LBH Pers: Hak-hak Jurnalis Harus Terakomodir

LBH Pers: Hak-hak Jurnalis Harus Terakomodir
Lembaga Bantuan Hukum Pers Jakarta memaparkan hasil laporan tahunan diacara Annual Report ’20 Tahun UU Pers: Menagih Janji Perlindungan’ di Tjikini Lima, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/1). (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Beberapa perusahaan pemberitaan, khususnya media cetak mengalami krisis ekonomi semenjak perkembangan teknologi yang begitu cepat. Tetapi di samping itu banyak perusahaan media, yang online (Startup) terus berjalan, dan bahkan menjamur.

Dalam Website Dewan Pers tahun 2015, Media Online yang tercatat sebanyak 168, namun Dewan Pers memperkirakan jumlah Media Online di Indonesia saat ini mencapai angka 43.300 media.

Direktur Eksekutif LBH Pers Jakarta, Ade Wahyudi mengatakan, khusus sektor media, menjadi salah satu sektor yang terkena dampak signifikan, karena adanya fenomena transisi ke digital. Ini tentu membawa konsekuensi, khususnya dari aspek ketenagakerjaan.

Namun ia menyebutkan, UU No.13 Tahun 2003 telah mengatur syarat minimal pemenuhan dan penjaminan hak karyawan mulai dari ketentuan upah, jaminan kesehatan, jam kerja, hak cuti, perjanjian kerja, status kerja, uang pesangon, mekanisme PHK, dan lain sebagainya.

“Syarat minimal yang diatur tersebut merupakan rambu-rambu yang menjadi patok batas jika terjadi perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha,” kata Ade saat memaparkan hasil laporan tahunan diacara Annual Report ’20 Tahun UU Pers: Menagih Janji Perlindungan’ di Tjikini Lima, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/1).

“Seiring pilihan opsi bisnis untuk memilih beralih ke sistem digital yang dibarengi dengan efisiensi sektor ketenagakerjaan, rentan terjadinya pelanggaran hak-hak karyawan khususnya bagi pekerja media,” sambungnya.

Ia menjelaskan, bentuk-bentuk efisiensi sektor ketenagakerjaan sangat beragam mulai dari kebijakan pencicilan pembayaran gaji, penawaran pengunduran diri kepada pekerja, pengalihan pekerjaan, hingga pemutusan hubungan kerja. Proses efisiensi ini sering kali dibarengi dengan pelanggaran hak pekerja.

Tidak hanya itu, Ade juga menyampaikan, kesejahteraan jurnalis jangan hanya dilihat pada indikator tinggi atau tidaknya upah seorang jurnalis, namun harus melihat pada segi hak-haknya yang telah terakomodir dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.

“Misalnya upah pekerja tidak boleh di beri upah di bawah upah minimum provinsi, upah lembur, BPJS Ketenagakerjaan,” tegas Ade.

“Hal serupa pun mesti diakomodir terhadap kontributor daerah karena hubungan hukum terhadap kontributir daerah sama halnya dengan jurnalis yang dikontrak langsung perusahaan media,” tambahnya.

Ade melanjutkan, sepanjang tahun 2019, terdapat pekerja media yang diadvokasi oleh LBH Pers karena terjadi pelanggaran hak. Mulai dari efisensi perusahaan hingga di PHK tanpa pesangon. Jumlah kasus ketenagakerjaan yang ditangani LBH Pers tahun 2018 sebanyak 11.

Di antaranya Pekerja Femina Group (PT. Media Favorit Internasional, PT. Media Favorit Press, PT. Gaya Media Favorit dan PT. Chandra Sakti), Harian Nasional, Indopos, GreesNews Tabloid Wanita Indonesia, Berita Satu dan Pekerja Antara.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi