"Kegiatan ini adalah upaya konservasi penanaman pohon guna mengantisipasi terjadinya bencana alam di Desa Martelu. Jenis tanaman yang kami tanama seperti bibit kecombrang, kelapa, cengkeh dan durian," kata Koordinator aksi Masyarakat Desa Martelu, Guntur Tarigan, Minggu (29/11).

Menurut Guntur, penghijauan yang dilakukan di tanah ulayat Masyarakat Desa Martelu tersebut karena kawasan tersebut merupakan hutan serapan air.

Selain itu sebagai bentuk upaya mengantisipasi terjadinya bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.

"Sejarah tanah ulayat masyarakat Desa Martelu yang dikenal dengan sebutan 'Shypon' ini dulunya kerap terjadi longsor yang berkepanjangan. Kita lakukan penghijauan agar bencana yang serupa tidak terjadi lagi," ujarnya.

Matius Sinuhaji yang merupakan keturunan dari pendiri Desa Martelu juga turut hadir dalam melakukan penanaman pohon di tanah ulayat tersebut menjelaskan, tanah ulayat tersebut dipinjamkan kepada masyarakat oleh leluhurnya sebagai lokasi serapan air guna dialirkan ke areal persawahan warga sekitar.

"Lahan tersebut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat desa sebagai kawasan serapan air untuk mengairi persawahan warga sekitar," jelasnya.

Generasi ke empat dari keturunan pendiri Desa Martelu ini juga menegaskan bahwa tanah ulayat tersebut tidak bisa diperjualbelikan kepada siapa pun.

"Keperuntukannya akan selalu menjadi kawasan serapan air dan tidak bisa diperjualbelikan. Jika ada bentuk jual beli yang mengatasnamakan kepemilikian akan tanah ulayat masyarakat Desa Martelu tersebut dipastikan itu ilegal dan kami Masyarakat Desa Martelu tidak akan tinggal diam," tegas Cucu Bedil Sinuhaji yang juga Pendiri Desa Martelu.

(JW/CSP)