Oleh: Muhammad Zubeir Sipahutar
TAK lama lagi, kepemimpinan Dzulmi Eldin-Akhyar Nasution akan segera berakhir. Itu artinya, Medan akan kembali memasuki babak baru dalam roda pemerintahan eksekutifnya sebagai agenda transisional kepemimpinan. Harapan untuk perubahan kota Medan menjadi kota yang maju adalah keniscayaan yang terus diharapkan oleh warganya. Bukan hanya bagi warga Medan saja, tetapi juga bagi warga Sumatera Utara. Gambaran baik atau buruknya Sumatera Utara bisa tercermin dari wajah kota Medan, karena Medan adalah Ibukotanya.
Dalam agenda Pilkada Walikota Medan ini, setiap warga Medan berhak berpartisipasi secara langsung untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin yang menurutnya sesuai dengan aspirasinya terhadap kota ini. Ajang ini tentu menjadi momen bagi masyarakat Medan untuk bisa lebih peka terhadap politik. Apalagi, dua ajang serupa sudah terlaksana dengan sukses yaitu Pemilihan Gubernur Sumatera Utara pada 27 Juni 2018 lalu, dan Pemilihan Presiden pada 17 April 2019 lalu. Dengan kata lain, sudah ada pemanasan bagi warga Medan dalam menyambut Pilkada mendatang.
Ajang yang diselenggarakan sekali dalam lima tahun ini kiranya bisa menjadi pemantik bagi warganya untuk turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Kita tentu tidak menginginkan minimnya partisipasi warga Medan terulang kembali seperti pemilihan Walikota sebelumnya pada 2015 yang lalu. Partisipasi politik warga Medan saat Pilkada Walikota tahun 2015 lalu hanya 26,88 persen. Artinya, ada sekitar 1,4 juta dari 1,9 juta pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dan ini tentu menjadi catatan buruk dalam penyelenggaraan demokrasi kita.
Berkaca dari pemilihan Gubernur tahun 2013 lalu, tingkat partisipasi di kota Medan juga masih tergolong rendah, yaitu hanya 36,62 persen. Dengan kata lain, tingkat abstain pada saat itu mencapai 63,38 persen. Namun, pada Pemilihan Gubernur tahun 2018 yang lalu, terjadi peningkatan partisipasi di kota Medan, sebanyak 58,38 persen warga Medan menggunakan hak pilihnya (Sumut24.co).
Untuk Pemilu 2019 yang baru selesai diselenggaran, partisipasi warga di Sumut berhasil melampaui target partisipasi nasional tahun 2019 yakni 79,91 persen. Sedangkan target nasional yang ditetapkan sebesar 77,5 persen. Target tersebut juga sekaligus melampaui target Provinsi yang ditetapkan sebesar 70 persen. Bila dibandingkan dengan pemilu 2014, partisipasi warga Sumut hanya mencapai 69 persen (Medanbisnisdaily.com).
Dari persentasi kedua pemilihan: Pilgubsu dan Pemilu, kita melihat ada peningkatan partisipasi masyarakat yang cukup signifikan. Hal ini lah yang kita harapkan untuk Pilkada Walikota Medan di tahun 2020 mendatang. Kita tentu tidak menginginkan warga Medan menjadi warga yang apatis, sebab baik buruknya Medan ini, tergantung pada pilihan warganya saat Pilkada nanti.
Bertolt Brecht (seorang penyair dan penulis naskah dari Jerman) mengatakan “Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, dll, semua tergantung keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu ini tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasioanal dan multinasional”.
Apa yang disampaikan oleh Bertolt Brecht tersebut merupakan peringatan kepada semua bahwa partisipasi terhadap politik itu sangat perlu. Sebab melalui keputusan politiklah hajat hidup orang banyak digantungkan. Hal ini tentu tidak lepas dari pemimpinnya, dan pemimpin itu dipilih langsung oleh rakyatnya.
Membangun Kepercayaan Rakyat
Jika berkaca pada Pilkada Walikota Medan tahun 2015 yang lalu. Yang menjadi penyebab dari minimnya partisipasi warga Medan untuk terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada tersebut adalah adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap calon yang maju. Warga Medan tidak melihat adanya harapan perubahan yang baik sehingga lebih memutuskan untuk tidak memilih. Dan jelas, hal ini tidak boleh dibiarkan berkepanjangan.
Memasuki Pilkada Walikota Medan 2020 mendatang, harusnya bisa menjadi angin segar dalam membawa harapan baru terhadap perubahan kota Medan menjadi lebih baik. Sang petahana Dzulmi Eldin telah menyatakan kepada media bahwa dirinya tidak akan maju lagi pada Pilkada 2020 mendatang. Hal ini disampaikannya pasca menghadiri ‘Festifal Budaya Lokal’ yang diselesanggarakan di Lapangan Merdeka pada 3 Agustus 2019 lalu. Alasannya adalah ingin memberikan kesempatan kepada tokoh-tokoh muda yang lebih berkompeten dalam membangun kota Medan. Dan kita patut mengapresiasi keputusan Dzulmi Eldin tersebut jika memang benar.
Melihat mundurnya sang petahana dari bursa calon Walikota Medan, tentu kita akan di hadapkan pada pilihan baru. Sebab pada pilkada 2020 ini, akan banyak masuk nama-nama baru yang digadang-gadang akan maju mencalonkan diri sebagai kandidat Walikota. Sejumlah nama yang santer diperbincangkan adalah Incumbent Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution, Ikhwan Ritonga yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Medan, Afif Abdillah putra mantan Walikota Abdillah, Maruli Siahaan yang pernah menjabat sebagai Kapolsek Teladan, Bobby Nasution yang juga menantu Presiden Jokowi, Burhanuddin SE yang merupakan Ketua PC NU Medan, dan Dahnil Anzar yang merupakan tokoh dari Gerindra.
Bukan hanya itu, partai-partai politik juga sudah mulai memanaskan mesinnya dalam menyambut Pilkada ini. Jika dilihat dari hasil pemilu 2019, dari 10 partai politik yang berhasil mendudukkan kadernya di DPRD Medan, hanya Gerindra dan PDIP yang dapat mengusung calon Walikota/Wakil-nya tanpa berkoalisi. Sedangkan bagi partai-partai lain, tentu harus membentuk koalisi, dan disinilah lobi-lobi antar partai dilakukan. Bukan tidak mungkin, akan memunculkan nama-nama baru lagi sebagai bakal calon kandidat.
Namun terlepas dari itu semua, siapapun yang akan maju menjadi calon Walikota Medan nantinya, kita tentu mengharapkan calon tersebut memiliki komitmen yang kuat membangun kota ini menjadi lebih baik. Memiliki gagasan dan gebrakan yang jelas dalam mengatasi segudang permasalahan akut kota ini seperti kemacetan, banjir, jalanan rusak, sampah, kemiskinan, anak-anak terlantar, tata kota, dan tata kelola administrasi.
Oleh karena itu, calon yang akan maju adalah calon yang bisa mengembalikan kepercayaan warga terhadap pemerintahannya. Warga Medan tentu sudah muak dengan janji-janji yang nihil realisasi. Asumsi ini juga berkaca dari kinerja Pemko Medan yang selama ini dinilai tidak membawa perubahan apapun. Jangan sampai, partisipasi warga pada Pilkada 2020 mendatang sama dengan partisipasi pada Pilkada 2015. Semoga saja. ***
Penulis adalah anggota Komunitas Mikir (Komik) USU