Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate memberi arahan saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi di Mandalika, Lombok, NTB, Kamis (24/9/2020). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Analisadaily.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membantah isu yang beredar menyebut mereka akan memblokir sejumlah media sosial setelah kericuhan saat aksi massa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
"Hoaks. Tugas AIS Kominfo (Patroli Siber Komifo) adalah untuk menjaga ruang digital agar tetap bersih dan sehat. Demikian amanat UU ITE kepada Kominfo," kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, dilansir dari
Antara, Jumat (9/10).
"Namun, jika ada hoaks, maka tidak boleh dibiarkan karena itu pasti melanggar hukum, tentu harus dibersihkan dan itu dilakukan melalui platform digital," sambungnya.
Sebelumnya beredar informasi di media sosial pada Kamis (8/10) menyebut Tim Kominfo sudah bersiaga untuk memblokir antara lain WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok. Pemblokiran menurut isu di media sosial merespons aksi protes terhadap Omnibus Law.
"Jika ditemukan ada tindak pidana, maka penegakan hukum perlu dilakukan aparat hukum, dalam hal ini Bareskrim Polri. Kominfo berkomunikasi secara rutin dalam kerja sama dengan Bareskrim Polri, BNPT dan Lembaga Negara serta kementrian terkait lainnya," sebutnya.
Pembatasan media sosial pernah terjadi di Indonesia pada 2019 lalu, akses ke sejumlah media sosial dan aplikasi pesan singkat terhambat.
Johnny menambahkan, membersihkan platform media sosial, termasuk YouTube, Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok dari hoaks merupakan tugas rutin kementerian. Begitu juga dengan koordinasi dengan penegak hukum, kementerian, lembaga negara dan BNPT jika ada tindak pidana dari temuan hoaks tersebut.
"Ini tugas rutin dan dilaksanakan termasuk terkait Hoaks Covid 19 dan Hoaks UU Omnibus Cipta Kerja," sebut Johnny.
Mengenai hoaks yang beredar di media sosial tentang Covid-19, Kominfo menemukan 1.184 konten di berbagai media sosial hingga 7 Oktober. Dari hoaks tersebut, sebanyak 104 kasus diajukan ke kepolisian.
(RZD)