Kita Bagian Anak Indonesia

kita-bagian-anak-indonesia

RASA peduli terhadap anak-anak berkebutuhan khusus memang melintasi sekat-sekat etnisitas, agama, dan gender. Lihatlah yang dilakukan puluhan anggota, pengurus, dan para donatur Lions Club Medan Merdeka Distrik 302 A2 di Sekolah Luar Biasa (SLB) YPAC Medan, Selasa (23/7) siang.

Hari itu, mereka menunda sekian jam waktu bisnis dan pekerjaan sehari-hari. Mereka ikut berbagi keceriaan bersama puluhan siswa SLB YPAC Medan yang tengah merayakan Hari Anak Nasional di gedung serba­guna sekolah tersebut.

Para relawan Lions Club Medan Merdeka itu, selama 2 jam tak hanya betah menyaksikan unjuk kreasi anak-anak berkebutuhan khusus, usai acara mereka juga langsung berbaur bersama anak-anak dan orang tuanya.

Mereka membagi-bagikan bingkisan, memuji penampilan anak-anak, tapi juga tak sedikit yang memberi motivasi dan mengajak anak-anak itu bercanda.

“Kita melakukan bakti sosial dengan anak-anak berkebutuhan khusus karena kita sama-sama  bagian dari anak Indonesia,” ujar Gubernur Distrik 307 A2 Lions Club Medan Mer­ deka, Syafii Salim dalam sambutan­nya.

Hubungan Lions Club Medan Merdeka dengan SLB YPAC Medan sejatinya sudah terjalin sejak 2013.  “Waktu pertama kali datang ke sini, hati kami langsung tersentuh. Beberapa anak lalu kami bawa bermain di sebuah arena bermain yang ada di sebuah plaza,” ujar Ketua Komite Pelayanan Lions untuk Anak 2019 - 2020, Suryani Susilo. Sejak itu, seolah terjalin  hubungan batin mereka dengan anak-anak berkebutuhan khusus.

Edukasi Anak

Pada 2016 Lions Club Medan Merde­ka menginisiasi untuk melaku­kan renovasi ruang perpustakaan sekolah dan membeli sejumlah buku untuk melengkapi koleksi perpus­takaan. Suryani Susilo lalu berdiskusi dengan Kepala SLB, Suratno.

“Mereka menyambut positif rencana renovasi tersebut, namun untuk penga­da­an buku disarankan diganti dengan mainan kayu yang bersifat edukatif,” tutur Suryani Susilo. Anak berke­butuhan khusus, terutama anak tuna­grahita, memang lebih membutuh­kan pendidikan keterampilan, diban­ding pendidikan untuk mengem­bangkan kapasitas akademik mereka.

Lions Club Medan akhirnya membeli berbagai jenis mainan kayu, termasuk lego, alat permainan berbentuk bongka­han plastik kecil yang bisa disusun menjadi model apa saja.  “Kami sangat apresiatif karena sampai sekarang bantuan itu masih terawat dengan baik,” katanya.

Kerjasama terus berlanjut sampai Suryani Susilo menjabat Prediden Lions Club Medan Merdeka 2018-2019. Dua ruangan vokasional yang ada di sekolah, ruangan Salon dan membatik direnovasi plus peralatan yang dibutuh­kan siswa untuk belajar merias, menggunting rambut, dan membatik menggunakan  canting.

Bagi Kepala Pusat Rehabilitasi Anak  YPAC Medan, Suratno, bantuan dari Lions Club Medan Merdeka sebenar­nya tak hanya berbentuk materi saja. “Kehadiran mereka beramah-tamah dengan siswa, sangat membantu strategi kami untuk meningkatkan relasi pergaulan sosial anak-anak dengan kelompok inklusif,” katanya.

Menurut master psikologi dari Program Pascasarjana Universitas Medan Area, 2008 itu, untuk mening­katkan relasi sosial anak-anak berkebu­tu­han khusus dengan komunitas in­klu­sif, mereka kerap dibawa ke ruang publik, seperti museum atau kantor pos.

“Memang saat bergaul sesama anak berkebutuhan khusus, mereka merasa lebih nyaman, tidak mendapat bully, namun kita juga harus membawa mereka ke pergaulan yang inklusif, walau harus bertahap,” kata Suratno.

Sekolah juga melakukan strategi lain, semisal mengikutsertakan mereka ke berbagai ajang lomba. Baik yang diadakan untuk sesama anak berkebu­tuhan khusus maupun umum.

Pada 2019, Fahrezi Aziz misalnya meraih Juara 1 Lomba Cipta dan Baca Puisi SMPLB/SMALB Provinsi Sumut. Lalu ada Tantowi Eka Prasetya, Juara 1 Kompetisi E-Design (Poster) Jambore Tingkat Sumut 2016. Ahmad Hairal Juara 1 Lomba Lari 25 meter  kategori Low Ability Putra Porda Doina 2018, dan Lutfia Amanda juara 1 Bocce Jenjang SLB  yang diadakan Dinas Pendidikan Sumut.

“Kalau untuk lomba umum, keser­taan anak-anak kami lebih sebagai peng­gembira untuk lebih meningkatkan pergaulan yang inklusif,” ujar Suratno yang menjabat Kasek SLB C YPAC Medan sejak 2009 itu.

Panggilan Hati

Menurut alumni SGSLB Solo, 1988 itu, SLB YPAC Medan kini memiliki 130 siswa. Sebanyak 25 di antaranya berstatus sebagai anak asuh. Sisanya ada yang membayar penuh, ada yang mendapat pengurangan uang sekolah.

“Menjadi guru di SLB itu lebih sebagai panggilan hati, bukan untuk cari kekayaan materi,” katanya. Ia tak menampik guru butuh kesejahteraan. “Kadang rezeki kita justru dikasih Tuhan dari tempat lain. Mungkin itu karena kita  bekerja untuk anak-anak berkebutuhan khusus.”

Bekerja di ladang Tuhan memang membawa berkah serba tak terduga. Rose Rahmat mengaku sejak menjadi Ketua YPAC Medan, saat memberi sambutan dalam berbagai acara, ia tak perlu lagi teks tertulis. “Semua me­ngalir begitu saja,” katanya.

Anak, seperti kata penyair dan penulis terkenal Libanon, Khalil Gibran, memang titipan Tuhan. Baik mereka yang normal, memiliki keter­batas­an fisik maupun keterbatasan emosional. Sekalipun mereka bukan anak biologis kita, kita wajib  perduli bahkan berempati. (J Anto)

()

Baca Juga

Rekomendasi