Berempatilah

Berempatilah
Warga mengantre dengan menjaga jarak satu meter dengan lainnya saat mengurus Surat Ijin Mengemudi (SIM) di SIM Corner BG Junction Surabaya, Jawa Timur, Senin (20/4). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono/wsj)

Analisadaily.com, Lubuk Pakam - Ukurannya kecil. Tak kasat mata. Butuh alat teknologi tertentu untuk melihatnya. Jangankan untuk melihatnya, untuk memfasilitasi bertemu dengannya pun manusia mengalami ketakutan luar biasa. Namun ketakutan itu hanya melekat pada orang yang mengerti bahayanya. Adapun yang tidak kenal, akan cuek dan berperilaku seakan menantangnya untuk berduel.

Makhluk kecil tak kasat mata itu bernama Corona yang dikenal dengan Corona Virus Disease atau sering dipanggil dengan sebutan COVID-19. Ukurannya diperkirakan ahli setara dengan 125 nanometer. Sangat kecil sekali.

Namun ukurannya yang kecil ternyata berdampak besar terhadap dunia yang mengalami kepanikan. Covid-19 mulai terkenal sekira tahun 2019. Diawali peristiwa mengerikan yang merenggut banyak korban di Kota Wuhan, salah satu daerah di negeri ‘Tirai Bambu’ Cina. Wuhan pun terkenal ke seantaro dunia karena dianggap wabah Covid-19 berasal dari daerah ini.

Fakta

Covid-19 dikenal dunia karena memberikan efek negatif menyebabkan kepanikan dunia. Negeri adidaya sekelas Amerika pun mengalami kepanikan luar biasa. Bahkan negeri ‘Paman Sam’ itu berada di peringkat tertinggi kasus Covid-19 melewati negara asal wabah virus itu.

Dari data yang dilansir kompas.com, per tanggal 5 Mei 2020, total kasus Covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 3.478.152 (3,5 juta) kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.107.822 (1,1 juta) pasien sembuh, dan 244.461 orang meninggal dunia. Kasus aktif hingga saat ini tercatat sebanyak 2.125.869, dengan rincian 2.075.005 pasien dengan kondisi ringan dan 50.864 dalam kondisi serius.

Situs itu juga melansir 10 besar negara dengan kasus Covid-19 terbanyak yakni, (1) Amerika Serikat: 1.158.310 kasus, 67.289 orang meninggal, total sembuh 160.552 kasus, (2) Spanyol: 245.567 kasus, 25.100 orang meninggal, total sembuh 146.233 kasus, (3) Italia: 209.328 kasus, 28.710 orang meninggal, total sembuh 79.914 kasus, (4) Inggris: 182.260 kasus dan 28.131orang meninggal, (5) Perancis: 168.396 kasus dan 24.760 orang meninggal, total sembuh 50.562 kasus, (6) Jerman: 164.967 kasus dan 6.812 orang meninggal, 129.000 total sembuh, (7) Turki: 124.375 kasus, 3.336 orang meninggal, total sembuh 58.259 kasus, (8) Rusia: 124.054 kasus, 1.222 orang meninggal, total sembuh 15.013 kasus, (9) Brazil: 96.559 kasus, 6.750 orang meninggal, total sembuh 40.937 kasus dan (10) Iran: 96.448 kasus, 6.156 orang meninggal, total sembuh 77.350 kasus.

Fakta di atas sangat memilukan. Namun bukan saja sektor kesehatan global manusia saja yang terdampak. Bila virus tersebut menjadi penyebab hilangnya nyawa manusia, sektor lain juga bisa menjadi penyebabnya.

Saat ini, semua sektor perekonomian baik industri besar dan kecil juga mengalami ‘kelesuan’. Pertanian juga mengalami pelemahan karena komoditas ekspor dan impor ditutup lintas negara demi meminimalisir penyebaran virus ini.

Sektor pariwisata juga tak bisa lari. Pandemi Covid-19 sudah dapat dipastikan meluluh-lantakkan kedatangan wisatawan di negeri mana pun. Bahkan kebijakan menutup secara total obyek wisata dilakukan sejumlah negara. Sunyi, sepi dan tak bergairah.

Dunia usaha apapun yang melibatkan banyak karyawan pun kini satu per satu mulai mengambil kebijakan terpaksa yang mengusik sisi kemanusiaan demi menyelamatkan usaha. Mulai dari mengurangi produksi, waktu operasional sampai ‘merumahkan’ karyawan yang selama ini sudah membesar dunia usaha itu.

Dampaknya kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) melahirkan pengangguran-penganguran baru. Hilirnya, angka kemiskinan diprediksi meningkat tajam. Tidak berhenti sampai di situ. Dampaknya pasti akan melebar kepada kesenjangan sosial yang dapat melahirkan anarkisme dan musnahnya nilai-nilai kemanusiaan.

Berempatilah

Memetakan dampak negatif dari wabah Covid-19 terhadap semua sektor kehidupan yang kini tak bisa dipungkiri dari kacamata pesimisme tentu akan melahirkan pandangan menakutkan seakan-akan kiamat sudah datang.

Kekuatan besar yang dapat mempertahankan eksistensi manusia di muka bumi ini di tengah pusaran Pandemi Covid-19 adalah aktualisasi ‘rasa empati’ untuk peduli dan tidak sensitif apa lagi arogan serta ‘membunuh’ sisi kemanusiaan dari dalam diri manusia itu sendiri.

Ini waktu yang tepat. Waktu untuk menguji rasa empati semua kita apakah masih tersisa di dalam hati tempat bersemayamnya sumber kebaikan. Atau sumber kebaikan itu justru telah hitam sehingga tak ada lagi celah untuk menyatakan “Aku manusia yang manusiawi’. Sebab ada manusia yang pikiran dan perilakunya tidak seperti manusia.

Berempatilah! Kini waktunya para pemimpin semua tingkatan baik lembaga pemerintahan, institusi negara, organisasi kemasyarakatan, keagamaan, kepemudaan, politik, pendidikan dan semua sektor, membuktikan bahwa mereka adalah pemimpin sejati.

Berempatilah! Saatnya kini orang-orang kaya yang punya kelebihan harta bahkan mungkin mampu bertahan untuk tujuh turunannya dalam situasi pandemi Covid-19 untuk mengulurkan kedermawanan guna menyeka air mata serta menghentikan rintihan ‘orang-orang kecil’ yang kelaparan.

Pahamilah bahwa kekayaan yang hari ini tersimpan rapi di lemari besi berasal dari peluh yang mengucur dari pori-pori orang kecil hanya berharap dan tidak meminta lebih dari sesuap nasi sekadar untuk bisa bertahan hidup.

Berempatilah! Para politisi negeri yang selama ini telah mewarnai dan menentukan wajah negeri ini. Akhiri untuk sementara waktu kepentingan partai politik tempat kalian bernaung untuk menyalurkan dan memenuhi hasrat yang selama ini digunakan untuk dan atas nama rakyat.

Berempatilah! Para tokoh agama, bangsa, dan semua orang yang dihormati karena strata sosialnya saat ini. Tokoh yang hebat dan sebenarnya adalah yang mampu membangun optimisme terhadap anak bangsa di negeri ini dengan membangun narasi kesejukan agar rasa takut dan kepanikan akibat Covid-19 hilang dari keraguan di dalam hati.

Tokoh sebenarnya membuktikan dirinya tidak menokohi orang-orang yang sudah mengantarkan dirinya ke jenjang terhormat meski terkadang harus menjadi korban dari situasi yang tidak berpihak kepadanya.

Kita sebagai manusia yang disebut Aristoteles sebagai ‘Zoon Politicoon’, harus berani berkorban tidak saja waktu, tenaga, pikiran dan harta. Lebih dari itu yang tersulit untuk dikorbankan yakni, ‘perasaan’ pun harus direlakan demi menyelamatkan negeri dan dunia ini.

Empati kita tidak boleh padam, apalagi mati. Hal-hal kecil yang bisa dilakukan sesuai kemampuan dan peran masing-masing lebih sangat berharga dari pada tidak berbuat sama sekali. Memakai masker saat beraktivitas keluar rumah, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak menghindari sementara keramaian bahkan tetap berada di rumah bila tidak ada kepentingan, juga bagian dari aktualisasi empati.

Semoga empati kita tetap menyala sembari berdoa agar wabah virus corona cepat sirna. Amin.

Penulis:  Amirul Khair
Editor:  Christison Sondang Pane

Baca Juga

Rekomendasi