak akan ada reaksi gatal atau gigitan.

Menurut masyarakat sekitar, bulan September adalah puncak dimana plankton akan bermunculan karena di bulan itu, cuaca mayoritas cerah. Ikan pari juga banyak bermunculan ke permukaan di September. Jadi bisa dibilang September merupakan saat terbaik untuk mengunjungi Maldives sedangkan akhir bulan April hingga Juni, curah hujan tinggi jadi lebih baik dihindari bulan-bulan ini.

Sand Bank

Sand Bank merupakan pulau kecil yang penuh pasir putih dan sedikit pepohonan. Yang menjadi daya tariknya adalah airnya yang putih dan jernih, dan ada titik dimana air ombak beradu dari dua sisi yang berbeda. Jika air surut penuh, kita bahkan bisa berjalan di atas hamparan pasir yang dibasahi air laut sebab jika air pasang, bagian ini akan tenggelam.

Saya menuju ke sand bank dengan perahu kecil, hanya sekitar 10 menit dari Pulau Rasdhoo. Di pagi hari, tidak ada orang yang datang ke Sand Bank, biasanya orang mulai berdatangan di atas jam 10. Jika ingin berfoto tanpa ada orang lain, maka datanglah pagi-pagi. Air semakin surut setelah jam 12 tengah hari dan akan pasang kembali di sore hari. Beberapa penduduk setempat bercerita bahwa mereka suka bermalam di Sand Bank karena udaranya sejuk. Suasana malam di sana nyaman walau mereka hanya tidur di atas handuk sambil bersantai menikmati suara ombak yang berlomba-lomba mencapai tepi pantai. Air laut di Sand Bank sangat jernih dan terdapat beberapa warna karena ada vegetasi bawah laut yang mendalam dan dangkal. Berbeda dengan Bikini Beach, tidak ada rerumputan di dalam laut sekitar Sand Bank.  Di sekitar pantai, terdapat banyak sekali sampah wisatawan, yang mereka kumpul dan sembunyikan di bawah pohon, biasanya akan ada petugas kebersihan yang datang setelah jam makan siang.

Rasis

Saya pernah baca sebelumnya bahwa masyarakat di Maldives tergolong rasis dan pelit. Mereka lebih menyukai turis dari barat dibanding Asia. Kenyataannya hal itu tidak benar. Di setiap tempat yang saya datangi, semua orang memperlakukan saya dengan sangat baik dan ramah. Mereka bahkan memberi saya potongan harga, bonus sampai minuman gratis. Tidak semua yang kita baca di internet itu benar.

Saya berjalan berdua dengan suami di malam hari, dengan lampu penerangan jalan seadanya, dan tidak ada hal kriminal yang terjadi. Warga di Pulau Rasdhoo selalu bersikap baik dan memberi kenyamanan kepada semua pengunjung. Di Pulau Male, terkadang bisa terjadi perkelahian antar sesama warga. Bedanya jika ada warga Rasdhoo yang berani berbuat kriminal maka akan diusir dari pulau.

Mata Uang dan Hari Libur

Mata uang yang diterima di Maldives hanya USD dan MVR (Maldivan Rufiya). Setiap tempat menerima kedua mata uang ini dengan kurs yang mereka sesuaikan. Perlu diperhatikan bahwa untuk menukar sisa MVR yang tidak terpakai, kita wajib melampirkan struk penukaran valuta. Mereka tidak akan melayani penukaran kembali tanpa struk tersebut.

Setiap hari Jumat, restoran maupun toko-toko akan tutup mulai pukul 11.30 sampai 14.00 karena warga wajib mengikuti Sholat Jumat. Sebagian toko dan museum akan tutup, tapi restoran akan tetap buka setelah selesai sholat.

Berbeda dengan kita, hari Jumat dan Sabtu dianggap sebagai hari libur dan mereka bekerja dari hari Minggu sampai Kamis. Para pekerja mayoritas adalah pria. Wanita lebih banyak menjadi ibu rumah tangga karena bagi mereka itu adalah pekerjaan yang mulia.

Harga Barang yang Cukup Mahal

Maldives terkenal dengan harga barang yang tergolong mahal. Saya sempat membeli sebungkus biskuit, es krim dan satu cup mie instan, jika di-rupiahkan, bernilai sekitar seratus ribu lebih. Harga yang mahal ini dikarenakan semua barang di Maldives diimport dari negara lain.

Vegetasi tanah yang kering dan berpasir memang cukup susah untuk menanam. Tidak ada pabrik di Maldives. Ada beberapa pulau yang menanam sayur dan buah namun tidak cukup untuk memasok satu negeri karena banyaknya resort tersebar di semua kepulauan Maldives. Semua bahan baku dikirim ke setiap pulau dengan menggunakan kapal. Beratnya biaya agar bahan baku diterima dengan baik membuat harga modal menjadi mahal.

Pulau Rasdhoo memberi saya kesempatan untuk mengenal sisi asli dari penduduk Maldives. Ternyata Maldives tidak selalu resort dan pantai jernih. Pengalaman kali ini memberi saya banyak sekali pelajaran tentang masyarakat setempat. Satu hal yang ingin saya sampaikan, pemanasan global membuat air laut naik dan diprediksi Maldives terancam tenggelam 100 tahun ke depan. Semoga kita bisa berperan dari diri sendiri untuk mengurangi pemanasan global dan mengurangi penggunaan plastik agar tidak memperbanyak produksi dan penumpukan sampah. ***

()

Baca Juga

Rekomendasi