Oleh: Prof. Dr. Jansen Silalahi (1) Makanan sehari-hari yang kita konsumsi mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat merupakan sumber energi utama (sekitar 50-60%), lemak (sekitar 30 %) dan protein (20%). Pada keadaan normal tubuh menggunakan campuran karbohidrat, lemak dan protein sebagai sumber energi. Kadar normal glukosa (gula darah) dari karbohidrat selalu tersedia dalam darah di antara 70 mg/100 ml sampai 100 mg/100 ml darah.
Kadar yang normal ini dipertahankan oleh aktivitas hormon insulin dan glukagon di dalam tubuh. Pada saat sesudah makan kadar gula darah meningkat, insulin akan dikeluarkan dari kelenjar pankreas yang berperan memasukkan glukosa ke dalam sel, dan selanjutnya diperoses jadi energi. Sisanya akan diubah menjadi glikogen sebagai cadangan glukosa, sehingga tercapai kisaran kadar glukosa yang normal.
Pada saat lapar atau puasa, maka glukosa darah rendah (di bawah normal), glukagon akan dihasilkan oleh pankreas untuk mengubah/menguraikan glikogen menjadi gula darah sehingga menjadi normal kembali. Demikianlah pengaturan gula darah dalam tubuh manusia dan hewan.
Jika mekanisme ini terganggu maka akan terjadi peningkatan gula darah yang tinggi (hiperglisemia) pada penderita diabetes (kencing manis), karena insulin tidak cukup (diabetes tipe 1) atau insulin tidak berfungsi dengan baik (resistensi insulin) yang disebut diabetes tipe 2.
Jika glukosa dari karbohidrat tidak tersedia, pada saat lapar, terutama pada saat puasa, maka cadangan yang ada di dalam tubuh akan segera habis. Akibatnya tubuh akan didorong menemukan alternatif bahan bakar untuk menghasilkan energi. Salah satunya adalah lemak yang diubah menjadi asam lemak yang dapat digunakan oleh hampir semua jaringan. Asam lemak dari lemak akan dapat langsung masuk ke dalam sel dan dimetaboliser (beta-oksidasi ) di dalam sel untuk menghasilkan energi.
Tak semua sel organ dapat memanfaatkan dimasuki oleh asam lemak tersebut, terutama otak dan syaraf tidak dapat menggunakan asam lemak sebagai sumber kalori. Jadi sumber utama energi untuk otak adalah glukosa. Maka pada saat ada gangguan/halangan glukosa masuk ke jaringan otak maka akan terjadi gangguan fungsi otak seperti epilepsi. Sumber energi alternatif untuk otak adalah senyawa keton yang disebut keton bodies yang berasal dari hasil samping dari pemecahan asam lemak (beta-oksidasi) di dalam hati.
Keton bodies ini berperan sebagai sumber energi alternatif untuk otak terutama pada saat puasa atau lapar. Pada saat keton bodies dihasilkan dengan cepat, akan terakumulasi di dalam sirkulasi darah, yang menyebabkan terjadinya keadaan ketosis. Pada waktu yang sama akan mengurangi produksi dan pemanfaatan glukosa.
Pada saat yang sama akan mengurangi pemecahan protein sebagai sumber energi yang dikenal sebagai pengganti protein (protein sparing). Pembentukan senyawa keton di dalam tubuh disebut ketogenik. Pembentukan keton bodies, selain pada saat puasa dapat juga terjadi melalui pola makan dengan susunan atau pola makan tertentu yang disebut diet ketogenik. Banyak orang tertarik pada diet ketogenik sebagai upaya untuk mengurangi lemak namun tetap dapat mempertahankan massa tubuh.
Diet ketogenik menyebabkan adaptasi seperti diatas terutama dengan mempengaruhi kadar dua hormon insulin dan glukagon. Insulin berperan untuk membawa glukosa keluar dari sirkulasi darah ke sel jaringan target, misalnya insulin menyimpan glukosa di otot sebagai glikogen dan asam lemak disimpan dalam jaringan adiposa sebagai lemak (trigliserida).
Glukagon adalah hormon untuk merangsang tubuh memecah glikogen yang tersimpan, terutama dalam hati untuk menjadi glukosa bagi tubuh. Jika karbohidrat tidak ada dalam diet, dan gula darah rendah, kadar insulin akan menurun dan glukagon meningkat. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya pelepasan asam lemak dari sel lemak dan menaikkan pembakaran(oksidasi) asam lemak dalam hati.
Peningkatan ini langsung menghasilkan keton bodies dan terjadi metabolisme ketosis.
Di samping kedua hormon ini ada sekitar 11 hormon lain juga dipengaruhi yang turut membantu mengalihkan pemakaian karbohidrat dan mengarah pada lemak.
Diet ketogenik terdiri dari lemak tinggi, karbohidrat yang rendah dan protein sedang, sehingga metabolisme karbohidrat dan protein dibatasi tetapi meningkatkan metabolisme lemak. Akibatnya terjadi peningkatan keton bodies dan penurunan glukosa dalam darah, dan secara perlahan metabolisme energi melalui ketosis terjadi.
Ketosis adalah status metabolit di mana tubuh memperoleh energi dari keton bodies sedangkan biasanya berasal dari glukosa melalui proses glikolisis (penguraian glukosa) sebagai sumber energi utama. Ketosis dapat dicapai melalui puasa atau mengurangi karbohidrat dalam diet.
Ada empat kategori diet ketogenik awalnya yang dianjurkan pada tahun 1921. Diet ketogenik yang paling umum adalah diet berbasis lemak rantai panjang (Long Chain triglycerides; LCT). Pada umumnya lemak termasuk LCT, tetapi hanya ada dua minyak yang termasuk lemak rantai sedang (Medium Chain Triglycerides; MCT) dalam kehidupan sehari-hari yakni minyak kelapa dan minyak inti sawit (Palm Kernel oil; PKO).
Diet ketogenik terdiri dari lemak dengan non-lemak (protein dan karbohidrat) dengan perbandingan (rasio) 4:1, tetapi juga 3:1. Diet ketogenik lainnya berkembang kemudian yakni diet ketogenik dengan lemak rantai sedang (Medium Chain triglycerides;MCT). Diet ketogenik lemak rantai sedang (atau disingkat dengan MCTKD diperkenalkan menggantikan diet ketogenik yang lama/klasik memakai LCT yang disingkat dengan LCTKD.
Pada diet ketogenik yang lama atau LCTKD, perbandingan lemak dan karbohidrat sangat ketat, sedangkan dengan MCTKD tidak terlalu ketat. MCTKD tidak berdasarkan perbandingan tetapi menggunakan MCT untuk menghasilkan keton. Keuntungan utama dari MCT dibandingkan dengan LCT adalah bawa MCT lebih effisien dan cepat dicerna dan diserap ke hati.
Di hati, kemudian dimetaboliser di mitokondria, dan sesudah proses beta-oksidasi, kemudian diubah menjadi keton bodies. Sedangkan LCT harus terlebih dahulu dicerna di usus halus dan kemudian di dalam dinding usus halus diubah kembali menjadi lemak, diangkut oleh kilomikron melalui sistim limpa masuk ke sirkulasi darah.
LCT butuh karnitin sebagai pembawa (carrier) untuk memasuki mitokondria dan kemudian mengalami beta-oksidasi. Oleh karena itu, jumlah MCT yang lebih rendah dari pada LCT dapat menghasilkan keton yang cukup memadai. Tambahan lagi, selera makan dapat dipertahankan/dicapai dengan adanya protein dan karbohidrat yang lebih banyak.
Bentuk diet ketogenik lain adalah tetap dengan memakai karbohidrat dengan glisemik yang rendah dibawah 50, tanpa meningkatkan keton bodies yang banyak sehingga tidak menaikkan glukosa darah.
Dengan meningkatnya lemak di dalam diet ketogenik akan mendorong tubuh untuk menggunakan lemak daripada karbohidrat. Keton bodies diproduksi di dalam hati akibat oksidasi asam lemak diikuti dengan metabolisme asetil-CoA yang dibentuk dari beta-oksidasi mitokondria.
Asetil-CoA dapat masuk ke siklus Krebs untuk menghasilkan ATP atau diubah menjadi keton bodies yakni acetoaseat, beta-hydroxybutirat (ß-OHB) dan aseton yang diangkut dari darah ke jaringan yang lain seperti jantung, dan otak.
(Penulis adalah guru besar Fakultas Farmasi USU, Medan).