Pertemuan Dosen dan Pegawai ITM dengan Kepala LLDIKTI Wilayah I Sumatera Utara (Sumut) yang terdahulu, Prof. Dian Armanto, di Jalan Setia Budi, Medan, beberapa waktu lalu (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Masa pemberlakuan sanksi administrasi berat berupa penghentian pembinaan terhadap Institut Teknologi Medan (ITM) selama 6 bulan telah berakhir pada 26 Februari 2021.
Seorang alumni ITM yang dihubungi via selular, Jonathan mengatakan, banyak mahasiswa yang merasa bingung. Karena setelah hampir 3 minggu batas waktu berakhir, belum diketahui apa tindak lanjut keputusan surat Dirjen Pendidikan Tinggi itu.
Sudah diketahui masyarakat luas bahwa karena adanya sengketa internal Yayasan Penyelenggara dan Badan Pengelola maka ITM menerima sanksi administrasi berat berupa penghentian pembinaan oleh Dirjen Dikti sejak Agustus 2020 yang lalu.
Jika sengketa yang melibatkan Yayasan dan Rektorat ini tidak bisa diselesaikan, maka sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan berakibat pada dicabutnya izin penyelenggaraan ITM.
Lebih jauh Jonathan menjelaskan, sejauh yang para mahasiswa ketahui selama pemberlakuan sanksi, baik dari pihak Yayasan maupun dari pihak Rektorat yang terlibat sengketa tidak pernah mengajukan usulan tertulis kepada Dirjen untuk mencabut atau mengubah sanksi pada ITM.
Kalau pun ada, butuh waktu dua bulan untuk memeriksa usulan itu disertai bukti-bukti yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, jika Permendikbud nomor 7 tahun 2020 diimplementasikan konsisten, itu terkait dengan reputasi dan integritas Kepala LLDIKTI, Dirjen, dan Mendikbud untuk mewujudkan pelayanan dan melindungi pendidikan tinggi yang bermutu bagi masyarakat.
“Berakhirnya jangka waktu sanksi penghentian pembinaan jelas-jelas akan berlanjut pada pencabutan izin penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta (PTS),” ucapnya.
Baru-baru ini, tersebar fotokopi surat Ibnu Hajar selaku Kepala LLDIKTI Wilayah I di kalangan mahasiswa. Surat itu berisikan ‘permohonan petunjuk’ kepada Dirjen Dikti, karena telah terjadi perdamaian antara Pembina Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna sebagi penyelenggara ITM hanya 4 hari sebelum masa sanksi berakhir.
“Ini menimbulkan kebingungan dan keresahan mahasiswa tentang nasib keberlanjutan studi adik-adik mahasiswa,” tegas Jonathan.
Menurutnya, mustahil ada status mengambang (tak jelas) dalam jangka waktu tertentu dari suatu institusi yang terikat peraturan perundang-undangangan.
Prof. Ibnu Hajar, Kepala LLDIKTI Wilayah I yang juga dihubungi via selular, Selasa (16/3) sore menjelaskan, yang penting dan menjadi kunci adalah pihak-pihak yang bersengketa sudah sepakat untuk islah (berdamai) yang menuju pada pencabutan sanksi.
Pencabutan sanksi tidak boleh tergesa-gesa. Lebih jauh, Ibnu Hajar menyatakan bahwa diperlukan tahapan mengaktekan kesepakatan perdamaian—saat ini sedang diupayakan adanya kesepakatan tertulis—lalu menetapkan Rektor definitif yang didahului dengan mengangkat sementara Plt. Rektor yang netral untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
“Intinya adalah, ada keinginan untuk memperbaiki ITM dan tidak ada dualisme lagi,” katanya.
Menutup pembicaraan, Ibnu Hajar menyatakan, tidak ada masalah dengan status mahasiswa dan diharapkan mahasiswa bersabar.
Sementara itu, Kuswandi—Rektor ITM yang dipilih Senat namun tak kunjung dilantik oleh Yayasan Badan Penyelenggara—melalui saluran telepon juga menjelaskan, tidak ada masalah di tingkat Pengelola ITM. Kuswandi menilai yang sedang berkonflik adalah Yayasan Badan penyelenggara ITM.
Panjang-lebar Kuswandi menjelaskan, Yayasan Dwiwarna tidak mampu menyelenggarakan ITM dengan baik lalu menggiring opini seolah konflik terjadi di ITM, sehingga membingungkan mahasiswa.
Adanya dualisme kepemimpinan ITM karena mekanisme pemilihan dan pengangkatan seseorang tak punya NIDK sebagai Plt. Rektor oleh satu unsur Yayasan adalah tidak sesuai dengan Statuta ITM.
Disinggung soal status mahasiswa, Kuswandi menjelaskan bahwa sejak Mei 2020 seluruh mahasiswa yang terdaftar dan aktif sudah didata dan divalidasi penomoran induk ijazahnya pada sistem informasi ITM.
“Yang tidak terdata tentu tidak saya akui. Ini untuk melindungi muatan akademik para mahasiswa,” tegasnya.
Sehubungan dengan adanya kemungkinan pencabutan sanksi, Kuswandi menanggapi bahwa LLDIKTI tentu mempertimbangkan bahwa ITM adalah aset Sumatera Utara (Sumut) yang alumninya sudah cukup banyak duduk di Pemerintahan dan berkontribusi bagi dunia industri daerah.
“ITM akan tetap eksis siapapun penyelenggaranya, karena itu mungkin sudah ada tokoh masyarakat di daerah ini yang akan mengusulkan alih penyelenggaraan dan pengelolaan ITM melalui Yayasan lain atau Perusahaan” katanya.
Menurutnya, adalah prinsip bahwa ITM harus diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada dan ITM saat ini sedang dalam proses penyatuan kesepakatan penyelenggaraan kemudian LLDIKTI akan menunjuk Rektor Sementara.
Tidak diundangnya dirinya sebagai Rektor dalam pertemuan di LLDIKTI itu menunjukkan bahwa yang berkonflik adalah internal Yayasan Badan Penyelenggara ITM, bukan di pengelolaan ITM. Kuswandi juga mengakui bahwa ada juga mahasiswa yang pindah ke PTS lain, namun jumlahnya tidak banyak.
Sayangnya, Munajat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna tidak menjawab saat dihubungi untuk mengonfirmasi status ITM saat ini, dan apa saja upaya yang telah dilakukannya untuk memperbaiki kesalahan dalam penyelenggaraan ITM.
(RZD)