
Lubukpakam, (Analisa). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang dituntut untuk membayar utang kepada rekanan kerja senilai Rp 175 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2014 yang sudah 5 tahun tak kunjung selesai.
Padahal, hasil pembangunan itu sudah dinikmati masyarakat dan sudah tercatat sebagai aset tetap milik Pemkab Deliserdang.
Tuntutan itu, diungkapkan pelaku proyek swakelola Safrin Tanjung dalam unjuk rasa dilakukan massa dari lintas elemen masyarakat di Kantor Kejaksaan Negeri Deliserdang, Jalan Sudirman, Kota Lubukpakam, Senin (9/9).
Utang itu, merupakan hasil dari pekerjaan proyek swakelola yang sudah dilakukan untuk APBD tahun anggaran 2014 lalu senilai Rp175miliar lebih atas 617 paket pekerjaan swakelola baik dalam bentuk jalan, jembatan, irigasi dan lainnya.
“Pekerjaan kami, baik jalan dan jembatan, irigasi dan lain-lain, selesai dan sudah dinikmati masyarakat Kabupaten Deliserdang,” tegas Safrin.
Bahkan, berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 tanggal 28 Mei 2015, Bupati Deliserdang diperintahkan untuk menyelesaikan utang konstruksi sesuai ketentuan yang berlaku dan mencatat hasil pengadaannya ke dalam aset tetap sesuai dengan SAP.
Kekecewaan rekanan proyek swakelola juga disebabkan, Bupati Deliserdang Ashari Tambunan pernah berjanji, tepatnya 5 Maret 2015 di rumah dinas menyampaikan, dia meminta payung hukum sampai Pengadilan Negeri Lubukpakam saja tetapi tidak ditepatinya.
Pelaku swakelola, urai Safrin sudah memenangkan kasus itu di tingkat I Pengadilan Negeri Lubukpakam dan dikuatkan di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
Pemkab Deliserdang dalam laporan keuangan 2015 melalui Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) ternyata tidak mencantumkan utang proyek swakelola 2014 senilai Rp175 miliar lebih ke dalam APBD dan R-APBD 2015 serta tidak pernah mencantumkan utang jangka pendek maupun utang jangka panjang.
Karena itu, tegas Safrin, dia bersama rekanan proyek swakelola meminta keadilan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Deliserdang, Harli Siregar untuk membantu mereka mendapatkan hak-hak yang semestinya sudah mereka terima dan menyatakan diri mereka sudah terzalimi.
Bahkan Safrin menuntut keadilan kepada Presiden Joko Widodo dan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi serta penegak hukum untuk bisa membantu mereka menyelesaikan masalah itu. Apalagi, banyak rekanan proyek yang sudah meninggal dunia yang mewariskan utang kepada istri dan keluarganya.
Usut Tuntas
Sejumlah tuntutan juga digaungkan para pengunjuk rasa. Koordinator Forum Rakyat Antikorupsi (Forak) Sumut), Rahman JP Htabarat dalam orasinya juga meminta Kajari Deliserdang mengusut tuntas dugaan korupsi pembangunan Pasar Bakaranbatu 2013-2014 senilai Rp14 miliar termasuk proyek Sekolah Dasar (SD) di Dinas Pendidikan diduga fiktif serta dugaan ada pungutan liar.
Forak Sumut juga meminta, agar dugaan manipulasi proyek pembangunan gedung fisioterapi dan laboratorium terpadu di Rumak Sakit Umum Daerah (RSUD) Deliserdang turut diusut serta dugaan korupsi pemeliharaan gedung dengan anggaran senilai Rp11 miliar.
Tuntutan lain yang diungkap Forak Sumut, juga terkait dugaan manipulasi data peserta BPJS di Dinas Kesehatan Deliserdang serta masalah gizi buruk ditambah dugaan penyelewengan dana pembangunan Panti Jompo terletak di Kecamatan Beringin. Massa berharap, Kajari Deliserdang Harli Siregar tidak membiarkan tuntutan mereka berlarut-larut dan memastikan massa lebih banyak secara bergelombang akan terus melakuan aksi serupa sampai tuntutan mereka diproses.
“Kami akan bergelombang dengan massa yang lebih banyak lagi. Ini kami sampaikan dengan tegas dari Forak,” tandas Hutabarat.
Usai berunjuk rasa di Kantor Kajari Deliserdang, massa melakukan aksi dan tuntutan serupa ke kantor Bupati dan DPRD Deliserdang secara damai dengan pengawalan sejumlah aparat keamanan. (ak)