
Termasuk salah satu negara yang menerapkan jam sekolah terpendek di dunia, para siswa Finlandia hanya akan mengabiskan 4 hingga 5 jam dalam sehari untuk belajar di sekolah. Agar tidak jenuh belajar, sekolah-sekolah di Finlandia juga memberikan banyak jam istirahat untuk siswanya. Sekitar 45 menit hingga 65 menit sekali siswanya diberi waktu istirahat 15 menit, artinya dalam sehari bisa ada 4 hingga 5 kali istirahat di sekolah.
Sistem pendidikan dasar dan menengah di Finlandia menginginkan agar anak-anak punya lebih banyak waktu untuk bermain dan bersosialisasi. Jadi tidak heran jika Finlandia disebut sebagai negara tempatnya anak belajar dengan santai.
Korea Selatan
Berbeda dengan Finlandia, siswa di Korea Selatan bisa menghabiskan waktu hampir 11 jam sehari belajar di sekolah. Siswa SD akan sekolah mulai pukul 08.00 hingga pukul 13.00, siswa SMP mulai masuk pukul 08.00 hingga pukul 16.30, sedangkan siswa SMA baru selesai sekolah pukul 22.00. Ada kegiatan belajar tambahan untuk meningkatkan kualitas akademik atau kegiatan ekstrakurikuler yang harus diikuti siswa SMA di sini.
Korea Selatan termasuk negara dengan budaya kedisiplinan pendidikan yang kuat. Pelajar di Korea Selatan juga masuk sekolah di hari Sabtu, mengikuti les tambahan atau kegiatan belajar bersama bahkan hingga larut malam setiap harinya.
Penerapan sistem pendidikan yang disiplin dan cukup ekstrim ini memang dapat meningkatkan kualitas pendidikan penduduknya. Namun demikian, banyak juga pelajar di Korea Selatan yang stres atau frustrasi jika tidak mampu mengikuti ritme kegiatan sekolah yang padat dan panjang.
Apalagi kalau tak lulus Ujian Nasional, rasanya dunia selesai di titik itu. Ketatnya persaingan di sekolah mungkin memang bertujuan supaya kita berlomba-lomba jadi lebih pintar. Tapi, negara dengan pendidikan terbaik dan murid terpintar di dunia, yaitu Finlandia justru melakukan hal yang sebaliknya?
Berbeda dengan kita yang harus menghadapi ujian nasional tiap mau naik jenjang sekolah, seumur-umur pelajar di Finlandia hanya menghadapi 1 ujian nasional ketika mereka berumur 16 tahun. Tidak hanya minim pekerjaan rumah, pelajar di Finlandia juga mendapatkan waktu istirahat hampir 3 kali lebih lama daripada pelajar di negara lain. Namun dengan sistem yang leluasa entah bagaimana mereka justru bisa belajar lebih baik dan jadi lebih pintar.
Anaknya belum genap 3 tahun aja udah ngantri dapat pre-school bagus gara-gara takut kalau dari awal sekolahnya, nantinya susah dapat SD, SMP, atau SMA yang bagus. Di Finlandia tidak ada kekhawatiran seperti itu. Bahkan menurut hukum, anak-anak baru boleh mulai bersekolah ketika berumur 7 tahun.
Mereka juga meyakini keutamaan bermain dalam belajar, berimajinasi, dan menemukan jawaban sendiri. Anak-anak di usia dini justru didorong untuk lebih banyak bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Bahkan penilaian tugas tidak diberikan hingga mereka kelas 4 SD. Hingga jenjang SMA pun, permainan interaktif masih mendominasi metode pembelajaran.
Pelajar di Finlandia sudah terbiasa menemukan sendiri cara pembelajaran yang paling efektif bagi mereka, jadi nantinya mereka tidak harus merasa terpaksa untuk belajar. Maka dari itu meskipun mulai telat, tapi pelajar umur 15 di Finlandia justru berhasil mengungguli pelajar lain dari seluruh dunia dalam tes internasional Programme for International Student Assessment (PISA). Itu membuktikan faedah dan efektivitas sistem pendidikan di Finlandia.
Fokus Baru
Untuk setiap 45 menit siswa di Finlandia belajar, mereka berhak mendapatkan rehat selama 15 menit. Orang-orang Finlandia meyakini bahwa kemampuan terbaik siswa untuk menyerap ilmu baru yang diajarkan justru akan datang, jika mereka memilliki kesempatan mengistirahatkan otak dan membangun fokus baru. Mereka juga jadi lebih produktif di jam-jam belajar karena mengerti bahwa sebentar lagi mereka akan dapat kembali bermain.
Di samping meningkatkan kemampuan fokus di atas, memiliki jam istirahat yang lebih panjang di sekolah juga sebenarnya memiliki manfaat kesehatan. Mereka jadi lebih aktif bergerak dan bermain, tidak hanya duduk di kelas. Bagus juga kan jika tidak membiasakan anak-anak dari kecil untuk terlalu banyak duduk.
Satu lagi faktor yang membuat orang tua di Finlandia tak usah pusing-pusing milih sekolah yang bagus untuk anaknya, karena semua sekolah di Finlandia itu setara bagusnya. Dan yang lebih penting lagi, sama gratisnya. Sistem pendidikan di Finlandia dibangun atas dasar kesetaraan. Bukan memberi subsidi pada mereka yang membutuhkan, tapi menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas untuk semua.
Reformasi pendidikan yang dimulai pada tahun 1970-an tersebut merancang sistem kepercayaan yang meniadakan evaluasi atau ranking sekolah, sehingga antara sekolah tak perlu merasa berkompetisi. Sekolah swasta pun diatur dengan peraturan ketat untuk tidak membebankan biaya tinggi kepada siswa. Saking bagusnya sekolah-sekolah negeri di sana, hanya terdapat segelintir sekolah swasta yang biasanya juga berdiri karena basis agama.
Tidak berhenti dengan biaya pendidikan gratis, Pemerintah Finlandia juga menyediakan fasilitas pendukung proses pembelajaran, seperti makan siang, biaya kesehatan, dan angkutan sekolah secara cuma-cuma. Memang sih sistem seperti ini mungkin berjalan karena kemapanan perekonomian Finlandia.
Guru adalah salah satu pekerjaan paling bergengsi di Finlandia. Pendapatan guru di Finlandia pun lebih dari 2 kali lipat dari guru di Amerika Serikat.Tidak peduli jenjang SD atau SMA, semua guru di Finlandia diwajibkan memegang gelar master yang disubsidi penuh oleh pemerintah dan memiliki tesis yang sudah dipublikasi.
Finlandia memahami bahwa guru adalah orang yang paling berpengaruh dalam meningkatkan mutu pendidikan generasi masa depannya. Maka dari itu, Finlandia berinvestasi besar-besaran untuk meningkatkan mutu tenaga pengajarnya. Tidak saja kualitas, pemerintah Finlandia juga memastikan ada cukup guru untuk pembelajaran intensif yang optimal.
1 Guru 12 Siswa
Ada 1 guru untuk 12 siswa di Finlandia, rasio yang jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain. Jadi guru bisa memberikan perhatian khusus untuk tiap anak, gak cuma berdiri di depan kelas.
Kredibilitas dan mutu tenaga pengajar yang tinggi memungkinkan pemerintah menyerahkan tanggung jawab membentuk kurikulum dan evaluasi pembelajaran langsung kepada mereka. Hanya terdapat garis pedoman nasional longgar yang harus diikuti. Ujian Nasional pun tidak diperlukan. Pemerintah meyakini bahwa guru adalah orang yang paling mengerti kurikulum dan cara penilaian terbaik yang paling sesuai dengan siswa-siswa mereka.
Upaya pemerintah meningkatkan mutu sekolah dan guru secara seragam di Finlandia pada akhirnya berujung pada harapan bahwa semua siswa di Finlandia dapat jadi pintar. Tanpa terkecuali. Maka dari itu, mereka tidak mempercayai sistem ranking atau kompetisi yang pada akhirnya hanya akan menghasilkan ‘sejumlah siswa pintar’ dan ‘sejumlah siswa bodoh’.
Walaupun ada bantuan khusus untuk siswa yang merasa butuh, tapi mereka tetap ditempatkan dalam kelas dan program yang sama. Tidak ada juga program akselerasi. Pembelajaran di sekolah berlangsung secara kolaboratif. Bahkan anak dari kelas-kelas berbeda pun sering bertemu untuk kelas campuran. Strategi itu terbukti berhasil karena saat ini Finlandia adalah negara dengan kesenjangan pendidikan terkecil di dunia.
Memang, kita gak bisa serta merta menyontek sistem pendidikan Finlandia dan langsung menerapkannya di Indonesia. Dengan berbagai perbedaan institusional atau budaya, hasilnya juga mungkin gak bakal sama. Siapa tahu bisa menginspirasi adminitrasi baru untuk mengadakan perubahan demi pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Pimpinan BT/BS BIMA Indonesia, Medan