
Medan, (Analisa). Ritual sembahyang Pho Toh dilakukan pada bulan ke-7 dalam kelender China sekaligus penutupan Ceng Beng yang setiap tahun digelar, bukan sekadar menyambut atau mengenang arwah leluhur tetapi juga membantu jalan ke surga. Sembahyang Pho Toh tidak seramai ketika warga Tionghoa berziarah saat Ceng Beng.
Ritual Pho Toh dipimpin Suhu Saikong bertujuan untuk penghormatan kepada arwah leluhur di Kompleks Vihara Yayasan Budi Luhur Kedai Durian, Kamis (29/8). Ritual ini sudah berlangsung turun temurun.
Menurut Ketua Yayasan Budi Luhur Harun (Alun), saat Ceng Beng pintu akhirat dibuka guna memberi kesempatan para leluhur yang telah meninggal dunia kembali menemui kerabat selama satu bulan penuh. Namun pada acara ritual Pho Toh tersebut, dilakukan membakar replika rumah dan uang yang telah terbuat dari kertas.
"Pembakaran replika rumah, uang kertas disimbolkan sebagai kendaraan para leluhur ke alamnya," sebut Harun didampingi Joni Harun salah seorang pengurus yayasan.
Sebelum itu juga dilakukan ritual sembahyang dengan aneka sesaji berupa makanan dan minuman serta buah-buahan. Sesaji tersebut terdiri dari bermacam hidangan yang mempunyai kandungan makna penting di dalamnya, mengandung arti filosofi positif, seperti nasi, teh, lauk pauk, kue dan buah-buahan.
"Ritual seperti ini juga sebagai bentuk pengabdian kepada leluhur", ujar Harun.
Usai sembahyang bersama, dilanjutkan penyempurnaan uang kertas dan lembaran kertas menyerupai amplop yang sudah dituliskan dengan aksara China dan diletakkan di geladak replika rumah yang terbuat dari kertas. "Selanjutnya rumah-rumah, uang kertas dan lainnya tersebut dibakar," jelasnya.
Yang penting usai melaksanakan ritual Pho Toh dilakukan pemberian bantuan sembako kepada keluarga kurang mampu dan berharap pemberian sembako berupa beras itu dapat bermanfaat memenuhi tambahan kebutuhan hidup sehari-sehari.
"Sembahyang ini juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap rezeki yang telah diperoleh selama ini. Jadi setelah mendapat rezeki juga harus bersyukur dan membagi rezeki tersebut dengan yang lain," ujar Harun sembari melemparkan sejumlah uang kertas pecahan Rp2.000 untuk diperebutkan anak-anak di sekitar lokasi pekuburan. (rel/msm)