Sensasi Menatap Lembah Bakkara

sensasi-menatap-lembah-bakkara

Perjalanan saya kali ini berawal dari seorang teman yang akan melakukan penelitian tugas akhir kuliah. Setelah memberitahu lewat sambungan telepon, kamipun menyiapkan perbekalan untuk perjalanan selama tiga hari. Tujuan kami adalah mencari tumbuhan padi merah yang baru ditanam. Menurut informasi yang sudah berusaha dicari, daerah sekitaran Danau Toba saat itu tengah memasuki masa tanam.

Oleh: Muhammad Ifroh Hasyim

Dengan mengendarai kuda besi, dan di­bekali perlengkapan serta makanan untuk bertahan tiga hari kami berangkat menuju Kabu­paten Tobasa. Seperti kebiasaan sebelumnya, perjalanan yang kami lakukan haruslah sembari mengeksplor tempat wisata. Apalagi perjalanan kami kali ini akan melewati beberapa kabupaten yang mengelilingi Danau Toba.

Rute Medan-Siantar-Tobasa kami tempuh dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Dengan jeda 4 kali berhenti karena kondisi tubuh yang harus dijaga agar tetap prima sampai di lokasi. Kami tiba di Polres Tobasa saat adzan Isya telah lewat. Target yang awalnya diprediksi akan sam­pai pada sore hari tidak berhasil kami capai.

Pemandangan Danau Toba saat kami mele­wati Parapat, sungguh menggoda untuk dising­gahi. Saat matahari akan kembali ke peraduan­nya, kami memutuskan berhenti. Sebuah kedai makanan yang berada tepat di sisi Danau Toba men­jadi pilihan untuk mencicipi segelas teh ma­nis dan semangkuk mie instan. Begitu mem­pesona menatapnya, cahayanya lembut menyi­nari, lalu lama-kelamaan menyisakan gelap pertanda petang sudah berakhir.

Setelah tubuh terasa kembali fit dan hangat, kami melanjutkan perjalanan. Di peta digital, jarak Parapat-Polres Tobasa tinggal 42 km lagi. Kini mata kami harus lebih awas melihat jalanan. Ke­adaan malam membuat jalanan semakin lengang. Sesekali perkampungan terlihat di sisi kanan dan kiri, untuk kemudian hanya menyisakan gelapnya malam diantara hutan dan ilalang.

Sepeda motor terus dipacu. Saya yang bertu­gas memperhatikan peta terus melihat titik perge­rakan di layar smartphone yang bergerak sedikit demi sedikit. Teknologi hari ini semakin mem­bantu manusia dalam melakukan berbagai peker­jaan, termasuk membantu dalam melakukan perjalanan.

Pukul sepuluh malam, kami tiba di Polres To­ba­sa. Seorang teman yang bertugas disana telah menunggu kami. Malam ini kami akan menginap di kediamannya sebelum besok pagi mencari tumbuhan padi merah. Meskipun sebenarnya belum tahu pasti dimana desa tempat padi merah tersebut ditanam.

Keesokan pagi, udara dingin masih menye­limuti. Daerah Tobasa dan sekitarnya memang terkenal dingin. Tapi hal ini tidak akan menyu­rut­kan niat kami untuk melakukan penelitian tum­buhan padi merah. Kami harus bergegas bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

Teman yang membantu kami selama di Tobasa menghu­bungi beberapa rekan yang dia ke­nali, untuk menanyakan dimana desa yang se­dang menanam padi merah. Setelah menunggu bebe­rapa menit. Hasilnya nihil. Ada yang mena­nam, tapi waktu penanaman sudah lebih dari tiga bulan. Tidak cocok untuk penelitian. Tapi menurut informasi yang diterima, Kabupaten Humbahas juga dikenal sebagai penghasil padi merah. Jadilah kami melanjutkan perjalanan kesana.

Disepanjang perjalanan, padi terhampar dise­panjang mata memandang. Penduduk meng­gunakan teknik trasering dalam meng­gunakan lahan. Padi terlihat bertingkat seperti tumbuh diatas tangga raksasa. Memanjakan mata yang sudah terlalu bosan melihat pemandangan kusut ibu kota provinsi.

Sekitar pukul sebelas siang, kami sampai di Polres Hum­bahas. Teman kami yang bertugas di Polres mengatakan dia baru bisa mendapat izin menemani saat sore hari. Saya yang sudah pernah ke Humbahas teringat ada salah satu objek wisata di sekitar sini. Sipinsur, tempat terlaksananya Festival Danau Toba 2017. Sembari menanti teman kami mendapat izin dari atasan, Sipinsur menjadi pilihan tempat menunggu.

Hanya lima belas menit perjalanan, sepeda motor kami telah sampai pintu gerbang Sipinsur. Pohon pinus tampak tumbuh berjajar memenuhi lo­kasi wisata. Tumbuh menjulang memenuhi langit-langit. Setelah berkeliling sejanak melihat pemandangan di sekeliling, kami memutuskan untuk berhenti dan mengeluarkan perlengkapan memasak.

Kompor gas mini beserta nesting (alat masak camping) kami keluarkan dari dalam tas. Ber­bagai makanan yang sudah kami bawa dari Me­dan sebagian kami gunakan untuk makan siang. Makan siang kali ini sangat spesial. Pe­man­dangan Danau Toba ada di depan mata. Gu­­gusan pulau-pulau kecil terlihat di bawah sana. Sedikit ke tengah Pulau Samosir terlihat begitu jelas. Ingatan saya kembali ke momen satu tahun lalu, saat malam hari, Lampu-lampu rumah warga yang tinggal di bawah sana terlihat layaknya bintang-gemintang.

Selesai makan siang, kami memutuskan untuk kembali ke Polres Humbahas. Karena mentari sudah mulai condong ke barat. Tanda sore telah tiba, rekan kami pasti sudah mendapat izin. Benar saja, tak lama menunggu kami langsung berangkat menuju lokasi padi merah. Tumbuhnya di dataran kering. Berbeda dari padi yang kita temui biasanya.

Setelah selesai mengambil gambar, melaku­kan pengukuran dan pengamatan terhadap tum­buhan padi merah. Kami memutuskan kembali. Karena mentari sudah semakin condong ke barat. Kami harus menemukan tempat istirahat.

Saya mencoba mencari informasi di internet. Dimana lokasi wisata terdekat. Kami sudah menyiapkan peralatan berkemah. Sayang kalau tidak digunakan. Berbekal peta digital kami memohon izin dan berterimakasih pada teman yang sudah membantu. Dia menawarkan tempat tinggal, tapi kami tak mau merepotkan. Sekaligus sayang kalau kesempatan mengeksplor Danau Toba tak dimanfaatkan.

Lembah Bakkara dan Air Terjun Janji

Pilihan kami ada pada Air Terjun Janji. Kami memasuki lereng-lereng gunung. Jalanan memang mulus beraspal. Sebab dibawah sana ada perkampungan. Lembah Bakkara namanya. Tempat ini terkenal dengan pemandangannya yang memanja­kan mata. Petak-petak sawah dan atap-atap rumah terlihat indah dari atas bukit. Kami begitu menikmati sensasi panorama Lembah Bakakra dari atas ketinggian.

Sayangnya saat kami sampai di bawah, mata­hari sudah tum­bang di kaki langit. Menyisakan ge­lap dan jejeran rumah dengan lampu-lampu putih kecil. Berdasarkan saran warga tempat kami bertanya, dia menyarankan kami berkemah di belakang mess Pemkab Humbahas. Sepeda motor langsung kami pacu.

Tenda langsung kami dirikan saat sudah me­nemukan lokasi yang cocok. Bermodalkan senter di tangan, kami dengan ce­katan mendirikan tenda di dalam gelap. Di depan kami terhampar Da­nau Toba yang luas. Tak sabar menunggu pagi untuk menikmati keindahannya. Semoga cuaca cerah ber­sahabat dengan kami malam ini, karena mendung mulai menyelimuti langit malam.

Bangun dari tidur, cahaya mentari pagi sudah me­nerobos pintu tenda. Pagi sudah kembali. Saya memutuskan keluar, dan keelokan Danau Toba terhampar di sepanjang mata memandang. “Sempurna sekali ciptaan Tuhan”, ucap saya dalam hati. Kami lanjut bergegas membuat sarapan. Ternyata tempat kami berkemah mena­rik perhatian warga. Sebagian dari mereka berta­nya kami dari mana. Karena sebelumnya tidak pernah ada orang yang berkemah di sekitar situ.

Kami bercakap-cakap ramah dengan warga, bertanya-tanya soal tempat wisata sekitar sini. Kami disambut dengan ramah. Bahkan sampai ada yang menawarkan bantuan makanan. Tapi persediaan kami masih cukup, paling hanya membutuhkan air. Sejenak berjalan di tepi Danau Toba. Tak elok rasanya apabila tidak mengaba­dikan momen. Beberapa angle akan terlihat ba­gus karena di dukung oleh background gunung dengan sisi danau di sebelahnya.

Setelah matahari mulai terasa terik, kami mera­pikan peralatan dan memutuskan melan­jutkan perjalanan menuju Air Terjun Janji. Tak butuh waktu lama, air terjun janji sudah terlihat di sisi kiri jalan. Danau Toba memang kaya de­ngan tempat wisata. Rasanya perjalanan ini masih kurang panjang. Tapi hasil penelitian kami harus segera dibawa pulang.

Sepeda motor kembali dipacu, kali ini menuju per­jalanan pulang. Rute Berastagi menjadi pilihan. Lengkap sudah perjalanan kami menge­lilingi Danau Toba. Beberapa tempat wisata terpaksa harus dilewati karena tubuh sudah me­minta jatah untuk beristirahat setelah perjalanan panjang ini kami lalui.***

Penulis adalah Mahasiswa FITK semester IX (Jurusan Pendidikan Agama Islam ) UIN SU Medan & Pemimpin Umum LPM Dinamika UIN SU Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi