nggota DPRD Sumatera Utara, Ebenezer Sitorus, saat turun ke PT IPS di Sei Kepayang, Kabupaten Asahan (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Sei Kepayang - Pendangkalan dan penyempitan Sungai Asahan, Sungai Loba dan Sungai Nantalu memberikan dampak buruk bagi usaha pertanian dan perkebunan masyarakat.
Ditambah curah hujan yang cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir, mengakibatkan lebih kurang 600 hektare lahan persawahan milik masyarakat Desa Perbangunan, Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan dan perkebunan milik PT Inti Palm Sumatera (IPS) digenangi air banjir sehingga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.
"Beberapa bulan terakhir ini curah hujan sangat tinggi dan juga terjadi pendangkalan serta penyempitan di Sungai Asahan, Sungai Loba dan Sungai Nantalu. Posisi Sungai Nantalu yang berjarak 2 kilometer di sebelah barat daya areal perkebunan ditambah lagi posisi Sungai Asahan dan Sungai Loba yang masing-masing berbatas langsung dengan areal perkebunan perusahaan dan persawahan masyarakat, tentu saja sangat berdampak bagi masyarakat dan pihak perusahaan," kata humas PT IPS, Riduan, saat ditemui
Analisadaily.com di kantornya, Senin (24/8).
Didampingi penasehat hukum Sebastian Nainggolan SH, MH, Riduan mengatakan pihaknya juga menjadi korban dari peristiwa alam yang kurang bersahabat.
Menurutnya saat ini lebih dari 2.500 hektare lahan perkebunan termasuk sarana pemukiman yang berada di areal konsensi milik perusahaan tergenangi air banjir.
"Apa yang dirasakan oleh masyarakat juga kami rasakan," ungkapnya dengan menunjukkan empati terhadap peristiwa itu.
Riduan menyebut banyak tanaman yang rusak dan produksi terhambat serta perumahan karyawan tergenang air sehingga menimbulkan kerugian.
"Maka apa yang dituduhkan kepada kami bahwa perusahaan sebagai penyebab banjir tidaklah beralasan, karena sampai saat ini lahan perusahaan masih tergenang air dan kerugian mencapai puluhan miliar," ungkapnya lagi.
Terkait dengan penutupan Sungai Napitupulu dan Sungai Situmpat, dengan tegas Riduan mengatakan tidak benar pihaknya menutup sungai.
"Mungkin yang dimaksud oleh masyarakat adalah aliran air yang berada di areal konsensi milik perusahan. Untuk aliran air ini kita tetap melakukan buka tutup guna menjaga agar benteng penahan banjir tidak jebol, karena apabila benteng penahan banjir tersebut jebol maka bisa menyebabkan banjir yang lebih besar lagi," jelasnya.
Bahkan sebagai bentuk empati atas peristiwa yang melanda masyarakat, pihaknya telah menurunkan alat berat untuk membersihkan aliran Sungai Napitupulu.
"Ada lebih kurang 600 meter yang telah dilakukan pembersihan, namun karena keterbatasan operasional perusahaan maka pembersihan tersebut tidak dapat kami lanjutkan," ujarnya.
Riduan berharap anggota DPRD Sumatera Utara, Ebenezer Sitorus, turun ke lapangan, semua stakeholder mulai dari perangkat desa, kecamatan, pemkab beserta provinsi bisa bersama-sama turun tangan guna menyelesaikan akar permasalahan yang sebenarnya sehingga bencana banjir sebagai efek domino tidak terulang kembali di masa mendatang.
"Sehingga roda perekonomian baik masyarakat dan pelaku usaha bisa berjalan yang notabene akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah," sebutnya.
Hasil Seminar Nasional
Beberapa waktu lalu seminar yang dilaksanakan Pemkab Asahan dan Pemko Tanjungbalai mengakui bahwa telah terjadi sendimentasi aliran Sungai Asahan.
"Untuk mengatasi sendimentasi ini, negara harus turun dan memberi solusi untuk mengatasinya," ungkap Kapoldasu yang membuka seminar melalui Dirkrimsus, Kombes Roni Santana.
Bupati Asahan, Surya, juga mengatakan dalam seminar itu bahwa akibat sendimentasi sangat dirasakan dampak buruknya oleh masyarakat dan juga perkebunan swasta yang berdampingan dengan aliran Sungai Asahan.
(ALN/EAL)