Ilustrasi (Pixabay/Shutterbug75/907 images)
Analisadaily.com, Yangon - Seorang editor Amerika dari outlet berita yang berbasis di Myanmar ditahan pihak berwenang di Yangon ketika dia mencoba untuk naik pesawat ke luar negeri pada hari Senin (24/5).
Danny Fenster, seorang warga AS dan redaktur pelaksana Frontier Myanmar ditahan di Bandara Internasional Yangon.
"Kami tidak tahu mengapa Danny ditahan dan tidak dapat menghubunginya sejak pagi ini. Kami prihatin atas kesejahteraannya dan menyerukan pembebasannya segera.
Prioritas kami saat ini adalah memastikan dia aman dan memberinya bantuan apa pun yang dia butuhkan," kata Fenster dilansir Channel News Asia, Selasa (25/5).
Myanmar gempar sejak kudeta 1 Februari, dengan protes hampir setiap hari dan gerakan pembangkangan sipil di seluruh negeri. Lebih dari 800 orang telah dibunuh oleh militer, menurut kelompok pemantau lokal.
Pers telah terperangkap dalam tindakan keras junta ketika militer berusaha memperketat kontrol atas arus informasi, membatasi akses Internet dan mencabut izin lima outlet media lokal.
Fenster (37), telah bekerja untuk outlet tersebut selama sekitar satu tahun dan sedang menuju rumah untuk melihat keluarganya.
"Kami mengetahui sekitar jam 10 pagi bahwa Danny tidak diizinkan naik pesawatnya dari bandara Yangon," kata Kepala editor, Frontier Thomas Kean kepada AFP.
Dalam sebuah pesan yang dibagikan dengan AFP, saudara laki-laki Fenster, Bryan mengatakan keluarganya "tercengang dan sangat bingung" dengan penahanan tersebut.
"Kami sudah diyakinkan bahwa tidak ada kekhawatiran akan keselamatannya tetapi tidak diragukan lagi kami sangat khawatir," katanya.
Setidaknya 34 jurnalis dan fotografer tetap ditahan di seluruh Myanmar, menurut kelompok pemantau Reporting ASEAN. Frontier mengatakan, memahami Fenster telah dipindahkan ke Penjara Insein yang terkenal kejam di Yangon.
"Dengan penangkapan seorang warga AS dan seorang jurnalis yang dihormati, itu menandakan normal baru," kata Herve Lemahieu, seorang ahli Myanmar di Institut Lowy Australia, kepada AFP.
Junta berharap ini bisa menjadi jera bagi jurnalis lokal. Sebuah pertanda bahwa tidak ada orang yang berada di luar jangkauan mereka.
Reporter Jepang, Yuki Kitazumi, ditahan pihak berwenang di Myanmar bulan lalu dan ditahan di penjara yang sama sampai dibebaskan minggu lalu.
Sekembalinya ke Tokyo, dia mengatakan tahanan politik di penjara mengatakan kepadanya bahwa mereka disiksa dengan pemukulan dan kurang tidur.
Pada bulan Maret, seorang jurnalis BBC ditahan sebentar setelah ditangkap oleh petugas berpakaian sipil saat melapor di luar pengadilan di ibu kota Naypyidaw.
Secara terpisah, jurnalis foto Polandia Robert Bociaga, yang juga ditangkap saat meliput protes dibebaskan pada Maret setelah hampir dua minggu ditahan.
Penangkapan itu terjadi ketika pemimpin sipil yang ditahan Aung San Suu Kyi menyuarakan pembangkangan pada hari Senin dalam penampilan pengadilan pertamanya sejak ditahan dalam kudeta, bersumpah bahwa partai politiknya yang digulingkan akan terus hidup.
Dalam Indeks Kebebasan Pers Reporters Without Borders 2021, Myanmar berada di peringkat 140 dari 180 negara.
Sejak kudeta Februari, wartawan di Myanmar menghadapi kampanye penangkapan sistematis dan penyensoran.
"Banyak yang akan mengundurkan diri untuk bekerja secara sembunyi-sembunyi agar bebas melaporkan apa yang terjadi dan menghindari polisi," bunyi pernyataan lembaga itu.(CSP)