Bambu Punya Potensi Secara Ekologi, Ekonomi dan Sosial

Bambu Punya Potensi Secara Ekologi, Ekonomi dan Sosial
Para peserta mengikuti Forestry Webinar Series, Sabtu (27/6). (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Di era new normal yang akan segera diberlakukan pada 1 Juli 2020 di Sumatera Utara, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KKPH) sebagai pengelola hutan di tingkat tapak tidak bisa bekerja biasa-biasa saja.

Tetapi harus lebih kreatif dan inovatif serta berkoordinasi dengan bidang terkait untuk pengelolaan dan pengembangan fungsi KPH yang menjadi tanggung jawabnya.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Herawati mengatakan, dengan luas kawasan hutan 3.001.772 Ha atau 41,9 persen dari daratan Sumatera Utara, potensi dari sektor kehutanan diharapkan dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Sesuai misi Sumatera Utara bermartabat dalam lingkungan karena ekologinya yang terjaga, alamnya yang bersih dan indah, penduduknya yang ramah dan berbudaya, berperikemanusiaan dan beradab.

“Maka pengelolaan hutan secara lestari harus dilakukan agar hasil hutan dapat produktif berbasis partisipasi masyarakat dan melibatkan semua pemangku kepentingan,” kata Ir. Herawati saat menjadi pembicara di Forestry Webinar Series, Sabtu (27/6).

Kegiatan diselenggarakan Program Studi Magister Kehutanan USU bekerjasama dengan Pusat Kajian Lanskap Sumatera mengambil tema.

Kegiatan Forestry Webinar Series 01 dilaksanakan secara daring oleh Program Studi (Prodi) Magister Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) bekerjasama Pusat Kajian Lanskap Sumatera (Puska Lanskap) dan Himpunan Mahasiswa Magister Kehutanan (HIMAGISHUT) USU.

Narasumber lain yang hadir, yakni Pakar Bambu dari Badang Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Desi Ekawati dan Ketua Program Studi Magister Kehutanan – Universitas Sumatera Utara, Dr. Alfan Gunawan Ahmad.

Kegiatan FWS diikuti 337 orang peserta dari berbagai latar belakang (Pimpinan dan Pengelola KPH, Akademisi, LSM, Swasta, Praktisi dan Mahasiswa) dan tersebar mulai dari Aceh hingga Papua.

Lebih lanjut Herawati menjelaskan, pada 2023 sektor kehutanan dapat menyumbang PDRB Provinsi Sumatera Utara pada nilai 0.85 persen. Disamping itu, pada tahun 2021 penurunan luas kawasan dapat ditekan pada angka 1000 Ha.

Ia juga mengingatkan agar semua KKPH menjalankan program KPH selama masa new normal ini dengan tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan.

Saat ini di Sumatera Utara terdapat 16 KPH yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 38 Tahun 2016.

Mengacu kepada RPHJP yang sudah disahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, para KKPH ditantang untuk mampu mengelola kawasan KPH nya secara lestari, baik pada aspek ekologi maupun ekonominya.

Terkait dengan hal ini, Dinas Kehutanan Provinsu memiliki beberapa strategi, antara lain adalah penguatan kapasitas SDM dan kerjasama multipihak.

Selain itu, ia akan melakukan diskusi khusus dengan Fakultas Kehutanan USU terkait dengan penguatan strategi pengembangan multibisnis kehutanan pada areal KPH di Sumut.

Acara Forestry Webinar juga membahas keberadaan Bambu, yang termasuk jenis tanaman sangat dikenal oleh masyarakat luas khususnya di perdesaan.

Selama ini bambu ditanam oleh masyarakat di pinggir kawasan pemukiman untuk batas perkampungan atau desa. Pada umumnya, bambu tersebut dikelola secara alami.

Pemanfaatannya pun masih dilakukan secara sederhana oleh masyarakat untuk pembuatan barang kebutuhan sehari-hari seperti tangga dan dinding rumah.

Padahal bila ditelisik lebih dalam, bambu memiliki potensi ekonomi dan sekaligus potensi ekologi dan sosial cukup besar yang banyak pihak belum memberikan perhatian besar untuk mengelolanya secara apik dan profesional.

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai unit manajemen kawasan hutan di tingkat tapak nampaknya perlu menjadikan bambu sebagai salah satu komoditi bisnisnya untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan secara lestari, baik pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.

Hal inilah yang ditawarkan oleh Program Studi Magister Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) pada acara Forestry Webinar Services (FWS) 01, Sabtu 27 Juni 2020 dengan tema Pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Multibisnis Kehutanan di Era New Normal Pasca Covid-19.

Desi Ekawati selaku pakar bambu dari Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menjelaskan, bambu memiliki potensi ekologi, ekonomi, dan sosial yang cukup besar.

“Secara ekologi, bambu mampu menyerap karbon dioksida sebesar 50 ton/ha/tahun dan rumpun bambu mampu menyimpan air sebanyak 5.000 liter,” kata Desi.

Semua bagian dari tanaman bambu dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai bentuk barang yang bernilai ekonomi.

Akar dan pelepahnya bisa dijadikan kerajinan, rebungnya untuk sayuran, pangkalnya untuk arang, batang tengah bagian bawah untuk rekaya bambu dan furniture laminasi juga untuk lantai dan dinding.

Batang tengah bagian atas untuk tirai, anyaman dan kerajinan, batang bagian atas untuk ajir tanaman, rantingnya untuk sapu & serat pakaian, dan daunnya kompos, pakan dan pewarna.

Secara sosial, bambu sudah lama dipergunakan masyarakat untuk bahan bangunan rumah tempat tinggalnya. Selain itu, tanaman bambu sudah lama dijadikan sebagai tanaman pembatas antar kampung pemukiman warga desa.

Dengan demikian tidak berlebihan jika dinyatakan bambu dapat menjadi kunci dalam restorasi lahan dan restorasi ekonomi di Indonesia.

(HERS/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi