Media Asing Sorot dr Handoko Gunawan

Media Asing Sorot dr Handoko Gunawan
dr Handoko saat merawas pasien COVID-19 (Channel News Asia/Instagram/kitabisacom)

Analisadaily.com, Jakarta – Sejak virus corona merebak di Indonesia, nama Dr Handoko Gunawan, tersiar ke seluruh penjuru Indonesia setelah banyak dibicarakan warganet di sosial media. Salah satu hal yang membuatnya viral, ketika menangani pasien yang diduga terinfeksi COVID-19, dan selama merawat dia hanya sekali pakai alat pelindung.

Bukan itu saja, ia juga menjadi pembicaraan karena usianya yang mencapai 80 tahun, namun masih aktif menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang dokter. Hal ini pun semakin mengundang banyak orang untuk mengetahui siapa dr Gunawan, termasuk media asing yang berbasis di Singapura, seperti Channel News Asia.

Kepada media itu, dokter ini bercerita tentang pengalamannya saat pasien-pasien silih berganti datang padanya, terutama disaat pademi corona sampai ke Indonesia. Dia mengatakan, saat melihat hasil rontgen paru-paru pasiennya, ia langsung curiga sedang menangani kasus COVID-19.

Gambar X-ray menunjukkan apa yang dia gambarkan sebagai bayangan infiltrasi dengan ground-glass opacity di kedua paru-paru, dan pasien berjuang melawan demam tinggi, batuk kering, jumlah sel darah rendah dan jumlah limfosit rendah.

Namun, rumah sakit tempat Dr Gunawan bekerja bukanlah rumah sakit rujukan untuk COVID-19, jadi dia tidak bisa melakukan tes usap pada pasien. Hingga awal Maret, tes hanya dapat dilakukan di satu laboratorium di Jakarta untuk seluruh negara.

Spesialis paru-paru berusia 79 tahun ini mengatakan kepada pasien untuk melakukan tes di tempat lain, tetapi pasien kembali mengatakan, dua rumah sakit rujukan di Jakarta pada saat itu penuh, dan ia hanya diklasifikasikan sebagai seseorang yang dimonitor untuk COVID- 19.

“Saya seorang spesialis paru-paru. Itu pekerjaan saya. Saya terus merawat pasien sebanyak yang saya bisa. Tindakan bodoh dan ceroboh jika Anda memikirkannya, itu menular. Tapi dia pasien, dan saya terus mengobatinya,” kata dr Gunawan, yang saat itu merawat pasien tanpa APD.

Sampai saat ini, Rabu, 1 April 2020, Indonesia melaporkan total 1.677 kasus, dengan 157 kematian dan 103 pasien dinyatakan sembuh.

Pasien kemudian meninggal, namun Dr Gunawan tidak pernah dapat membuktikan, bahwa pasien memang tertular virus corona. Dia kemudian menangani beberapa pasien dengan gejala yang sama. Dia curiga mereka juga telah terinfeksi, tetapi tidak dapat mengujinya untuk COVID-19 karena kurangnya sumber daya.

“Pasien COVID-19 tidak memiliki tanda di dahi mereka yang bertuliskan 'COVID'. Kami menangani pasien, dan setelah beberapa tes, kami menyadari, ini kemungkinan besar COVID. Tapi mungkin sudah terlambat, kita bisa terinfeksi,” tuturnya.

Ketika kasus COVID-19 pertama kali muncul di Indonesia, rumah sakit tidak menyadari, semua pasien harus diperiksa pada saat kedatangan di ruang gawat darurat, oleh karena itu paramedis tidak dilengkapi dengan PPE.

dr Gunawan Handoko saat dirawat sebagai pasien COVID-19. Channel News Asia/Foto milik Handoko Gunawan
"Pada waktu itu sulit bagi rumah sakit untuk membayangkan bahwa paramedis perlu mengenakan jas hazmat seharga Rp 1 juta atau US $ 61 hanya untuk satu penggunaan," katanya, menambahkan, bahwa prosedur sekarang, untuk setiap penyedia layanan kesehatan di ruang gawat darurat harus memiliki APD.

Hingga Rabu (1 April), Indonesia melaporkan total 1.677 kasus, dengan 157 kematian.

Aku Bukan Pahlawan

Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (1/4), Dr Gunawan mengatakan, dia hanya mengenakan jas hazmat sekali ketika menangani pasien yang diduga COVID-19.

Sebuah foto dirinya dalam setelan itu beredar online, dengan orang-orang memanggilnya sebagai pahlawan yang melemparkan dirinya ke garis depan meskipun usianya.

Dia menolak disebut satu. “Oh, tidak, aku bukan pahlawan. Para pahlawan adalah para dokter dan paramedis yang telah meninggal dunia selama pandemi. Para pahlawan adalah perawat yang masih merawat pasien sambil menangis (karena takut) tetapi karena mereka mengambil sumpah sebelum mereka memasuki profesi ini, mereka terus melakukan tugas mereka. Aku hanya penyorak," tambahnya.

Di samping itu, keluarga dr Gunawan mengatakan kepadanya untuk tidak merawat pasien yang dicurigai COVID-19 karena ia mungkin terinfeksi.

“Mereka khawatir. Mereka tahu ada risiko tinggi tetapi saya dilantik sebagai dokter. Saya tidak ingin mengesampingkan sumpah saya begitu saja,” kata dr Gunawan, yang memiliki empat anak dan lima cucu, yang termuda duduk di sekolah dasar.

“Saya berkata: 'Mari kita serahkan semuanya pada Tuhan. Jika Tuhan memberi saya kesehatan, kita bisa bersatu lagi suatu hari nanti. Tetapi jika tidak, maka itulah kehidupan,” ucapnya.

Dia mengatakan semua dokter dan paramedis melayani pasien meskipun berisiko tinggi, beberapa bahkan tidak dilindungi dengan peralatan yang tepat, hanya karena mereka harus melakukan pekerjaan mereka.

“Beberapa perawat menggigil ketakutan ketika harus mengunjungi pasien yang diduga menderita COVID-19. Mereka memberi tahu saya, 'Tapi dokter, saya punya anak.' Kemudian mereka menyerahkan diri kepada Tuhan,” ujar Gunawan, yang bekerja di tiga rumah sakit swasta di Jakarta.

Sempat Terinfeksi Corona

Suatu hari di pertengahan Maret, Dr Gunawan merasa tidak sehat. Dia segera dibawa ke rumah sakit rujukan COVID-19 di Jakarta dan dirawat di ruang isolasi.

"Saya adalah tersangka COVID-19. Saya batuk, demam tinggi, dan sulit bernapas. Saya merasa mual dan muntah,” tuturnya.

Katanya, ia dirawat karena COVID-19 dan diberi resep berbagai obat mulai dari flu burung hingga obat malaria.

Selama delapan hari di rumah sakit, tes swab dilakukan padanya setiap dua hari. Pemindaian sinar-X dilakukan setiap hari, demikian juga tes darah. "Itu tidak menyenangkan," ia mengakuinya.

Dr Gunawan harus berbagi ruang isolasi dengan pasien lain, seorang dokter enam tahun lebih muda yang sakit parah. “Dia terus berteriak. Dia tidak bisa makan, dia muntah dan gelisah,” kenangnya.

Ketika tes COVID-19-nya kembali negatif, ia dipulangkan dan ditempatkan di bawah isolasi di rumah selama 14 hari. Masih terganggu oleh batuk, ia harus menjaga jarak yang aman dari anak-anak dan cucunya sampai pertengahan pekan depan.

“Saya tidak bisa memeluk dan mencium anak-anak saya. Saya benar-benar ingin memeluk cucu-cucu saya,” ujarnya lagi.

Pesan dr Gunawan

Setelah masa isolasi berakhir, dokter, yang juga menderita diabetes, tidak diizinkan untuk kembali bekerja. Dia mengatakan peraturan baru telah diperkenalkan oleh Asosiasi Medis Indonesia untuk melarang dokter berusia di atas 65 tahun untuk menangani pasien COVID-19.

Dr Gunawan mengatakan dia malah akan menghabiskan waktunya untuk berbagi pengalamannya dengan kolega dan teman-temannya. Dia mendesak orang untuk tinggal di rumah dan berlatih menjaga jarak sosial.

"Hati-hati. COVID-19 ada di mana-mana. Anda tidak tahu apakah orang yang Anda temui menderita COVID-19 atau tidak, jadi anggap saja semua orang yang Anda temui memilikinya.

“Itulah cara untuk menghadapi pandemi. Setiap orang memiliki COVID-19 kecuali terbukti sebaliknya. Cara terbaik untuk menghadapinya adalah tinggal di rumah,” pesannya.

Bagi mereka yang didiagnosis dengan COVID-19, pesan Dr Gunawan kepada mereka adalah untuk tidak berkecil hati. "Kamu bisa pulih," tutupnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi