Banyak yang Itu-itu Saja

banyak-yang-itu-itu-saja

Oleh Jonson Pasaribu.  PAMERAN lukisan bagi seorang pelukis adalah sebuah kesempatan yang baik, jika bisa ikut serta berpartisipasi. Kesempatan berpameran menjadi pembuktian dari seorang pelukis, bahwa pelukis terus eksis dan konsisten dalam berkarya.

Eksistensi dan konsistensi ini bisa diukur melalui karya yang tampil dalam pameran. Ukurannya adalah seorang pelukis selalu menampilkan karya yang berbeda dalam setiap kesempatan pameran. Selalu menyertakan karya-karya yang terbaru.

Sayangnya kesempatan pameran sering tidak dimanfaatkan dengan baik dan tidak disadari sebagai sebuah tolak ukur akan pencapaian. Padahal melalui pameran, pelukis akan menerima apresiasi dari khalayak yang hadir pada pameran. Pelukis bisa mendapat nilai positif dan negatif tentang karya yang disajikannya pada pameran. Sering disebutkan dengan kata apresiasi.

Apresiasi ini tentu bisa menjadi pemicu untuk menambah daya, agar pelukis bisa Berjaya. Bisa juga malah merubuhkan mental seni yang ada dalam dirinya. Sebentuk apresiasi biasanya selalu berisi kesempatan untuk memperbaiki diri dalam berkarya. Meskipun saran atau masukan yang diterima sering tidak ter­bayangkan oleh si pelukis. Ada juga apresiasi dalam bentuk mengoleksi karya pelukis dari pecinta seni rupa yang hadir.

Dari pameran bertema, “Mahardhika” di Taman Budaya Sumatera Utara pada 19 – 21 Agustus 2019, yang digelar Dewan Kesenian Sumatera Utara, memberikan banyak catatan yang harus menjadi perhatian untuk dibenahi. Sebuah pameran lukisan haruslah dilaksanakan dengan cara-cara yang kreatif dan artisitik supaya memiliki roh seni yang utuh. Apalagi pameran ini membawa nama wilayah, Pameran Seni Lukis Sumatera Utara.

Kemerdekaan menjadi narasi utama dalam pameran yang bertema “Maharddhika”, begitu kata kurator dalam katalog pameran. Kemerdekaan dalam merayakan kebebasan untuk mengekspresikan diri dengan gagasan seniman. Tema “Maharddika” terlalu liar dan luas untuk bisa dirayakan sebagai sebuah pameran seni lukis.

Karya tidak bisa digali dalam satu wilayah ide fokus yang bisa memunculkan banyak perspektif dalam satu acuan gagasan. Dengan tema itu, muncullah beragam karya yang disajikan di ruang pameran dengan riuh. Meloncat-loncat dari satu tema ke tema lain, hingga tak terbingkai dalam satu gagasan visual yang tematik.

Kuratorial ini lebih mengarah kepada upaya untuk mendeskripsikan pameran lukisan pada ranah pengantar atau latar belakang pelaksanaan pameran. Bukan upaya untuk memberi penjelaskan pameran itu secara visual menurut khaidah seni rupa dalam wilayah ide dan gagasan.

Merayakan kemerdekaan itu bukan sebagai slogan atau ucapan belaka. Merdeka itu adalah sebuah aksi untuk tampil dan hadir secara terus-menerus. Mengisi dengan tindakan dan keterlibatan secara runtun di berbagai sudut pandang pemikiran ala seniman.

Menawarkan gagasan merdeka secara kreatif. Bahkan mengisi jiwa-jiwa yang belum merdeka dengan ide-ide merdeka yang tercermin dalam kemampuan pelukis menciptakan karyanya.

Siapa pun yang hadir pada kesempatan menonton pameran kali ini, jelas akan kecewa. Tak banyak yang bisa disaksikan. Karya yang tampil beberapa di antaranya sudah tampil berkali-kali dalam berbagai pameran demi pameran sebelumnya. Seakan pelukis hanya melukis beberapa lukisan saja dan kemudian memamerkan yang itu-itu saja.

Tampilan pameran yang terkesan apa adanya, tanpa pencahayaan yang baik dan pemajangan yang berdesakan pada beberapa bagian dinding. Membuat pameran ini seperti terkesan memaksakan sebuah kegiatan berjalan dengan apa adanya. Tak ada kejutan yang bisa dinikmati dari sebuah perhelatan pameran pelukis Sumatera Utara yang bisa mengejutkan pengunjung.

Jika tradisi kehidupan seni rupa dibangun dengan cara-cara yang tidak kreatif, hanya menampilkan yang itu-itu saja, jelas akan membuat jenuh khalayak penikmat yang kemungkinan hadir. Apalagi berangkat dengan niat ingin melihat sesuatu yang baru.

Penyelenggaraan pameran tanpa sebuah rencana yang matang akan menjadi sebuah aksi-aksian belaka, aksi yang sporadis. Sebuah pameran hendaknya diselenggarakan dengan rencana yang matang dan sebaiknya dimulai dengan diskusi dan mengunjungi para pelukis. Sambil membahas kuratorial yang dipilih menjadi tema, agar tema pameran fokus hadir dalam ruang pameran.

Sedangkan dari sisi pelukis, ini menunjukkan ketidakkonsistenan dalam berkarya. Padahal seharusnya pelukis yang baik tak akan berhenti berkarya dan terus mencari kebaruan demi kebaruan dalam karyanya.

Pencapaian seorang pelukis hanya bisa diukur dari karya ciptaannya. Bagaimana karya berubah secara alamiah, kemudian melahirkan bentuk yang dia ciptakan sendiri. Perubahan itu hanya bisa ditemukan dengan berkarya dan berkarya tanpa berhenti. Bukan dalam rutinitas melukis biasa, tetapi dalam pencarian yang tanpa henti.

Semua itu bisa didapatkan hanya dengan cara melukis dan terus memper­tanyakan hasil lukisannya. Kemudian membandingkan dengan karya yang menjadi rujukan atau seniman favorit dalam berkarya.

Setiap pelukis pasti akan mempu­nyai rujukan sebagai referensi untuk berkarya. Karena cara ini selalu menjadi sebuah jalan untuk mene­mukan pola menyampaikan gagasannya dan mengirim pesan lewat karyanya.

Penentu dalam menciptakan iklim seni rupa itu adalah pencipta seni rupa itu sendiri, bersama dengan berbagai pihak yang terlibat. Keterlibatan dalam sebuah perhelatan seni rupa yang digarap menjadi tanggung jawab yang tak boleh diabaikan. Demi keber­langsungan hidup seni rupa itu ke depan.

Kehadiran para konsumen seni, calon pembeli karya lukis pada pameran-pameran seni rupa adalah sebagai pendorong. Pendorong yang bisa memicu agar jalan seni rupa bisa menuju ke arah yang jauh lebih baik dari sebelumnya, setiap waktu.

()

Baca Juga

Rekomendasi