Belajar dari Polusi Jakarta

belajar-dari-polusi-jakarta

Oleh: Firman Situmeang

Tempo hari warga Jakar­ta dan Indonesia dihebohkan dengan data Indeks kualitas udara atau air quality index (AQI) versi AirVisual per Juli 2019 yang menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polusi udara terparah ketiga di dunia.

Bahkan per Agustus status tersebut sempat mem­buruk di mana Data AirVi­sual menun­jukkan bahwa udara Jakarta menempati urutan pertama dengan kondisi uda­ra tidak sehat. Begitupun, BMKG mengklaim kualitas udara Ja­karta masih baik.

Kondisi tersebut tak pelak memancing amarah berbagai pihak. Bahkan se­kelompok masyarakat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ja­karta, Greenpeace Indonesia, dan Wahana Ling­kungan Hidup (Walhi) Jakar­ta meng­gugat Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Ke­hu­tanan (LHK), Men­te­ri Ke­sehatan, Menteri Da­lam Ne­geri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gu­bernur Banten karena kua­litas udara ibu kota yang se­makin buruk.

Ada dua faktor yang didu­ga membuat kualitas udara di Jakarta memburuk. Pertama, asap kendaraan. Sebagai­ma­na yang disampaikan oleh BMKG, sebagian besar polu­si udara di Jakarta berasal da­ri asap kendaraan bermotor, yang jumlahnya kian mem­blu­dak.

Bahkan sebagaimana yang disampaikan Anies Baswe­dan, jumlahnya telah menca­pai 17 juta unit. Hal ini di­per­parah dengan kepadatan penduduk yang membuat asap yang diproduksi kenda­raan tidak bisa bergerak be­bas, bahkan masuk ke ru­mah-rumah warga.

Kedua, jumlah pohon me­ni­pis. Pohon meru­pakan ak­tor penting dalam menyerap karbondiok­sida di perkotaan. Ketika jumlahnya tak jauh le­bih banyak dibandingkan volume udara maupun jum­lah kendaraan kendaraan di Jakarta maka akan terjadi ke­tidakseimbangan yang ber­ujung pada mem­buruknya kualitas udara. Bahkan dalam kon­d­isi yang paling ekstrim bisa menyebabkan kesehatan pada masyarakat.

Solusi

Untuk nengatasi pence­mar­an udara, maka ada be­be­rapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, mengu­rangi penggunaan kendaraan pribadi. Untuk mewujud­kan­nya maka ada dua langkah yang harus dilakukan, perta­ma menggalakkan transpor­tasi umum yang berkualitas dan ramah lingkungan.

Salah satu penyebab mem­bludaknya kendaraan di Ja­karta adalah karena kualitas transportasi umum yang ma­sih dianggap kurang mum­puni. Oleh karenanya, Pem­prov Jakarta harus lebih se­rius dalam menyelesaikan ma­salah ini.

Sehingga masyarakat bisa tertarik mengguna­kan jasa transportasi umum. Bila per­lu Pemprov harus mulai men­jadikan transportasi ra­mah ling­kungan untuk diope­rasikan di Jakarta.

Selanjutnya yakni kebi­jak­an pembatasan ken­daraan. Memang Pemprov DKI su­dah menge­luarkan intruksi un­tuk melarang kendaraan berusia 10 tahun untuk ber­operasi di Jakarta maksimal di tahun 2025.

Namun menurut hemat sa­ya, kebijakan tersebut kurang tepat dan berpotensi men­cip­takan ketidak­adilan bagi rak­yat menengah ke bawah yang pada umumnya jarang meng­uppgrade kendaraannya.

Langkah paling realistis yang bisa dilakukan ada­­lah dengan melakukan pembatas­an jumlah ken­­daraan per ru­mah tangga. Misalnya mem­batasi kepe­­milikan maksimal 2 kendaran per rumah tang­ga.

Kedua, penghijauan kota. Pohon memegang peranan penting dalam keseimbangan kualitas udara sebuah kota. Dengan kata lain pengadaan pohon harus benar-benar di­kelola secara baik dan berke­lanjutan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Su­rabaya, Bandung dan Medan.

Misalnya di titik-titik kota yang tingkat polusi udaranya dianggap tinggi, maka peme­rintah harus berinisiatif un­tuk mengadakan pohon yang banyak pula di wilayah terse­but. Sekurang-kurangnya po­hon mampu menyerap 70 per­sen karbondioksida yang ada.

Alarm untuk Medan

Medan merupakan kota yang suka mengikut Jakarta. Ketika Jakarta menjadi kota­nya sampah, Me­dan juga ikut-ikutan. Ketika Jakarta menjadi kotanya banjir, Me­dan juga ikut-ikutan. Ketika Jakarta menjadi kotanya ke­macatan, Medan juga tak mau kalah.

Kini ketika Jakarta diterpa bencana polusi uda­ra, saya sebagai masyarakat yang tinggal di kota Medan tentu turut was-was. Pasalnya bila menilik berbagai unsur yang ada, tanda-tanda yang me­mungkinkan Medan meng­ikut Jakarta kian hari kian tampak nyata.

Sebut saja perihal jumlah kendaraan yang kian kemari kian membludak. Perluasan luas jalan yang katanya untuk mengurangi kemacetan itu justru menjadi stimulus bagi masyarakat untuk menambah jumlah kendaraan miliknya.

Tak hanya itu, eksistensi pohon di kota Medan juga kian terancam. Bukan hanya jumlahnya saja yang berku­rang. Namun juga fungsinya yang mulai disalahgunakan untuk hal-hal komersil ma­cam brosur hingga spanduk.

Belum lagi semakin ba­nyak­­nya jumlah pabrik dan ge­dung-gedung pencakar la­ngit yang kian me­nambah ke­resahan. Karena itu, Me­dan harus be­nar-benar berbenah. Masya­ra­kat dan Pemko harus belajar dari Jakarta. Sebelum bencana yang mengerikan itu benar-benar datang.

(Penulis adalah pegiat literasi di TWF)

()

Baca Juga

Rekomendasi