Parmalim dalam Spiritual dan Musikal

parmalim-dalam-spiritual-dan-musikal

Oleh: Ris Pasha

DIPERKIRAKAN selama 20 tahun, Irwansyah Harahap me­lakukan penelitian tentang Par­ma­lim Parsiakbagi, Hutatinggi Laguboti. Se­kali lagi Parsiakbagi Hutatinggi.

Irwansyah Harahap, sejak ma­sih Mahasiswa Fakultas Sas­tra USU jurusan Etnomusiko­lo­gi, sudah tertarik pada gon­dang batak. Di sana dia bertemu de­ngan Marsius Sitohang yang di­temukan oleh Rizal Siagian, MA. Ketika itu Marsius dan adiknya, Sarikawan Sitohang, sedang asyik duduk di atas becak dayung­nya.

penemuan itu, ditulis oleh Idris Pasaribu dalam sebuah ar­tikel pada Majalah Kartini per­te­ngahan 1985. Marsi­us pun diangkat menjadi dosen lu­ar biasa di FS-USU.

Mulai saat itu, Irwansyah Ha­rahap meminati gondang, bela­jar, belajar, dan terus belajar. Dia mulai rajin mengunjungu Lagu­boti yang ketika itu masih Ka­bupaten Tapanuli Utara. Bertemu dengan Raja Marnangkok Nai­pospos, putra dari Raja Ungkap.

Ugamo (Agama) Malim, ada­lah agama Batak yang berkem­bang di Tanah Batak, di bawah pimpinan Sisingamangaraja, dalam upaya manusia menuju me­nyembah Tuhan Mulajadi na Bolon. Perkembangan dan peng­a­jaran Ugamo Malim, seiring de­ngan perlawanan Raja Sisinga­ma­ngaraja terhadap penjajah.

Pen­jajah pun berupaya mele­nyap­kan Ugamo Malim. Belan­da berhasil memusnahkan Bale Pasogit (rumah ibadah) di Bak­kara pada 1883. Sisingamanga­raja sempat memindahkan pusat perjuangannya. Diperintahkan­lah Raja Mulia Naipospos (murid dan pengikutnya), di Hutatinggi.

Setelah Sisingamangaraja mang­kat pada 17 Juni 1907 karena di­tembak Belanda, perjuangan se­makin berat. Setelah mendapat izin dari Belanda pada 1921, Raja Mulia Naipospos mendiri­kan Bale Pasogit di Hutatinggi.

Kalau dalam keagamaan Kris­ten dan Katolik, musik ada­lah bagian dari ibadah. Parmalim juga demikian. Gondang adalah bagian dari tradisi ritual.

Masyarakat Parmalim Batak Toba, gondang (ensamble gen­dang) tidak semata-mata dimak­nai sebatas ungkapan ekspresi estetik musikal. Lebih dari itu, gondang merupakan representasi simbolik dari ungkapan penyam­paian tonggo (doa). Tentunya ditujukan kepada sang pencipta serta kepada berbagai kekuatan su­pranatural yang mereka yakini.

Dalam peribadatan Parma­lim, hubungan gondang (musik) dan tonggo (doa pujian, dua hal saling berkaitan. Demi­kian sakralnya gondang dalam peribadatan Parmalim.

Jenis-jenis gondang dalam ritual dalam Parmalim, dimulai dari ritual Si Paha Sada demikian lengkap. Ada 12 gondang utama dalam ritual tersebut, untuk perayaan Hatutubu ni Tuhan Si­marimbulubosi. Ada pula 10 gondang untuk doa.

Para pemusik tradisi khusus untuk ritual, secara lengkap pula dapat dibaca, silsilahnya yang tu­run-temurun. Sudah 4 generasi pemusik andal dalam ritual Parmalim Hutatinggi.

Penulis mengangap ada satu hal yang paling menarik dari buku Hata ni Debata ini. Musik tradisi Batak, banyak pula yang sudah dinotasikan, ba­ik dalam bentuk notasi angka, maupun dalam bentuk notasi balok.

Penulis sependapat dengan yang diterangkan Irwan­syah Harahap dalam semacam testimoninya. Buku-buku baca­an berisi tentang kebudayaan mu­­sik nusantara relatif jarang di­temukan. Dapat dipahami, karena disiplin ilmu yang menggeluti bebagai fenomena kebudayaan world music cultures (musik tradisi dunia), dikenal dengan sebutan etnomusikologi.

Kadang disebut juga musikologi etnik, sebuah disiplin ilmu relatif baru dikenal di Indo­nesia. Publikasi penerbitan se­cara umum hasil dari pekerjaan la­pangan di bidang etnomusi­kologi di Indonesia, kelihatannya sangat terbatas, dibandinghkan dengan berbagai ilmiah lainnya.

Buku ini merupakan satu inisiatif awal dari Irwansyah un­tuk memperkenalkan subyek ka­jian etnomusikologi beserta pem­bahasan seputar persoalan la­pangan, difokuskan pada kebu­dayaan musik masyarakat Batak Toba.

Uraian mengenai pembaha­san isi buku lebih diarahkan pada kajian etnografi budaya dan mu­sik ritual dari warga komunitas Par­malim Batak Toba berpusat di Hutatinggi.

Buku ini disertai pendukung re­kaman musik. Penulis sangat me­nyarankan kepada semua pem­baca yang cinta budaya nusan­tara, khususnya masyarakat Ba­tak Toba. Buku setabal 360 hala­man yang dilengkapi berbagai fo­to-foto para pemusik dan acara ritual, sangat menarik.

Desain sampul depan yang simpel de­ngan tiga warna, putih, merah, dan hitam, menjadikan sampul bu­ku ini kelihatan mistis. Warna khas Batak dari warna bendera Batak, menyim­pulkan kalau isi dari buku ini sudah terbayangkan dari sampul bukunya.

Selain sebagai penambah il­mu tentang Batak dan kebatakan, buku ini juga perlu menjadi dokumentasi untuk anak cucu. Karena se­makin lama, budaya Batak ba­nyak yang meyakini akan terge­rus. Saya justru sangat berharap, Parmalim mampu memperta­han­kan bahasa, music, dan adat is­tiadat Batak.

()

Baca Juga

Rekomendasi