Alinafiah Matondang (tengah), Rian Purba (kanan) dan Staf Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara, Halim Sembiring, saat memberikan keterangan dalam konferensi pers AKBAR Sumatera Utara di LBH Medan, Senin (21/9). (Analisadaily/Christison Sondang Pane)
Analisadaily.com, Medan - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan pemerintah terus melakukan pembahasan draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, meskipun mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat di tanah air.
Ada 1.244 pasal yang dibahas, dan masih ditemui poin-poin yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan petani. Misalnya ketentuan jangka waktu hak atas tanah di atas hak pengelolaan pada Pasal 127 ayat (3) diberikan selama 90 tahun. Pengelolaan ini dapat diberikan hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
Padahal, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) telah mengatur jangka waktu HGU diberikan selama 25 atau 35 tahun kepada pemohon yang memenuhi persyaratan.
Kepala Divisi Sumber Daya Alam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Alinafiah Matondang, menilai ketentuan itu akan membuat ruang hidup petani semakin sempit. Ditambah lagi ketidakterbukaan pemerintah atas dokumen hak guna usaha, yang menjadi sumber masalah.
Di dalam Omnibus Law, Ali lanjut menjelaskan, Presiden diberikan seolah-olah menjadi lembaga tertinggi negara, karena akan bisa merevisi undang-undang dengan menerbitkan peraturan pemerintah yang baru.
"Kalau pun nanti, ada terjadi persoalan Hak Guna Usaha, Presiden akan sangat otoriter menyelesaikan ini. Persoalan lainnya, pembahasan ini juga tidak melibatkan partisipasi publik," kata Ali dalam konferensi pers Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara menuju Hari Tani Nasional di kantor LBH Medan, Senin (21/9).
“Seperti soal HGU, pemerintah dan DPR harusnya memanggil masyarakat yang terdampak oleh adanya pembahasan RUU Cipta Kerja. Pada kenyataannya tidak. Yang diakomodasi adalah elit politik dan pemodal. Jadi, apapun ceritanya Omnibus Law ini tidak akan bisa menyejahterakan masyarakat, sebagaimana yang dimanatkan Undang-undang Dasar 1945,” tutur Ali.
Ali menambahkan, apalagi Omnibus Law ini arahnya ke industrialisasi, padahal rakyat belum siap karena warga di Indonesia ini masih banyak yang bertani.
Pada jumpa pers juga disampaikan, AKBAR Sumatera Utara juga akan melakukan unjuk rasa ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara dalam memperingati Hari Tani Nasional 2020, Kamis (24/9).
Salah satu juru bicara dari AKBAR Sumut, Rianda Purba mengatakan, pada HTN 2020 nanti, 2000-an massa akan melakukan demonstrasi, dengan menyampaikan berbagai tuntutan, terutama soal agraria di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara.
Kata dia, sepanjang 2013-2017 telah terjadi setidaknya 53 konflik agraria di areal eks HGU Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) 2. Ia juga menyampaikan, ada 32 areal kelola rakyat di Sumut masih berkonflik berkepanjangan dengan perkebunan dan sangat rentan terjadinya penggusuran.
“Kami meminta kepada Gubernur Sumatera Utara agar segera menyelesaikan konflik-konflik agraria, termasuk eks HGU PTPN 2,” pinta Manajer Kajian dan Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara ini.
Masih kata Rian, momentum Hari Tani Nasional sebagai wadah untuk menolak Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya, peraturan itu hanya akan mempermudah jalan investor, dan hanya segelintir orang yang akan menguasai tanah. Sementara akses petani semakin sulit.
Pada kesempatan itu, ia memaparkan beberapa poin tuntutan AKBAR Sumut, di antaranya menolak dan gagalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, lawan segala bentuk penggusuran dan perampasan tanah rakyat, bubarkan PTPN 2, sahkan RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Selain itu, tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, berikan upah layak dan lawan kapitalisasi pendidikan, wujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, jalankan tugas pengawas dan tindak tegas pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan pengusaha-pengusaha nakal.
Kemudian, bentuk Peraturan Daerah ketenagakerjaan untuk melindungi upah buruh dan hak berserikat, tolak tambang yang merugikan rakyat Sumatera Utara dan tolak liberalisasikan pendidikan.
Atas dasar itu juga, AKBAR Sumut menyampaikan solusi-solusi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, termasuk wujudkan reforma agrarian sejati (tanah untuk rakyat, wujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat (pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, agraria).
Tidak itu saja, Rian juga menyampaikan agar menasionalisasi aset vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, bangun industri nasional dari hulu sampai hilir yang kuat dan mandiri, wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan.
(CSP)