Lahan perkebunan milik PT SSL (Analisadaily/Atas Siregar)
Analisadaily.com, Barumun - Keberadaan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) yang memegang konsesi izin Hutan Tanaman Industri (HTI) dan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) sejak 2001 dan 2007 di Kabupaten Padang Lawas (Palas), dinilai belum banyak memberi manfaat.
Malah kehadiran kedua perusahaan ini kerap membuat konflik dengan masyarakat Padang Lawas.
Seperti masyarakat di Kecamatan Barumun Tengah, Kecamatan Sosa, Kecamatan Huristak, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Padang Lawas, dan Kecamatan Simangambat, Padang Lawas Utara.
Konflik dipicu tanah ulayat (adat) yang diduga diserobot oleh perusahaan. Padahal sebagian hamparan lebih dahulu diusahakan masyarakat.
Aktivitas masyarakat telah berlangsung lama, jauh sebelum perusahaan memperoleh izin dan beroperasi di lahan tersebut.
"Persoalan PT SSL dan SRL harus dibahas kembali, masyarakat termasuk pemuda dan mahasiswa tidak boleh diam dan membiarkan persoalan perusahaan ini berlarut-larut begitu saja," kata Direktur Lingkar Study Pembangunan, Ansor Harahap, Senin (14/9).
Ansor mengatakan, Pemkab Palas bersama DPRD Palas harus tegas terkait persoalan PT SSL dan SRL.
"Karena nyatanya banyak membawa bencana sosial dan lingkungan di Padang Lawas," sebutnya.
Ansor meminta Pemkab Palas dan DPRD jangan menjalankan standar ganda dalam menanggapi konflik perusahaan, tetapi harus berpihak kepada masyarakat yang notabenenya memerlukan perhatian pemerintah.
"Setidaknya harus serius mencari solusi jalan tengah diantara kedua belah pihak. Meminta PT SSL dan SRL transparan dalam hal volume produksi kayu di semua kawasan konsesi," ungkapnya.
"Bila tidak ada itikad baik perusahaan, kami meminta Presiden memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mereview izin PT SSL dan SRL dan selama melakukan review perizinan, Menteri LHK menghentikan operasional dan aktifitas perusahaan," tegas Ansor.
Lebih jauh Ansor menjelaskan, kehadiran PT SSL dan SRL sejak di Padang Lawas terus menuai persoalan. Mulai dari penyalahgunaan wewenang izin yang meliputi pelanggaran lingkungan, komitmen pengelolaan hutan lestari, pelanggaran batas operasional, metode penyelesaian sengketa lahan dengan masyarakat, hingga transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam produksi kayu tiap tahunnya.
Paling parahnya lagi, sambung Ansor, beberapa tahun belakangan ini, perusahaan kembali membuldozer sawit yang ditanam masyarakat di lahan yang selama ini diusahai masyarakat. Padahal tanaman sawit itu sudah besar dan berbuah.
"Ditambah lagi bagaimana transparansi kewajiban melaksanakan corporate social responsibility (CSR). Artinya, perusahaan selama ini telah banyak memproduksi dan melestarikan bencana di Padanglawas, terutama bencana sosial dan bencana lingkungan, serta mempertajam konflik dan disparitas perusahaan dengan masyarakat," tanya Ansor.
Menurutnya PT SSL memiliki lahan konsesi seluas+33.390 hektare dan SRL + 25.320 hektare. Bahkan beberapa tahun lalu menurut informasi, perusahaan ini telah memperoleh perluasan wilayah konsesi.
Senada dengan itu, Ketua Jaringan Peduli Lingkungan Hidup, Altudes Siregar mengungkapkan, aktivitas PT SSL dan SRL terus merajalela di Padang Lawas sehingga persoalan yang kerap diadukan masyarakat tidak kunjung mendapat solusi.
"Masyarakat dengan PT SSL dan SRL sudah sering dimediasi dan di atas kertas akan ada tindaklanjut oleh perusahaan dan pemerintah. Namun hingga saat ini tidak ada kemajuan yang berarti," ujarnya.
"Perusahaan masih terus beroperasi sebagaimana biasanya di lahan yang diklaim masyarakat dan terus melakukan pengusiran serta penebangan tanaman masyarakat secara membabi buta," tandas Altudes.
Terkait persoalan konflik lahan, PT SSL hingga berita ini dinaikkan tidak bisa dihubungi.
(ATS/EAL)