Tiongkok, Negara Komunis dengan Sistem Ekonomi Liberal

tiongkok-negara-komunis-dengan-sistem-ekonomi-liberal

Oleh: Elsa Simanjuntak.

Dalam mengurus peme­rin­tahan dan ma­sya­rakatnya, beberapa aspek kehi­du­pan diperlu­kan demi berjalan­nya sebuah ne­gara yang kuat dan sejah­tera. Be­be­rapa aspek tersebut ialah bidang pen­didikan, kese­jah­teraan sosial, kesehatan, sta­bilitas politik dan keama­nan, hak asasi manusia dan keadilan, serta tingkat ke­sen­jangan sosial, kemis­kinan yang ditin­jau dari bidang ekonomi. Beberapa bi­dang yang disebutkan di atas, meru­pa­kan peng­gerak sendi-sendi ke­hidupan di dalam bernegara. Di sini ber­arti saling berkai­tan dan erat hubu­ngan­nya satu sama lain.

Ekonomi dalam sebuah negara meru­pa­kan salah satu bidang yang dianggap kru­sial dan sangat penting. Beberapa se­jarah mencatat pergolakan yang dialami oleh suatu negara karena adanya prog­resif dan resesi dari ekonomi politiknya. Kita ambil contoh yaitu banyaknya negara di Asia yang mendapatkan imbas dari krisis ekonomi, salah satunya adalah In­donesia yang pada masa orde baru me­ngalami krisis moneter hingga ditetap­kan berlangsungnya Reformasi 1998.

Hal ini menandakan bahwa ekonomi dan politik tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling terintegrasi. Beberapa tahun lalu, politik internasional dianggap lahan khusus para ilmuwan politik dan ekono­mi lahan bagi para pakar ekonomi secara terpisah. Namun, pada saat ini, politik dunia tidak bisa dipahami hanya melalui satu perpekstif, tidak cukup bila hanya membahas soal politik tanpa mem­pelajari ekonomi suatu negaranya. Ekonomi politik merupakan suatu hal yang penting bagi keberlangsungan suatu negara.

Tiongkok merupakan salah satu negara komunis yang berpengaruh di du­nia. Negeri yang akrab dipanggil dengan negara tirai bambu ini memiliki budaya peradaban yang sudah berdiri sejak be­ribu tahun yang silam. Dicatat dalam se­jarah, Tiongkok merupakan negara yang diperintah oleh para kaisar selama 2.000 tahun dengan sebuah pemerin­tahan pusat yang kuat dengan pengaruh Kong Hu Cu. Setelah tahun 1911, Tiongkok diperintah secara otokratis oleh KMT dan beberapa panglima pe­rang, dan setelah 1949 didobrak partai komunis yang dimotori oleh Mao Zedong.

Perang saudara antara Partai Komunis Tiongkok dan Kuomintang berakhir pada 1949 dengan pihak komunis me­nguasai Tiongkok daratan dan Kuo­min­tang menguasai Taiwan. Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong mem­pro­klamasikan Republik Rakyat Tiongkok dan mendiri­kan sebuah negara komunis. Setelah kega­galan ekonomi yang drama­tis pada awal 1960-an, Mao mundur dari jabatan­nya sebagai ketua umum partai komunis.

Kongres Rakyat Nasional melantik Liu Shaoqi sebagai pengganti Mao. Mao tetap menjadi ketua partai namun dilepas dari tugas ekonomi sehari-hari yang dikontrol dengan lebih lunak oleh Liu Shaoqi, Deng Xiaoping, dan lainnya yang memulai reformasi keuangan.

Kebijakan Refora

Setelah kematian Mao, Deng Xiao­ping berhasil memperoleh kekuasaan. Pada tahun 1978, Deng Xiaoping menet­ap­­kan kebijakan Refora. Permulaan li­beralisasi ekonomi bukan terjadi dari area perkotaan, tetapi justru di pedesaan. Para petani bertanggung jawab atas tanah yang dimiliki negara, namun rezim Deng mendorong para petani lebih flek­sibel dalam memilih komoditas perta­nian, lebih menyesuaikan kondisi alam, dan tidak lagi direpotkan dengan urusan birokratis yang amat terpusat seperti yang berjalan di era Mao. Deng Xiao­ping memperbolehkan masyarakat untuk dapat berusaha lebih giat, salah satu contohnya ialah bertani dengan variasi yang beragam dan memproduksi bebe­rapa industri perkakas, serta otomotif. Hal ini dapat membantu mencukupi ke­bu­tuhan lokal dan dijual ke negara lain.

Kebijakan yang dibuat ini pun ber­buah manis, karena dapat memperbaiki perekonomian, yaitu mencegah adanya kelaparan di masyarakat dan pengang­guran yang pada saat itu ada di angka yang tinggi disebabkan oleh jumlah penduduk Tiongkok yang masif.

Selain kebijakan Refora, Deng Xiao­p­ing juga melaksanakan program Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zones atau SEZ). SEZ merupakan model produksi terpusat di sebuah area dengan me­nyasar dunia internasional sebagai pang­sa pasarnya. Special Economic Zo­nes merupakan model produksi terpusat di sebuah area dengan menyasar dunia internasional sebagai pangsa pasarnya. Hal ini terus berkelanjutan hingga per­konomian Tiongkok pun akhirnya berkembang sangat pesat. Ekonomi dan teknologi Tiongkok tumbuh, berkem­bang, dan terus maju hingga menjadi eksportir terbesar di dunia.

Deng Xiaoping telah memper­kenal­kan sistem ekonomi “sosialisme dengan karakteristik Tiongkok”, yaitu perpa­du­an antara sosialisme komunisme dengan kebijakan ekonomi sentralistik dan ber­kai­tan dengan sistem pasar. Sistem eko­no­mi ini tetap ramah terhadap investasi asing dan perdagangan di dunia, seperti ke­­giatan ekspor-impor yang sudah dila­ku­kan Tiongkok dari dulu. Sistem ideo­logi ekonomi inilah yang akhirnya dite­rus­kan oleh Tiongkok sebagai negara hi­ng­ga ke era sekarang, yaitu Xi Jinping, dan akhirnya membawa Tiongkok men­jadi ne­gara yang sulit ditandingi di dunia.

Negara ini juga membangun demo­krasi­nya berdasarkan komunisme yang mereka yakini juga dapat menumbuhkan stabilitas politik dan memberikan kese­jahteraan bagi rakyatnya. Hal ini menja­dikan Tiongkok sebuah negara yang unik karena dijalankan dengan dua sistem yang sebenarnya bertolak bela­kang, namun pada kenyataannya dapat dijalan­kan beriringan. Tiongkok membangun sebuah ‘ekonomi pasar sosialis’, sebuah sistem ekonomi di mana kepemilikan publik merupakan arus utama, di sam­ping itu perusahaan-perusahaan negara yang ada dikembangkan agar mendapat untung dan berjalan efisien seperti peru­sahaan-perusahaan swasta. Dalam jangka panjang, Tiongkok dengan kran investasi asing dan campur tangan ne­gara telah berhasil meningkatkan per­tum­buhan ekonomi negaranya.

Kita mengetahui bahwa berdasarkan komunisme, seharusnya tidak mengakui adanya pasar bebas. Namun Tiongkok menjalankan ini di negaranya. Tiongkok merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam WTO (World Trade Organization) atau organisasi perdagangan dunia. Hal ini juga dipengaruhi dengan ada­nya globalisasi yang mendunia, di mana negara-negara dapat saling beri­nte­raksi tanpa adanya batasan. Begitu juga dengan pengaruh globalisasi dalam pa­sar bebas. Kita mengetahui bahwa da­lam pasar bebas TNC atau Transna­tional Corporations dapat saling ber­saing. Selain itu, globalisasi juga me­nem­patkan negara dengan industri tek­nologi dan mesin yang canggih yang da­pat meng­uas­ai perdagangan dan pasar bebas. Hal yang pasti dari penerapan ke­dua sistem dalam satu negara ini adalah adanya kema­juan ekonomi yang terjadi secara pro­gresif di Tiongkok. Tiongkok yang merupakan negara canggih dengan industri mesin, kemajuan informasi dan teknologi serta alat-alat perang ini tetap tidak melupakan petani-petani yang juga menghasilkan bahan baku untuk dijual ke pasar internasinal. Hal ini dapat mem­perkuat perekonomian negara. Tiong­­kok menjadi salah satu negara yang memiliki angka GDP (Gross Do­mes­­tic Product) yang cukup tinggi dan mampu bersaing secara langsung dengan Amerika Seri­kat. Hal ini didu­kung oleh kemajuan-kema­juan alat produksi, kestabilan politik, dan ke­ingi­nan untuk memak­si­mal­kan kesejah­te­raan masyara­kat­nya. Aksi ini dapat memperkuat soft po­wer ba­gi Tiongkok dan memperluas pe­nga­ruhnya kepada ne­gara-negara lain demi melaksanakan ke­pentingan nasionalnya.

Penulis mahasiswi, 20 tahun.

()

Baca Juga

Rekomendasi