Sadiman, seorang ecowarrior berusia 69 tahun, berdiri di dekat bukit yang merupakan areal pertama yang ia tanam kembali dengan pepohonan 20 tahun lalu, di Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dalam video yang diambil dari video 13 Maret 2021 ini. (Stringer/Reuters TV melalui Reuters)
Analisadaily.com, Wonogiri - Pernah dianggap gila oleh sesama penduduk desa, pejuang lingkungan Indonesia, Sadiman, telah mengubah bukit-bukit tandus menjadi hijau setelah berusaha selama 24 tahun. Ia pun membuat sumber daya air tersedia di wilayah pegunungan yang rawan kekeringan tempat dia tinggal.
Dikenal sebagai 'mbah' atau 'kakek', pria berusia 69 tahun itu bekerja tanpa henti menanam pohon di perbukitan di Jawa Tengah setelah kebakaran untuk membersihkan lahan untuk bercocok tanam yang hampir mengeringkan sungai dan danau.
“Saya berpikir sendiri, kalau tidak menanam pohon beringin, daerah ini akan menjadi kering. Menurut pengalaman saya, pohon beringin dan pohon ficus bisa menyimpan banyak air," kata Sadiman, memakai topi ranger khasnya dan baju safari dilansir dari Reuters, Jumat (19/3).
Akar yang panjang dan menyebar luas dari sedikitnya 11.000 pohon beringin dan ficus yang ditanam Sadiman lebih dari 250 hektar (617 hektar) membantu menahan air tanah dan mencegah erosi tanah.
Berkat usahanya, mata air telah terbentuk di mana dulu ada tanah tandus dan gersang, airnya dialirkan ke rumah-rumah dan digunakan untuk mengairi pertanian.
Namun, pada awalnya hanya sedikit warga desa yang mengapresiasi karyanya.
“Orang-orang mengejek saya karena membawa bibit pohon beringin ke desa, karena mereka merasa tidak nyaman karena mereka yakin ada makhluk halus di pohon itu,” tambah Sadiman.
Seorang warga, Warto mengatakan, bahkan ada yang mengira dia orang gila karena menukar anakan dengan kambing yang dia pelihara.
“Dulu orang mengira dia gila, tapi lihat hasilnya sekarang. Ia mampu menyediakan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di beberapa desa," ujar Warto.
Sadiman juga mendanai pekerjaannya melalui pembibitan tanaman seperti cengkeh dan nangka yang bisa dia jual atau barter.
Kurangnya curah hujan di daerah tempat dia menanam pohon pernah membatasi petani untuk panen tunggal dalam setahun, tapi sekarang, sumber air yang melimpah memastikan dua atau tiga kali panen.
“Saya berharap masyarakat di sini bisa hidup sejahtera dan hidup bahagia. Dan jangan terus menerus membakar hutan,” tutur Sadiman dengan mata berbinar.(CSP)