Fenomena Covid-19, Ketakutanmu yang 'Membunuhmu'

Fenomena Covid-19, Ketakutanmu yang 'Membunuhmu'
Tenaga medis RSUP Haji Adam Malik berfoto bersama pasien yang telah sembuh dari Covid-19 (Instagram.com/auliaagsa)

Analisadaily.com, Medan - "Abang jangan ikut…gak rela aku kalau abang ikut ngantar dia. Kasihan anak-anak bang…" pekik Ayu Dina ketika suaminya, Batara Sakti, berinisiatif membawa seorang teman berinisial AJS yang mengalami sesak napas ke Rumah Sakit Haji Medan, Jumat (27/3) malam.

AJS satu pekan sebelumnnya baru kembali dari Jakarta usai menghadiri kongres salah satu partai politik. Sejatinya orang yang baru pulang dari wilayah terjangkit seperti Jakarta, dia masuk kategori orang dalam pemantauan (ODP). Namun karena rasa anggap enteng, ia tidak mengisolasi diri secara mandiri dan memilih beraktivitas normal seperti biasa.

Tiba-tiba malam itu AJS yang tinggal di Pasar IV Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang mengalami sesak napas. Rasa panik membuatnya menghubungi Arief Amri, teman terdekatnya agar berkenan membawanya ke rumah sakit.

Arief yang tak kalah panik mendapat kabar tersebut lantas menghubungi Batara selaku senior mereka. Keduanya pun saling tuding untuk membawanya ke rumah sakit.

Sebagai langkah antisipasi agar tidak terkontaminasi, Arief memanggil ojek online untuk membawa AJS ke RS Haji Medan. Kemudian ia bergegas ke rumah Batara untuk mengajaknya memeriksakan diri karena sempat kontak langsung dengan AJS.

Namun Ayu yang mengetahui kondisi tersebut langsung berteriak histeris dan tidak mengizinkan suaminya mendampingi korban ke rumah sakit. Ia khawatir suaminya tertular virus corona (Covid-19). Apalagi beberapa hari terakhir AJS kerap berkunjung ke rumah mereka di Jalan Pasar V Medan Estate.

Setelah diberi penjelasan singkat, Batara pun ikut dengan Arief ke RS Haji Medan. Jika AJS positif Covid-19, keduanya berinisiatif memeriksakan diri.

Sesaat setelah mendapat perawatan medis, diketahui kondisi AJS stabil dan hanya mengalami kembung akibat telat makan. Dia pun diizinkan pulang namun diimbau agar mengisolasi diri secara mandiri selama 14 hari sebagai langkah antisipasi. Jika ada gejala yang timbul, ia disarankan segera kembali ke rumah sakit.

Dari rangkaian cerita di atas, sikap yang ditunjukan Ayu Dina menjadi gambara umum situasi yang sedang dialami mayoritas bangsa Indonesia saat ini. Rasa takut akan tertular virus Covid-19 kerap menghantui pemikiran kita. Alhasil, nilai-nilai kemanusian dan jiwa sosial terabaikan sementara demi menyelamatkan diri masing-masing.

Saat ini masyarakat cenderung paranoid dengan hal-hal yang biasa terjadi, seperti batuk, bersin apalagi sesak napas seperti yang dialami AJS. Padahal belum tentu orang yang mengalami gejala tersebut terinfeksi virus corona.

Tidak bisa dipungkiri bahwa ketakutan tersebut disebabkan oleh informasi di media mengenai jumlah korban yang terus bertambah, obat yang belum ditemukan hingga minimnya sosialisasi ke akar rumput.

Kondisi ini diperparah dengan karakter kita yang tidak terbiasa tenang dalam menyikapi fenomena sosial. Informasi palsu yang nyaris tak bisa terkontrol di media sosial menambah tingkat kecemasan masyarakat. Petugas keamanan terus merazia setiap sudut keramaian. Tentu kepanikan masyarakat semakin memuncak.

Bahkan tidak sedikit warga yang melakukan panic buying sebagai antispasi andai diberlakukan status lockdown oleh pemerintah.

Sudah sedemikian mematikankah virus Covid-19? Itulah yang muncul dalam benak kita. Apakah kondisi ini akan berlanjut dalam waktu lama? Apakah keberlangsungnya hidup manusia semakin terancam? Apakah tidak ada solusi konkrit untuk menyudahi segala ketakutan ini?

Padahal jika kita cermati dengan sungguh, angka kesembuhan di seluruh dunia jauh lebih tinggi dibanding jumlah kematian akibat corona. Per hari Rabu (8/4), secara global jumlah penderita Covid-19 di seluruh dunia mencapai 1.430.141 kasus. Dari jumlah tersebut sudah 301.130 orang dinyatakan sembuh dan 82.119 meninggal.

Sementara untuk skala Sumatera Utara tingkat kesembuhan pasien Covid-19 juga lebih tinggi dibanding kematian.

"Terkonfirmasi positif sebanyak 76 orang, 53 hasil pemeriksaan PCR dan 23 hasil rapid test. Tujuh pasien positif corona meninggal dan 133 orang pasien dalam pengawasan (PDP) corona masih dirawat. Selain itu ada delapan pasien positif corona yang dinyatakan sembuh," kata Jubir Gugus Tugas Covid-19 Sumut, Mayor Kes Whiko Irwan, Selasa (7/4) sore.

Dalam banyak kasus diketahui, seseorang yang dinyatakan positif Covid-19 bisa sembuh dengan sendirinya apabila memiliki sistem imun atau kekebalan tubuh yang cukup kuat. Sebaliknya, seseorang yang memiliki sistem imun lemah akan lebih mudah terserang corona.

Sementara mengenai pasien Covid-19 yang meninggal, umumnya sudah mengidap penyakit primer. Virus corona tidak serta merta membunuh manusia yang terjangkit. Antibodi yang kuat akan mengalahkan virus tersebut sekalipun sudah masuk tubuh manusia.

"Kita harus sering olahraga, banyak minum air putih hangat. Paling penting, tubuh manusia bisa memproduksi antibodi. Semakin kita stres, produksi antibodi semakin berkurang," kata dr. Tuahman Purba.

Secara spesifik dr. Tuahman menjelaskan bahwa tingkat stres dan kepanikan seseorang akan berdampak siginifikan dalam reproduksi kekebalan tubuh. Semakin tenang pikiran seseorang, maka antibodinya semakin kuat. Sebab itu dianjurkan agar masyarakat tidak panik apalagi stres dalam menyikapi wabah Covid-19.

Antisipasi Sederhana

Poin penting yang harus kita pahami terkait sistem kerja Covid-19 adalah virus ini akan mati dalam waktu tiga jam jika tidak masuk tubuh manusia.

Sekalipun virus tersebut menempel di tubuh, baik itu tangan, kaki, rambut atau benda lain yang berada di sekitar kita, dia sama sekali tidak membahayakan. Namun akan lain halnya jika virus sudah masuk ke tubuh manusia.

Sejatinya ada dua media bagi virus Covid-19 masuk dalam tubuh manusia, yakni melalui saluran pernapasan (hidung) dan saluran pencernaan (mulut). Sementara organ tubuh lain yang ‘akrab’ dengan kedua media tersebut adalah jari tangan.

Jari tangan manusia senantiasa ‘latah’ sehingga kerap menyentuh mulut maupun hidung. Itu sebabnya dianjurkan oleh ahli medis agar kita tidak kontak langsung, khususnya tangan dengan orang lain.

Selain itu untuk mengantisipasi virus yang menempel di suatu tempat agar tidak berpindah ke tangan, senantiasa kita dianjurkan menggunakan hand sanitizer. Langkah ini sangat rasional untuk menjaga tangan tetap steril sehingga gerakan ‘latah’ tangan yang menyentuh hidung maupun mulut tidak membahayakan.

Jika pedoman di atas dipahami secara luas, niscaya kekhawatiran masyarakat tentang wabah virus Covid-19 akan terminimalisir. Sebab dengan menjaga tangan tetap steril dan sebisa mungkin tidak menyentuh mulut maupun hidung, InshaAllah membuat virus tidak memiliki akses untuk masuk dalam tubuh manusia.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa masyarakat harus berpikir rasional dan tidak boleh panik apalagi paranoid dalam menyikapi wabah virus corona (Covid-19). Sebab semakin kita panik, imun tubuh semakin berkurang dan virus dengan mudah merusak system kerja pernapasan. Sebaliknya, antibodi yang kuat akan membunuh virus sekalipun sudah masuk dalam tubuh.

Niscaya kekuatan pikiran yang positif akan menciptakan kekebalan tubuh sehingga menangkal virus untuk berkembang biak.

Meski demikian kita harus tetap waspada dan tidak boleh anggap enteng akan potensi penyebaran virus Covid-19. Upayakan tetap memakai hand sanitizer dan kurangi kontak langsung dengan siapapun. Terpenting pikiran harus tenang dan jangan paranoid.

Editor:  Eka Azwin Lubis

Baca Juga

Rekomendasi