Menteri Luar Negeri Inggris (Reuters)
Analisadaily.com, London - Mencapai tonggak sejarah yang tidak akan dirayakan oleh siapa pun, Inggris kini menempati peringkat kedua dengan jumlah kematian tertinggi akibat virus corona (Covid-19) di Eropa.
Dengan korban jiwa yang sudah mencapai 26.097 orang, banyak pihak yang mempertanyaan sikap Perdana Menteri Boris Johnson dalam mengatasi penyebaran wabah tersebut.
Itu berarti Inggris memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi akibat Covid-19 dibanding Perancis (24.087 kasus) dan Spanyol (24.275 kasus). Sementara angka kematian tertinggi di Eropa sejauh ini masih ditempati Italia (27.628 kasus).
"Kita tidak boleh melupakan fakta bahwa di balik setiap statistik ada banyak nyawa manusia yang secara tragis telah hilang sebelum waktunya," kata Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, dilansir dari
Al Jazeera, Kamis (30/4).
"Kami masih melewati puncak. Ini adalah saat yang sulit dan berbahaya dalam krisis," sambungnya.
Dalam penanganan Covid-19, Pemerintah Inggris mendapat kritik keras dari sejumlah pihak, termasuk dalam hal pengadaan alat perlindungan diri (APD) untuk tenaga medis.
"Kami juga memberikan penghormatan kepada mereka yang merawat orang sakit. Dan kemarin pukul 11.00 pagi seluruh negeri melakukan hening cipta satu menit untuk merefleksikan pengorbanan semua pekerja garis depan kami yang telah meninggal karena membaktikan diri untuk merawat dan melayani orang lain," ungkap Raab.
Angka kematian yang tinggi di Inggris semakin meningkatkan tekanan terhadap Johnson yang baru menyambut kelahiran anaknya, Rabu (29/4). Ini adalah putra pertamanya dengan Carrie Symonds.
Pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer, menyebut fenomena ini menjadi yang terburuk dialami Inggris setelah wabah influenza tahun 1918.
(EAL)